00:07

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

"Loh, itu bukannya Clarissa ya?" Anita bertanya pada seorang perawat yang berjalan melewatinya. "Kok dia ada disini?"

"Itu Bu, ica asmanya kambuh lagi, tadinya cuma mau periksa, tapi Dokter Doni meminta untuk dirawat saja." Ucap perawat ketika selesai memeriksa Clarissa dan tidak sengaja bertemu dengan Anita yang baru selesai memberikan perawatan kepada pasien kecantikanya. "Permisi bu."

"Ah iya..." Anita berjalan menghampiri ruangan Clarissa dan meraih lengan Kanya ketika melihat perempuan dengan rok mini itu berjalan keluar dari ruangan Clarissa. "Kanya..."

"Ehh, tante Anita?" buru-buru Kanya menunduk kecil. "Halo tante."

"Halo, Clarissa kenapa?"

"Oh, biasalah tante. Asmanya kambuh."

Anita mengangguk, mendengarkan Kanya menceritakan masalah asma Clarissa yang sering kambuh. "Tapi sudah tidak kenapa-kenapa kan?"

"Gak kenapa-kenapa kok tante, sekarang lagi istirahat, Kanya mau cari tante Dinda dulu ya tante," Anita mengangguk kecil, melihat Kanya pergi mencari Dinda membuatnya berinisiatif masuk untuk melihat keadaan perempuan menggemaskan itu.

Terlihat Clarissa tengah memegang cermin kecil dengan tangkai, menatap luka kecil diujung bibirnya, "Nyak janji pokoknya jangan kasih tau Mama kalau gue dapet luka lagi gara-gara diganggu sama mereka, apalagi lo ceritain soal Put....Ra... Tante Anita?" Clarissa mengerjapkan matanya berulang kali, ketika bukan Kanya yang dia lihat malah Anita, mama Putra.

Oh

My

God

Tante Anita gak dengerkan? Clarissa memukul mulutnya.

"Um, Clarissa sudah enakan?"

"Iya tante, kok tante disini?" Clarissa benar-benar gugup, takut kalau Anita mendengar ocehannya yang panjang. Apalagi dia sempat mengucapkan nama Putra dalam ocehannya. Tuhan, tolong tegur Clarissa yang suka sekali mengajak lawan bicaranya tanpa menatap.

Anita tersenyum. "Tadi tante lewat, terus ketemu Kanya," meraih kursi dan duduk di dekat ranjang Clarissa. "Mau nemenin kamu selagi Kanya panggil Mama kamu."

Clarissa tersenyum canggung. Biarkan sajalah dia mau berbuat apa, toh ini Rumah Sakit adalah miliknya. "Apa terjadi sesuatu disekolah?"

"Eng, engga kok tante." Clarissa menghela nafas lemas, sepertinya wanita cantik didekatnya ini mendengar ocehannya tadi.

"Syukurlah..." Anita menatap layar ponsel Clarissa yang menyala, menampilkan sebuah aplikasi game online, "kalau lagi sakit jangan main hp dulu dong sayang, mata kamu bisa kelelahan."

"Ah ini, lagi turnamen tante, gak bisa ditinggal." Perlahan menjauhkan tangannya dari elusan lembut Anita.

Anita tersenyum tipis, "Clarissa suka banget ya main game? Putra juga, kalau kamu lagi bosen, kerumah aja ya sayang, banyak game yang bisa kamu mainkan dirumah," Clarissa hanya mengangguk sembari tersenyum canggung.

"Ehh, Mba Anita disini?" Dinda masuk dengan diikuti Kanya dibelakangnya. "Bukannya sudah pulang?"

"Tadi lewat sekalian mampir karena ketemu Kanya didepan, nunggu Mas Gio belum selesai sepertinya." Mengelus kepala Clarissa setelah dia bangkit dari duduknya. "Kalau ada apa-apa disekolah jangan sungkan ngomong sama tante ya,"

"Memangnya terjadi sesuatu disekolah sayang?" Clarissa menggeleng cepat.

"Maksud saya kalau terjadi, begitu. Ya sudah saya keluar, cepat sembuh ya sayang." Clarissa tersentak ketika Anita memeluknya.

Kanya membukakan pintu. "Kanya anter tante sampai kedepan."

"Terima kasih."

...🌼🌼🌼...

"Apa tante tau?" Anita menghentikan langkahnya. "Kenapa tante Anita mengatakan itu sama ica tadi?"

"Benar terjadi sesuatu?"

Kanya terdiam,

"Katakan sama tante, Kanya. Siapa yang melukai Clarissa?" Kanya masih membungkam. "Apa itu terjadi karena Putra lagi?"

"Itu, bukan urusan tante." Anita mematung pada tempatnya. Dia sama sekali tidak mampu bergerak sedikitpun. "Tolong bilang sama Putra, jangan manfaatkan ica."

Anita meraih lengan Kanya ketika perempuan itu hampir berbalik. "Jadi benar Putralah penyebabnya?"

"Putra cuma penyebab utama, tapi yang ngelakuin ini bukan Putra."

"Astaga,,,"

"Maaf tante sebelumnya, Kanya gak tau apa yang dirasakan antara Putra dan Ica. Tapi yang jelas, Kanya akan menjadi tameng besar agar mereka tidak berdekatan." Melepaskan tangan Anita lalu menunduk dalam. "Selamat siang, hati-hati dijalan." Anita hanya memandang kepergian Kanya yang sudah berlari menuju ruang inap Clarissa.

Meraih ponselnya yang berada didalam tasnya sembari melangkah cepat menuju mobil yang sudah dibukakan oleh supir pribadinya. "Tolong mundurkan jadwal pertemuan saya pada keluarga Sanjaya, saya pulang kerumah sebentar."

Mobil sudah keluar dari gerbang Rumah Sakit Adietama. "Pak Budi, kerumah dulu,"

"Baik Bu."

Dengan cekatan pria berumur 50 tahun itu menyetir dengan cepat namun tetap aman, ketika sudah sampai dipelataran rumahnya. Belum sempat pak Budi membukakan pintu, Anita sudah lebih dulu berlari keluar.

"Eh, selamat siang tante...."

Anita menghentikan langkah kakinya yang memburu. "Siang Daze, eh ada Noel sama Rinda, sudah pada makan belum?"

"Sudah tante, nih lagi nyemil buah, cuci mulut." Menunjukkan piring berisi buah-buahan ditangan Daze.

"Duh, kalau makan jangan sambil berdiri dong sayang, duduk duduk. Putra mana?" mencari sosok anaknya yang malah tidak terlihat.

"Lagi dikamarnya tante, kami dilarang masuk, katanya gak boleh ganggu." Ujar Erlangga yang baru keluar dari arah dapur dengan membawa botol minuman cola berukuran jumbo.

"Loh, ada kamu juga Er."

"Iya dong tante, terus siapa yang disini kalau bukan Er."

Anita menggeleng pelan. "Iya, iya, ya sudah tante temuin Putra dulu, kalau mau makan yang lain minta chef Aldo buatin ya?"

"Siap tante."

Sembari berjalan menuju tangga, dia serahkan tasnya pada pelayan wanitanya. "Tolong taruh diruang kerja saya ya."

"Baik bu."

"Tanteee...."

Anita menatap Daze. "Iya Daze, ada apa?"

"Tadi Putra banting ponsel Daze, terus sekarang rusak, Daze gak bisa hubungi Marisa."

"Astaga Putra, ya sudah nanti biar tante antarkan kamu buat cari gantinya ya...."

"Terima kasih tante,"

Tanpa perlu bertele-tele lagi, Anita langsung berjalan menuju kamar Putra, dia perlu bicara serius.

"Putra,, ini Mama sayang, Mama mau masuk." Putra yang baru bangkit dari meja belajarnya berhenti ketika pintu sudah lebih dulu dibuka oleh Mamanya. "Kamu lagi apa?"

"Itu Ma," menunjuk komputernya yang masih menyala. "Lagi mau coba daftar beasiswa ke Harvard."

Anita menggeleng, kenapa juga susah payah Putra mencari jalur beasiswa? sedangkan kekayaan orang tuanya saja mampu membiayai 80% anak cerdas di SMA Gemilang Cahaya untuk menempuh pendidikan disana serta biaya hidupnya. Tapi, Anita tidak memperdulikan anak sematawayangnya itu, biarkan saja dia melakukan sesuatu sesuai keinginnanya. "Mama perlu membicarakan sesuatu."

"Oh, duduk aja Ma."

Anita dan Putra saling pandang ketika sudah duduk berhadapan dikasur milik Putra. "Ada apa Ma?"

"Putra, kamu tau kan Mama begitu menyukai Clarissa?" pertanyaan Mamanya membuat Putra sedikit terkejut, ya memang dirumah ini tidak ada lagi yang bisa mengelak bahwa Anita benar-benar menyukai perempuan mungil itu.

Putra mengangguk. "Iya, tau."

"Jelaskan sama Mama apa yang terjadi sama Clarissa disekolah tadi."

"Mama tau....."

Anita langsung mengangguk. "Mama lihat Clarissa dirawat tadi, keningnya diperban, bibirnya ada bekas luka, terus pipinya..."

"Tenang Ma.."

Anita meraih tangan Putra, "sayang, Mama mohon, kalau kamu cuma mau manfaatin Clarissa hanya untuk kepentingan kamu, jauhi dia secepatnya."

"Apa maksud Mama?" melepaskan tangan Mamanya dengan keras.

"Setiap Mama meluk dia, ngelus kepalanya, tersenyum ramah sama dia, sekalipun Mama belum pernah lihat dia bersikap santai sama Mama." Anita menyeka air matanya, "dia terus merasa canggung sama Mama."

"Ma, Putra...."

"Dia masih trauma sayang, kejadian dulu masih membuatnya trauma untuk dekat dengan keluarga kita," Anita merengek kepada Putra. "Dulu waktu Clarissa masih kecil, Mama yang lebih dulu mengetahui penyakit asmanya, Mama yang menggendong dia dilorong rumah sakit ketika Dokter Dinda masih sibuk dengan pasiennya."

Putra bangkit dari duduknya. "Demi apapun, Putra gak akan jauhin ica, Putra juga mengalami hal yang sama." Putra menatap telapak tangannya, lalu mengepal kuat. "Putra juga udah berusaha buat nunjukkin sikap perhatian sama ica, tapi dia selalu menghindar dan itu buat Putra tersiksa Ma."

"Apa Kakak kelas kamu masih menemui Clarissa, bisa jadi itu yang membuat Clarissa masih takut untuk kita dekati."

"Bukan mereka," Putra memandang lurus, ketika seluruh Kakak kelasnya telah tertangkap karena membully Clarissa hingga kefisik, mereka tidak lagi tinggal di Jakarta. "Orang lain,"

"Kamu harus singkirin dia dengan cara apapun. Karena semuanya yang kita lakukan akan siasia sayang."

"Mama yakin ingin Putra menyingkirkan orang itu?"

Anita mengangguk yakin. "Mama sama Papa sudah membujuk Dokter Doni untuk menjodohkan kalian berdua, kamu tahu apa jawabnya?" Putra menoleh menatap Mamanya. "Beliau mengatakan, Clarissa adalah kebahagiaan mereka dan mereka akan memberikan Clarissa kepada siapapun yang akan membahagiakannya. Dan kamu bukan kandidat yang dapat membahagiakan Clarissa, sewaktu kelas dua Clarissa menjalani terapi selama satu bulan akibat traumanya, itu adalah pukulan terberat bagi mereka."

Anita mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Kamu adalah alasan mereka merasa terpukul." Putra terdiam, "Putra...." Mamanya mengulurkan tangannya membuat Putra mendekat dan meraihnya. "Kamu sayang kan sama Mama?"

"Iya Ma."

"Tolong, Mama sudah terlanjur suka sama Clarissa dan Mama akan bantuin kamu dengan cara apapun untuk dapatkan Clarissa. Cara kotor sekalipun."

Oh tidak..

Anita adalah dokter kecantikan yang terkenal berhati lembut. Tapi dibalik itu, ada sifat egois dan ambisius yang tertanam dalam diri sang Mama, dia akan melakukan cara apapun untuk mempertahankan keras pada apa yang dia inginkan.

"Maa..." Putra berjongkok dihadapan Mamanya, mengelus kedua bahu sang Mama, "Putra akan lakuin apapun dengan cara Putra sendiri. Mama cukup menjadi Mama yang seperti biasanya."

Anita mengangguk dan langsung memeluk tubuh Putra erat, berharap anaknya itu akan mewujudkan keinginannya.

...🌼🌼🌼...

Seluruh keluarga Clarissa tengah menemani perempuan itu yang terbaring diatas ranjang rumah sakit, mereka membisu setelah kedatangan dari pemilik Rumah Sakit. "Mama sama Papa memangnya gak ada pasien? ica disini sama Kak Bintang gak apa-apa kok."

"Kakak mau ketemu temen-temen yang ngajak bareng naik gunung."

Clarissa menatap sinis. "Huu dasar, ica gak apa-apa kok sendirian, kan masih dilingkungan Rumah Sakit juga."

"Huh, sebentar lagi sayang, Papa periksa pasien setelah jam delapan malam. Ini baru setengah delapan." Ucap Doni sembari mengelus puncak kepala Clarisaa.

Dinda yang tengah memotong buah ikut menatap tersenyum. "Mama belum ada kabar dari ibu hamil yang mau cek, sayang. Kemungkinan lebih malam."

"Kenapa cek kehamilan malam-malam mah?" tanya Bintang yang nimbrung setelah lama menatap layar ponselnya.

"Bukan urusan Mama sih."

"Dih jutek amat."

"Ya abis kamu sih, bukannya jagain adik kamu juga. Alesan mau nemuin temen-temen, padahal mau nemuin pacar kamu kan?" Bintang tersenyum malu ketika dirinya tertangkap basah.

Sebuah ketukan pintu membuat mereka menoleh. "Biar Bintang aja, sekalian keluar, udah ditunggu soalnya."

"Iya hati-hati."

Bintang menggeser pintu kamar inap Clarissa dan menatap seseorang yang berdiri didepan pintu kamar adiknya. "Eh, Putra, kirain perawat."

"Mau kemana kak?"

"Biasa, nemuin pacar." Lalu menepuk bahu Putra dan berlalu pergi setelah mengatakan. "Ada Papa sama Mama didalem."

Doni dan Dinda menatap datar kearah Putra, mereka sedikit canggung setelah mendengar cerita dari Kanya bahwa putri mereka terkena bully lagi secara fisik akibat anak sematawayang keluarga terhormat itu.

"Eh, Putra."

"Halo tante, halo om, selamat malam."

"Malam Putra, Papa kamu baru saja pergi. Tidak bertemu?" tanya Dinda sekedar basa basi.

"Ketemu kok didepan, Papa yang kasih tau ruangan ica." Ucapnya sembari menatap Clarissa, perempuan itu tidak memandang kearahnya. Ayolah, Putra sedang dihadapanmu sekarang.

"Oh, begitu..." Putra merasakan ketika sikap mereka sangat canggung kepadanya. "Eh silahkan duduk,"

"Ini tante, Putra bawa buah untuk ica."

"Waduh terima kasih, repot-repot." Putra bergerak membantu membawa buah tangannya menuju kulkas untuk disimpan.

Putra duduk disofa sembari menatap Dinda dan Doni bergiliran. "Tante sama om gak ada pasien kah?"

"Oh ada, sebentar lagi."

"Biar Putra yang nemenin ica kalau gitu, nanti setelah om atau tante selesai, baru Putra akan pulang." Tentu saja lontaran kalimat Putra membuat semuanya tersentak bingung, harus menolak atau mengizinkan. "Kenapa tante, om."

Clarissa menggeleng pelan menatap kedua orang tuanya. Hingga deringan panggilan dari ponsel keduanya bersamaan, membuat Putra tersenyum tipis. "Itu pasti pasien sudah menunggu, Putra akan jaga ica dengan baik kok Om."

"Maaf ica, Mama sama Papa harus menemui pasien sebentar ya sayang." Doni dan Dinda bergiliran mengecup kening putri mereka sebelum pergi, membiarkan putrinya bersama pria yang menjadi penyebab putri mereka sakit.

Setelah melihat Doni dan Dinda berpamitan, Putra bangkit dan duduk didekat ranjang Clarissa, menarik satu ipods yang baru ditancapkan perempuan itu. "Dengerin apasih, mau denger juga dong."

"Eh Put..." Terlambat, pria itu sudah menancapkan ipods nya ditelinganya.

Putra terdiam, menarik ponsel Clarissa dan membuka aplikasi yout*be dan mencari lagu yang menurutnya enak didengar. "Lagi sakit jangan dengerin musik keras, bisa bikin pusing. Dengerin ini aja."

Lalu meletakkan ponsel diatas nakas, Clarissa hanya mendengarkan ketika lagu Lewis Capaldi yang berjudul Before you go sudah terputar.

...I fell by the wayside like everyone else...

...I hate you, I hate you, I hate you, but I was just kidding myself...

...Our every moment, I start to replace...

...'Cause now that they're gone, all I hear are the words that I needed to say...

...When you hurt under the surface...

...Like troubled water running cold...

...Well, time can heal, but this won't...

...So, before you go...

...Was there something I could've said to make your heart beat better?...

...If only I'd have known you had a storm to weather...

...So, before you go...

...Was there something I could've said to make it all stop hurting?...

...It kills me how your mind can make you feel so worthless...

...So, before you go...

"Ca."

"Hemm..." Clarissa tetap memandang fokus pada bulan yang menembus kaca jendela.

"Gue ngantuk."

"Ya pulang."

"Mau tidur disini ya.." Menepuk paha Clarissa yang tertutupi selimut tebal.

"Eng....." Putra sudah merebahkan kepalanya pada paha Clarissa yang berselimutkan tebal, kenapa? oh, ya ampun,

Clarissa menunduk melihat apa benar Putra tidur. Saat melihat Putra memang memejamkan matanya, Clarissa ikut merebahkan diri dengan pelan agar Putra tidak terbangun, dia menatap keluar jendela lagi, kembali memandangi bulan yang bersinar terang.

Matanya menutup perlahan, sebuah senyuman mengembang kecil. "Put, gue gak papa kalau sikap perhatian dan manis lo ke gue itu karena kita adalah teman satu SMP atau karena Bokap Nyokap gue kerja di Rumah Sakit lo, gue tetep seneng." Clarissa menghela nafasnya. "Gue percaya sama Tuhan, kalau suatu saat nanti lo bakal sadar perasaan gue selama empat tahun lebih ini tulus sama lo. Gue ikhlas kalaupun lo gak bisa bales perasaan gue. Karena guepun sadar diri kalau gue gak pernah cocok sama lo. Atau mungkin, gue bakal ambil pilihan untuk tetep jaga rahasia kalau gue suka sama lo karena gue gak mau kalau sampai lo ngejauhin gue setelah tau itu." Gumam Clarissa masih dengan mata tertutup, merasakan pancaran cahaya bulan yang menyeruak kulit.

Putra membuka matanya, ketika tanpa sadar Clarissa mengelus kepalanya yang masih nyaman berada dalam pangkuannya.

💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜

Terpopuler

Comments

Rancito

Rancito

Ciee Putra

2022-12-09

0

Rancito

Rancito

kiyut bgt sih

2022-12-09

0

सीता

सीता

ngomong-ngomong separt biasanya nulis berapa kata?

2021-11-09

3

lihat semua
Episodes
1 Perkenalan
2 00:01
3 00:02
4 00:03
5 00:04
6 00:05
7 00:06
8 00:07
9 00:08
10 00:09
11 00:10
12 00:11
13 00:12
14 00:13
15 00:14
16 00:15
17 00:16
18 00:17
19 00:18
20 00:19
21 00:20
22 00:21
23 00:22
24 00:23
25 00:24
26 00:25
27 00:26
28 00:27
29 00:28
30 00:29
31 00:30
32 00:31
33 00:32
34 00:33
35 00:34
36 00:35
37 00:36
38 00:37
39 00:38
40 00:39
41 00:40
42 00:41
43 00:42
44 00:43
45 00:44
46 00:45
47 00:46
48 00:47
49 00:48
50 00:49
51 00:50
52 00:51
53 00:52
54 00:53
55 00:54
56 00:55
57 00:56
58 00:57
59 00:58
60 00:59
61 00:60
62 00:61
63 00:62
64 00:63
65 00:64
66 00:65
67 00:66
68 00:67
69 00:68
70 00:69
71 00:70
72 00:71
73 00:72
74 00:73
75 00:74
76 00:75
77 00:76
78 00:77
79 00:78
80 00:79
81 00:80
82 00:81
83 00:82
84 00:83
85 00:84
86 00:85
87 00:86
88 00:87
89 00:88
90 00:89
91 00:90
92 00:91
93 00:92
94 00:93
95 00:94
96 00:95
97 00:96
98 00:97
99 00:98
100 00:99
101 01:00
102 01:01
103 01:02
104 01:03
105 01:04
106 01:05
107 01:06
108 01:07
109 01:08
110 01:09
111 01:10
112 01:11
113 01:12
114 01:13
115 01:14
116 01:15
117 01:16
118 01:17
119 01:18
120 01:19
121 01:20
122 01:21
123 01:22
124 01:23
125 01:24
126 01:25
127 01:26
128 01:27
129 01:28
130 01:29
131 01:30
132 01:31
133 01:32
134 Pengumuman
Episodes

Updated 134 Episodes

1
Perkenalan
2
00:01
3
00:02
4
00:03
5
00:04
6
00:05
7
00:06
8
00:07
9
00:08
10
00:09
11
00:10
12
00:11
13
00:12
14
00:13
15
00:14
16
00:15
17
00:16
18
00:17
19
00:18
20
00:19
21
00:20
22
00:21
23
00:22
24
00:23
25
00:24
26
00:25
27
00:26
28
00:27
29
00:28
30
00:29
31
00:30
32
00:31
33
00:32
34
00:33
35
00:34
36
00:35
37
00:36
38
00:37
39
00:38
40
00:39
41
00:40
42
00:41
43
00:42
44
00:43
45
00:44
46
00:45
47
00:46
48
00:47
49
00:48
50
00:49
51
00:50
52
00:51
53
00:52
54
00:53
55
00:54
56
00:55
57
00:56
58
00:57
59
00:58
60
00:59
61
00:60
62
00:61
63
00:62
64
00:63
65
00:64
66
00:65
67
00:66
68
00:67
69
00:68
70
00:69
71
00:70
72
00:71
73
00:72
74
00:73
75
00:74
76
00:75
77
00:76
78
00:77
79
00:78
80
00:79
81
00:80
82
00:81
83
00:82
84
00:83
85
00:84
86
00:85
87
00:86
88
00:87
89
00:88
90
00:89
91
00:90
92
00:91
93
00:92
94
00:93
95
00:94
96
00:95
97
00:96
98
00:97
99
00:98
100
00:99
101
01:00
102
01:01
103
01:02
104
01:03
105
01:04
106
01:05
107
01:06
108
01:07
109
01:08
110
01:09
111
01:10
112
01:11
113
01:12
114
01:13
115
01:14
116
01:15
117
01:16
118
01:17
119
01:18
120
01:19
121
01:20
122
01:21
123
01:22
124
01:23
125
01:24
126
01:25
127
01:26
128
01:27
129
01:28
130
01:29
131
01:30
132
01:31
133
01:32
134
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!