Hari ini jam kosong. Seperti biasa, setelah diberitahukannya pengumuman itu, seluruh siswa dan siswi dikelas dua belas IPA satu memilih untuk bubar. Bukan, bukan bubar pulang, melainkan mereka memilih untuk pergi kekantin, main basket dilapangan, atau gosip didepan kelas, tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang senggang ini. Whatever untuk seorang Clarissa.
Karena tidak adanya mereka dikelas bisa membuat seorang Clarissa hidup tenang untuk bermain game. Jari-jarinya yang lentik dengan berlapis cat kuku berwarna hitam tidak berhenti bergerak, menekan setiap inci tombol keyboard laptop dengan sangat lihai, Clarissa adalah gadis yang antisosial, ia terlalu fokus untuk urusannya sendiri dan tidak perduli terhadap lingkungannya. Mata Clarissa yang terlahir dengan bulu mata lentik bergerak mengikuti gerakan Laura, karakter dalam game yang dia kuasai.
Saat seseorang duduk dihadapannya dan menatap dirinya serius, Clarissa seketika berhenti dan mendongak.
Darrr...
Sial, dia mati.
Clarissa berdecak keseseorang yang menatapnya dengan senyum yang menawan, please, stop tersenyum. Dia melupakan siapa seseorang yang duduk menatapnya ramah, karena berkat seseorang itu, ia kalah bermain.
"Hai Ca, kita sekelas lagi." Ucapnya tanpa merasa bersalah.
Clarissa melepas Headset disebelah kiri. "Em..."
"Baru masuk udah dikasih tugas aja nih kan? lo udah ngerjain tugas Fisika lo?" dia bertanya sambil menopang dagu dengan siku yang ditaruh diatas meja Clarissa.
"Udah." Karena merasa takut hilaf, Clarissa memilih untuk kembali menatap layar laptop dan bersiap untuk memulai permainan yang sempat bikin dia kalah tadi.
Laki-laki itu menutup layar laptop Clarisaa dengan telapak tangan, matanya masih menatap Clarissa serius, dan bibirnya masih mengembangkan senyuman, dengan satu tangan masih menopang dagu dia bertanya lagi. "Lo gak mau nanyak gue?"
Clarissa kembali mendongak. "Nanyak apaan?"
"Gue udah ngerjain tugas Fisika belum?"
"Ohhh..." Clarissa manggut-manggut. "Lo udah ngerjain?"
Pria itu tersenyum. "Udah, barusan."
"Ohh..."
Jawaban singkat Clarissa membuat Laki-laki itu mengulurkan tangannya mencubit pipi Clarissa gemas. "Jangan jutek-jutek Ca, entar gak ada yang mau sama lo."
Lagian gue sukanya sama lo Put. Begitu yang ingin Clarissa ucapkan.
"Putraa.." Clarissa ikut mendongak, seorang siswi yang berseragam sama dengannya tengah merangkul lengan Putra manja, membuat bulu romanya berdiri. "Bantuin aku ngerjain tugas MTK dong. Pusing nih."
"Kan kita beda kelas Mey. Lo bisa minta ajarin temen sekelas lo yang bisalah." Melepaskan tangan Meysa si ratu kecantikan pertama dikelas sebelas IPA duanya dulu. "Udah sana masuk kelas lo, bentar lagi guru dateng." Ucapnya sembari beranjak dari hadapan Clarissa dan memilih duduk dibangkunya sendiri yang berjarak satu baris dengannya. Terlihat raut wajahnya yang semula manis berubah menjadi masam.
Meysa menatap manja. "Yah Putra, kan kamu bisa. Temen-temen dikelas pada gak bisa, makanya aku minta ajarin kamu."
"Gue sibuk." Putra sudah duduk dikursinya. Membuka buku asal yang tergeletak dimejanya. "Ze, usir, gue sibuk."
Daze yang mendengar perintah dari sang bos besar, berdiri meninggalkan beberapa temannya yang sedang merundingkan soal balapan liar mereka, kegiatan diluar sekolah. Begitulah.
"Gak usah, gue bisa keluar sendiri." Meysa menatap tajam Daze yang hampir menariknya, terlihat sangat kesal, perempuan itu menghentakkan kakinya sebelum pergi menuju kelasnya.
Clarissa mendengus jengah, dan memilih kembali memainkan gamenya yang sempat tertunda. Hari ini kelasnya akan kosong sampai jam berakhir, karena guru yang mengajar sedang memiliki urusan pribadi dan kelas dua belas IPA satu diberi tugas untuk mengerjakan soal dibuku lembar kerja siswa(LKS).
Dan soal tugas itu, Clarissa akan mengerjakannya nanti sepulang sekolah. Karena saat ini, game lebih penting.
...🌼🌼🌼...
"Caaaaa......" Kanya mengebrak meja Clarissa dengan sekuat tenaga, membuat perempuan dengan rambut pendek itu mengangkat kepalanya, menatap datar Kanya. "Ada yang Hot nih." Ucapnya menarik kursinya yang disebelah Clarissa untuk lebih dekat. "Inget sama Kak Rehan gak? dia minta dikenalin sama lo nanti pulang sekolah."
"Gak," mengucek matanya karena lelah menatap layar laptop sepanjang hari. Karena lelah, ia memilih untuk tidur, satu jam lagi bell pulang sekolah akan berbunyi.
Kanya menggeleng pelan dan merapikan rambut Clarissa yang berantakan. "Ya ampun, Kakak kelas kita kemarin, lo mau kan temuin dia, nanti gue ikut juga kok. Dia cuma pengen kenalan sama lo doang. Gue udah telepon Tante sama Om minta izin buat ngajak lo nonton sebelum pulang."
"Kita ikut dong,"
Kanya menoleh kebelakang, menatap Putra dan Daze yang duduk diatas meja dibelakang tempat duduk Clarisaa. "Apaan sih lo berdua, ini urusan perempuan."
"Dih, bioskop bukan punya Bokap lo, emang kita gak boleh nonton." Daze mendengus kesal.
"Iya, bioskop punya Bokap gue, kenapa?" Melotot tajam kepada dua laki-laki yang entah kenapa membuat Kanya kurang ramah walaupun sekedar menyapa.
Daze menepuk bahu Putra. "Yaudah Put, nanti kita nonton berdua aja."
"Aman."
Kanya hanya mencibir dan kembali mengelus kepala Clarissa yang sudah dia rebahkan diatas tasnya.
...🌼🌼🌼...
Kanya memarkirkan mobil sedannya disebuah parkir basement didalam mall, Clarissa yang hendak keluar lebih dulu ditahan oleh Kanya dengan lembut.
"Apaan?" tanyanya datar.
"Ica sayangku..."
Clarissa bergidik ngeri mendengar panggilan aneh Kanya. "Geli gue Nyak."
"Gue cuma mau ngasih saran sama lo." Menarik airpods yang menempel pada telinga sahabat sejak kecilnya itu. "Jangan jutek, jangan ketus, jangan diem aja. Dia juga pengen ditanya-tanya nantinya."
"Emang gue wartawan!!"
"Nanya-nanya bukan berarti wartawan Ca, guru juga sering nanya tapi mereka bukan wartawan kan?" mengelus lembut kepala Clarissa. "Please, lo harus baik-baik sama Kak Rehan nanti ya? dia udah suka sama lo sejak dia kelas dua dan kita kelas satu."
"Hem.."
"Harus ramah."
"Iya iya bawel." Kanya mengangguk mantap, menempelkan lip balm dibibir Clarissa agar tampak lembab. Kanya tersenyum manis, jika sudah diberitahu seperti ini, biasanya Clarissa akan baik-baik saja. Dia tidak mau kalau sampai sahabatnya ini membuat dirinya malu.
Sebenarnya banyak yang menginginkan untuk dekat dengan Clarissa, semua laki-laki yang berbeda umur dua sampai tiga tahun atau sepantaran selalu ditolaknya. Kanya yakin, ini karena Putra Rizqi Adietama. Kanya menggeleng kecil, sampai matipun Putra tidak akan tahu kalau Clarissa menyukainya.
Mereka berdua berjalan masuk kedalam gedung mall, setelah memastikan Clarissa berpenampilan menarik. Sudah dua sampai tiga cowok yang meminta untuk didekati oleh Clarissa berakhir jadian dengannya, dan kali ini Kanya menyerah karena Rehan bukan tipenya, jadi Kanya tidak mau menampung.
Kanya membuka ponselnya, mendapat pesan dari Rehan yang sudah menunggu didalam Cafetaria. Dia menarik tangan Clarissa yang pasrah saja untuk mengikuti.
Mata besar Kanya menelusuri setiap meja yang dipenuhi oleh beberapa orang, entah itu pasangan, sekumpulan teman atau keluarga. Dia melihat seorang pria bertubuh tegap dengan kaos oblong berwarna putih. Pria itu berdiri menatap kearahnya.
Kanya melambaikan tangan tinggi-tinggi. "Kak Rehan." Pria itu juga melambaikan tangan kearah mereka.
"Hai, maaf seharusnya Kakak mengajak bertemu malam saja. Padahal anak sekolah bagusnya pulang dulu baru main." Diiringi kekehan kecil, sembari mempersilahkan kedua perempuan dihadapannya untuk duduk.
"Gak apa-apa kok Kak, kami juga lagi senggang. Belum banyak tugas, karena ini semester awal kan?" dia agak melotot kaget melihat Clarissa bersandar pada dinding dan menutup mata. Astaga dia lupa, setiap pulang sekolah, adalah jam dimana Clarisaa waktunya tidur siang.
Terlihat Rehan tersenyum kecil. "Clarissa ngantuk ya?"
"Iya." Mendesis kesakitan, ketika kakinya diinjak oleh Kanya. "Enggak kok Kak."
Rehan semakin terkekeh melihat tingkah menggemaskan Clarissa, gadis pujaannya. Karena merasa kasihan melihat Clarissa yang memaksa untuk mengobrol dengannya, Rehan menyarankan untuk keduanya pulang dan beristirahat setelah makan siang bersama selesai.
...🌼🌼🌼...
Bintang berjalan menuruni anak tangga menuju dapur, malam ini Papa dan Mamanya sedang senggang dan menyempatkan untuk makan malam bersama.
"Ehh ada Anya." Menyapa Kanya, mengelus puncak kepala perempuan itu sebelum mengecup pipi sang adik. "Tidur sini lagi Nyak?"
"Iya Kak Bintang, soalnya Mama ada tugas malem terus Papa lagi ada acara kumpul-kumpul sama teman-temannya." Meraih telur dadar yang baru disajikan oleh Dinda, Mama Clarissa.
Mereka mulai menyantap hidangan makan malam setelah membaca doa.
"Pah, besok Bintang mau liburan ke Bali sama temen-temen boleh kan?" menuang air putih dingin.
Doni mengangguk. "Pergi aja, nanti Papa transfer butuh dana berapa."
"Om," Kanya menatap Doni sambil mengunyah nasi dimulutnya. "Ica tu boleh pacaran gak sih?"
Pertanyaan sederhana dari Kanya membuat semuanya menatap intens dan tajam, kecuali Clarissa. Perempuan itu masih sibuk mengunyah paha ayam berlapis sambal merah.
"Kenapa sayang?" Dinda menatap Kanya. "Apa ada yang suka sama Ica, lagi?"
"Iya ada. Kakak kelas kami dulu Tante, tapi Anya kesel, Ica sama sekali gak respon. Padahal tuh ya Om." Menatap Doni, karena Pria itu ikut menatap dirinya. "Kak Rehan itu ganteng, putih, tinggi, behh badannya meanly bangetss. Mana anak kedokteran lagi."
Doni menggeleng, mendengar kegilaan Kanya saat membicarakan soal Rehan, pria yang menyukai putrinya. "Bayangin aja Tante, kalau Tante punya menantu seorang Dokter, kan kalian jadi satu server."
"Duh Anya," mengelus puncak putri dari sahabatnya. "Kan kamu sendiri tahu, Ica segila apa mencintai Putra, temen sekelas kalian itu."
"Tapi Tante.. Coba deh, bujuk Ica buat nemuin Mama, mana tahu." Memutar jari telunjuknya di samping kepala. "Ada gangguan di saraf Ica yang membuat dia tidak suka sama laki-laki."
"Gue suka laki-laki kok Nyak." Perempuan yang sedari tadi membisu, sibuk dengan paha ayam ditangannya mulai bersuara ketika mendengar Kanya protes tentang mentalnya.
Kanya menjulurkan lidah. "Iya suka sama Putra kan?"
"Suka sama Kak Bintang, suka sama Papa, suka sama Bokap lo." Mengedipkan satu matanya, membuat Mama, Papa dan Kakaknya tertawa, tidak dengan Kanya.
"Dih, ogah gue punya Nyokap tiri kayak lo." Mendengus sebal menatap Clarissa yang mengajak bercanda namun dengan suara dan ekspresi datar.
Setelah selesai makan, kelimanya duduk di depan televisi, menatap layar dengan serius. Tidak, hanya Dinda dan Kanya saja yang menonton serius, Clarissa sedang sibuk bermain game dengan airpods yang sudah menempel ditelinga, Bintang sudah sibuk menscroll layar ponsel dengan tampilan instagram, seperti biasa, saat malam hari adalah waktunya Bintang memodusi beberapa followersnya, apalagi melihat tampangnya yang mewarisi ketampanan dari sang Papa dia tidak ingat sudah memiliki kekasih, dan untuk Doni, pria paruh baya itu sudah menatap layar laptopnya dengan serius karena dia memiliki jadwal rapat penting dengan para Dokter besok. Jadi, dia harus menyelesaikan dokumen penting untuk besok ia persentase kan.
"Tante..."
"Iya sayang?" Menoleh menatap Kanya, perempuan manis itu memanggilnya dengan menatap layar televisi sembari bersandar pada Bintang.
Perlahan Kanya menoleh. "Dosa apa sih yang sudah Tante sama Om perbuat di masa lalu?"
Pertanyaan itu membuat Doni dan Bintang ikut menoleh, Clarissa tidak menanggapi karena dia yakin, sahabatnya itu akan membuat drama seperti biasa. "Ya pikir aja, masa Ica udah melewati masa baligh tapi tidak tergoda oleh pesona seorang pria sekeren Kak Rehan, atau jangan-jangan Ica mengikuti perintah agama dan mengikuti larangannya untuk tidak berzinah." Kanya menoleh, dan menggeleng tidak percaya. "Wah, bilang dong Ca, gue yang begini jadi gak enak kan."
Bintang tertawa keras. "Ada-ada aja kamu Nyak. Ica itu bukannya yang begitu, tapi emang dia itu gak merangsang sama laki-laki manapun selain sama Putra, Kakak yakin deh, kalau kita punya mesin pendeteksi, jantung Ica akan berpacu hebat ketika berdekatan sama Putra. Besok pinjem alat di Rumah Sakit Papa kerja ah."
Doni menatap tajam. "Ngawur kalau ngomong. Sudah sana masuk ke kamar, ponsel kakak bergetar terus dari tadi, pasti perempuan-perempuan kurang belaian pada nelponin kamu."
"Papa tahu aja," membuat Bintang berdiri, mengacak-ngacak rambut Kanya lalu mengecup pipi Clarisaa sebelum berlari masuk kedalam kamarnya.
"Om." Doni mendongak, "emang ada alat pendeteksi gitu? Anya mau minjem ah, mau ngecek putri Om itu ada jantungnya apa enggak."
Dinda dan Doni tertawa, menggeleng kecil mendengar pernyataan Kanya. Keduanya terdiam ketika melihat Clarissa berdiri.
"Mau kemana Ca?" tanya Kanya.
"Berisik."
Lalu, dia berjalan meninggalkan kedua orang tuanya dan Kanya di ruang televisi menuju satu ruangan khusus yang di desain oleh Kakaknya untuk menyalurkan hobinya. Clarissa mengunci pintu agar tidak ada yang mengganggunya, mengidupkan AC dan duduk di balik alat musik tercintanya. Clarissa menghidupkan lagu DVD player yang sudah tersambung dalam speaker besar di setiap sudut ruangan ini, lagu Bad Omens yang berjudul Limits sudah terputar.
Tangannya sudah mencekam stick drum berwarna hitam menyeluruh dengan sebuah ukiran kecil bertuliskan Kanya berwarna putih. Stick drum pemberian Kanya ketika dirinya berulang tahun yang kelima belas.
Clarissa memukul floor tom dengan kuat, kakinya sudah menginjak bass drum pedal dengan mengikuti alunan musik, kepalanya sampai ikut mengangguk karena terhanyut dalam iringan musik yang memekakkan telinga. Untungnya tidak akan ada yang mendengar karena ruangan ini di desain khusus oleh Bintang agar tidak ada yang mendengar keberisikan yang dilakukan oleh adiknya.
Tangannya berhenti memukul ketika memasuki lirik.
...So much unsaid, left me for dead...
...I won't forget, and now you're next...
...Well, everyone's listening, and they know the difference...
...You're not failing our senses...
...If you're throwing me to the lions...
...You should know I'm not scared of dying...
...I wouldn't take back one thing I did, one word I said...
...But I'm gonna make you wish you did...
Tangannya mengepal kuat, dia menunduk, bertumpu pada bagian drum. Bahunya bergetar pelan.
"Gue sakit Put." Mengusap pipinya yang sudah berlinang air mata, "gue gak tahu, suka sama lo dan gak bisa berbuat apa-apa bisa sesakit ini."
Clarissa menatap telapak tangannya, terdapat bekas kuku yang menacap dalam karena dia terlalu kuat menggenggam stick drum. Beberapa bekas kukunya tampak memerah. Dia berdiri mengecilkan volume musik yang masih berputar.
"Gue kira, gue cuma sekedar suka aja sama lo waktu SMP dan gue gak tahu, kalau sampai detik ini gue malah semakin suka sama lo, kadar rasa suka gue semakin bertambah setiap lihat lo dan ketika lo nyapa gue dengan ramah." Ini adalah kalimat terpanjang yang Clarissa rasakan dihari ini, ia mengusap foto Putra yang tergeletak dibawah DVD player.
"Rasanya....." Kembali menaruh foto itu pelan-pelan. "Gue pengen ngomong sama lo, untuk gak usah bersikap ramah dan baik sama gue karena lo ngerasa kita pernah satu sekolah sewaktu SMP."
Clarissa menumbuk foto Putra dengan kepalan tangannya. "Gue muak, senyum ramah lo yang beralasan teman SMP buat gue sesek dan pengen jadi mummy aja."
💜💜💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
❀_Ayu_❀
semangat Kak
2021-12-08
1
Nyai💔
hadir
2021-11-16
1
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
semangat kk
2021-11-16
1