💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Gio sontak berdiri dari duduk santainya ketika melihat Clarissa sudah membuka mata. "Syukurlah kamu sudah sadar?"
"Om Gio?"
"Kamu dari tadi siang belum sadar juga, om jadi khawatir." Mengecek suhu tubuhnya. "Mau bawa kamu ke Rumah Sakit, tapi Marisa bilang kamu gak mau dibawa kesana,"
"Maaf merepotkan om."
Gio menggeleng. "Kamu bicara apa sih? om senang kamu dibawa kesini." Dengan segera dia membukakan 3 butir pil obat untuk meredakan pusing dan suhu tubuh yang sedikit hangat. "Minum ini dulu,"
Clarissa meraihnya dan meminum semuanya secara langsung, matanya berkeliaran keseluruh penjuru kamar. "Kok ica bisa disini?"
"Iya, Daze yang gak sengaja tabrak kamu, dia langsung telepon kesini, buru-buru deh Putra jemput kamu."
"Om, ica mau ketoilet."
"Oh iya iya," Gio menuntun Clarissa menuju kamar mandi. Lalu dia kembali menuju meja kecil pada kamar Putra.
Pintu yang terbuka lebar membuat kepala keluarga Adietama itu tersentak bukan main, kopi ditangannya terjatuh kelantai.
"Mamaaaa.... Bikin kaget saja, astaga, Papa baru minum sedikit." Menatap istrinya yang datang dengan wajah panik.
Anita menatap sekilas kelantai lalu menatap suaminya. "Bisa buat lagi, dimana Clarissa?"
"Lagi dikamar mandi." Gio bangkit dan keluar kamar.
Clarissa yang baru selesai mencuci wajah, hampir terpeleset ketika membuka pintu mendapati Anita tengah berdiri didepannya. "Tantee..."
"Clarissaaa...., kamu gak apa-apa kan sayang?" Clarissa hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik oleh Anita dan diperintahkan untuk duduk disofa, "apa yang kamu keluhin sekarang. Tante akan obati kamu."
"Sudah diobati om kok tante." Menunjuk lutut dan dahinya, dia terdiam sebentar, menatap kaos oblong putih yang dikenakan. "Ini kaos siapa?"
"Kaos Putra." Gio masuk membawa cangkir kecil berisi kopi dan diikuti pelayan wanita yang siap membersihkan karpet, kalau sampai anaknya itu tahu, bisa bahaya. "Bukan om, mba ini kok yang gantiin. Soalnya baju sekolah itu sempit sekali, kamu akan susah bernafas." Pelayan wanita yang sedang membersihkan kotoran kopi di karpet tersenyum tipis menatap Clarissa.
"Kamu beneran gak apa-apa kan sayang? perlu kita kerumah sakit?"
"Gak perlu tante, ica mau ke kampus kak Bintang aja, biasanya sabtu masih dikampus latihan basket."
"Jangaaann, kamu masih belum pulih, nanti tante beritahu kakak kamu kalau kamu ada disini. Besok kan minggu juga, jadi menginap semalam kan tidak apa-apa. Tante akan izin sama mama kamu juga nantinya?"
Gio mengangguk ketika Clarissa menatapnya. "Yasudah deh tante,"
"Nah, gitu dong." Mengelus puncak kepala Clarissa, "Pa, mama mau keluarga Hanendra datang kemari, mau mama beri pelajaran si Daze."
"Eihh, Daze kan juga gak sengaja, dia sudah berbaik hati menelpon Putra. Coba kalau dia jahat sudah pasti dia melakukan tabrak lari," tutur Gio menenangkan sang istri, dia menggeleng kecil ketika sikap Anita sangat menuruni Putra. "Kamu harus bersyukur dong, kalau Clarissa tidak apa-apa."
"Tetep aja....."
"Gak papa kok tante," Anita melebarkan matanya, menatap jemari mungil Clarissa menggenggam tangannya. Clarissa mendongak, memberikan senyum yang tidak pernah Anita lihat. "Malahan ica mau berterima kasih sama Daze karena udah kasih tau Putra dan dibawa kesini."
"Yaudah tante nurut, kalau gitu kamu istirahat sebentar nanti kita makan malam bersama yah?" Clarissa mengangguk. "Kalau mau mandi pakai air hangat."
"Iya, terima kasih, tante om."
...🌼🌼🌼...
Clarissa tersenyum lebar ketika Anita terus memberikan lauk pauk kedalam piringnya hingga meluap, wanita elegan itu tidak berhenti berceloteh sembari menaruh beberapa lauk lagi. "Ihh tante seneng deh kamu mau menginap disini."
"Hehe, iya tante."
"Kalau kamu mau tinggal disini, tante lebih seneng."
"Hehe...."
"Ehh, maa mamaa, itu siapa yang mau habiskan? Clarissa kan tidak makan banyak?" Gio harus menegus sang istri.
"ica makannya banyak kok om."
Akhirnya Anita berhenti juga dalam aksi membagi makanan kepada piringnya setelah membantu Gio memilihkan lauk, Anita duduk lagi dan mulai menyantap makanan miliknya setelah membaca doa.
Sesekali Gio memberikan nasehat kecil kepada Anita yang suka berlebihan, namun bagi istrinya itu hanyalah angin lalu. Untuk Clarissa, matanya sibuk menelusuri penjuru dapur. "Kok Putra gak kelihatan ya?"
"Si Putra lagi kerumah kamu katanya."
Clarissa terbatuk, buru-buru Anita memberikan gelas berisi air putih. "Pelan-pelan sayang."
"Ke, kenapa kerumah ica?"
"Mau ambil beberapa baju kamu selagi menginap disini, memangnya kamu mau terus terusan memakai baju Putra? om sih gak masalah, apalagi tante, Putra lebih lebih gak masalah." Ucapnya dengan berlebihan. "Ehh itu dia?"
Terlihat Putra berjalan tanpa menoleh kearah ruang makan, dia membawa koper hitam berukuran besar dengan tulisan "Bad Omens" beserta gambar yang Gio saja merinding melihatnya.
"Kenapa koper besar? kan ica cuma menginap sampai besok," sepertinya Putra masih belum menyadari, laki-laki itu sudah menarik koper menuju tangga dan mulai menginjak satu persatu anak tangga, "boleh ica susul Putra om, tante."
"Kamu kan belum siap makannya." Ada kemungkinan Clarissa kebingungan harus memulai dari mana, membuat piring masih terisi penuh.
Mendengar hal itu, Clarissa buru-buru melahap sayur dan ikan yang sudah tertata rapi di piringnya. "Hei hei, pelan-pelan Clarissa."
"Udah siap nih om, ica nyusul Putra sebentar." Gio dan Anita ternganga lebar ketika Clarissa cepat sekali menyelesaikan makanan dan meneguk habis air putih yang masih hangat. "Permisi."
"Jangan lari-lari sayang, nanti kamu terjatuh." Teriak Anita ketika melihat Clarissa dengan baju kebesaran milik Putra sudah melesat jauh.
Clarissa berlari menaiki tangga tanpa memperdulikan teriakan Anita yang memperingatkan dirinya untuk berhati-hati. Terlihat Putra sudah membawa masuk kopernya kedalam kamar tamu setelah dua pelayan rumah keluar sembari membawa peralatan pembersih rumah, saat berpapasan dengannya dua pelayan itu menunduk kecil dan dia balas dengan anggukan singkat. Kembali dia lanjutkan langkahnya menuju kamar tamu, terlihat koper besarnya sudah terbuka dan ada satu pelayan yang sedang menggosok bajunya dan menaruh kedalam lemari.
"Putra....."
Putra yang sedang mengeluarkan pakaian dan menaruhnya diatas meja didekat pelayan yang sibuk merapikan pakaian Clarissa pun menoleh. "Eh, lo udah bangun Ca?"
"Kenapa semua baju gue dibawa kesini? gue cuma mau nginep malem ini doang." Menatap pelayan yang sedang melipat pakaian dalamnya, lancang sekali, pelayan itu menunduk kecil yang tidak dihiraukan oleh Clarissa, "gue nginep bukan mau pindahan, mba masukin lagi kedalam koper."
Pelayan itu tidak mendengarnya dan hanya fokus pada pekerjaannya. "Mba...."
"Kalau udah jadi bagian dari keluarga ini, baru deh bisa nyuruh mbanya," Clarissa mundur perlahan ketika Putra menaikkan kaosnya yang turun karena kebesaran itu, "udah sih, nyokap lo juga yang bilang bakal nitip lo disini, mungkin nanti bakal kesini, lagi beresin rumah. Mumpung libur katanya."
Clarissa hanya terdiam, benarkah mamanya mengatakan hal itu? tidak seperti biasanya.
"Clarissa....." Anita masuk membawakan segelas susu putih. "Ada mama kamu dibawah, ganti pakaiannya yang lebih nyaman ya? kan kamu sudah mandi juga."
"Mama dateng?"
"Iyaa... Ayo Putra." Putra menyusul mamanya setelah mengatakan pada pelayannya untuk terus menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai.
...🌼🌼🌼...
"Hati-hati sayang...." Gio menahan lengan Clarissa agar menghentikan aksinya untuk berlari, mereka bertemu dianak tangga. "Kenapa harus terburu-buru sih, mama kamu gak akan pergi sebelum bertemu denganmu."
"Maaf om."
"Ayo turun bersama om." Karena terlalu khawatir dengan Clarissa yang terlalu suka berlari, membuatnya mengurungkan niat untuk menuju ruang kerjanya.
"Mama...."
"Icaaaa....." Clarissa menabrakkan diri kedalam pelukan sang mama, rasanya seperti sudah lama sekali tidak bertemu dengan mamanya. Padahal mereka tidak pernah sekalipun berpisah. "Kamu baik-baik saja? maaf karena mama, kamu sampai terluka, tante sangat berterima kasih sama Putra sudah mau membawa ica kesini."
"Sama-sama tante."
"Ica, dengarkan mama ya, untuk sementara kamu menginap disini dulu. Disini adalah tempat yang aman agar papa kamu tidak membawamu dengan berani, mama akan menyelesaikan masalah kami dengan tuntas. Mama akan tetap mempertahankan kamu dan kak Bintang, mama tidak ingin berpisah dengan kalian."
"Kak Bintang?"
Dinda menggeleng. "Dia belum bisa dihubungi,"
Anita berdiri dan mengelus puncak kepala Clarissa. "Pasti Bintang juga masih shok, dia juga membutuhkan waktu untuk sendiri. coba kita pahami ya?"
"Dokter Gio, terima kasih sudah memberikan keputusan yang tepat untuk kami, Mba anita, terima kasih, maaf saya harus merepotkan mba untuk sementara."
Anita menggeleng. "Itu tidak merepotkan kok, saya malah senang kalau Clarissa menginap disini."
"Ica akan menginap dirumah Anya."
"Sayang, keluarga mereka sedang ada masalah, makanya mama tidak berani untuk menitipkan kamu disana, Anya tidak pernah ada dirumah, dia selalu pergi dan pulang larut."
"Anya gak pernah cerita apapun sama ica."
"Karena Kanya pasti tidak ingin membuatmu juga kepikiran tentangnya," tutur Dinda.
Dinda kembali memeluk tubuh Clarissa, mengecupnya beberapa kali dan kembali dipeluknya sangat erat, dia berbisik lirih. "Kamu percayakan semuanya sama mama, papamu akan menyesal telah memilih wanita itu, tunggu sebentar, kita akan bahagia bersama tanpa papamu." Clarissa hanya menganggukkan dibalik bahu Dinda,
...🌼🌼🌼...
Kini Clarissa terdiam didalam kamar yang akan di tempatinya untuk sementara. Setelah mamanya berpamitan, dia langsung mengurung diri dikamar.
"Ca...." Putra duduk disamping Clarisaa yang sedang memeluk kedua lututnya menatap keluar jendela. "Keluar yuk, lo pasti bosen."
"Put, gue harus gimana? gue gak mau bokap nyokap gue berpisah,"
"Ca..." Putra menggenggam tangan Clarissa, menautkan jari jemari mereka. "Mungkin itu yang terbaik buat bokap nyokap lo, kalau mereka memaksakan buat terus bersama karena lo sama kak Bintang, itu malah membuat semuanya semakin buruk."
"Maksudnya.."
"Broken home emang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi kalau memilih tetap bersama tapi hati sudah tidak lagi bisa bersatu, yang ada nyokap lo makin terluka Ca," tangannya mengelus kepala Clarissa. "Dengan mendukung apapun yang menjadi keputusan nyokap lo, sebagai anak lo harus terima dan terus berada disisi nyokap lo."
Clarissa melepaskan genggaman itu, kepalanya menatap kearah lain, menyembunyikan senyuman tipisnya.
Jadi begitu, rasanya genggaman tangan Putra?
"Kayak lo paham aja."
"Pelajaran."
"Hah?" satu kata Putra membuatnya tampak berpikir. "Maksudnya?"
"Lo gak bakal ngerti, udah sana ganti baju, lo bakal gue aja ke tempat yang bikin lo lupa sama masalah lo hari ini."
...🌼🌼🌼...
"Ngapain sih kesini?" jalan yang sudah dipasang palang dilarang lewat sangat ramai, mereka besorak gembira ketika melihat mobil yang ditumpangi Clarissa masuk kedalam kawasan. "Gue mau dirumah aja."
"Kata Noel sih ada Kanya disini."
"Yaudah gue mau disini." Saat sudah memarkirkan mobil dengan benar, Clarissa menerima sodoran ponsel dari tangan Putra, "kenapa?"
"Dari sore kita gak tahu dimana ponsel lo, selagi nunggu yang itu balik atau beli lagi, lo boleh kok main game diponsel gue. Download apa aja deh terserah."
Clarissa meneliti ponsel Putra, "ada paketnya kan?"
"Astaga ica, ya adalah, konternya aja bisa gue beli."
Clarissa tertawa. "Gue download free fire yak?"
"Hmm...." Putra mendesah pelan, ada kekesalan tersendiri kalau Clarissa memegang ponsel, dia akan kembali tidak menanggapinya, apalagi ipods yang Putra herankan selalu dibawa Clarissa sudah menancap ditelinga perempuan itu.
Putra memutari mobil, membukakan pintu untuk Clarissa. Walaupun dia tengah fokus pada game, hanya berjalan membuntuti Putra dia masih mampu.
Banyak suara godaan dari orang-orang yang kaget, tidak pernah melihat Putra berjalan diikuti oleh seorang perempuan, yang mereka dengarpun Putra tidak pernah membolehkan siapapun menyentuh bangku penumpang dimobilnya, termasuk teman-teman dan Marisa yang notabene sebagai mantan kekasihnya itu.
Dalam garis besar, Clarissa perempuan pertama yang diizinkan duduk tanpa terpaksa.
"Wihhh, siapa itu bos?"
"Mau tahu aja, gue naik." Berjabat tangan pada teman-teman dari komunitas motor yang sedang nongkrong diarea halaman depan kafe.
Memasuki lantai dua, Putra menarik sweater Clarissa menuju meja yang sudah tersedia minuman dan jajanan ringan. Putra hanya tersenyum kecil ketika dia sudah dengan gaya romantisnya menarik kursi untuk Clarissa duduki, namun dengan polosnya perempuan itu duduk dikursi lain.
Putra menghentikan obrolannya ketika terdengar suara decakan kesal dari mulut Clarissa karena kalah bermain game. "Tangan lo buat gue gak konsen Put."
"Sorry." Perlahan ia turunkan tangannya dari pipi gembul Clarissa.
Putra kembali terdiam, jalan lurus didepan Kafe ini telah mereka ubah menjadi sebuah arena balapan yang akhirnya sangat membantu usaha Rinda. Putra tersenyum dan mengangguk kepada beberapa orang yang menyapa melewatinya, atau membalas sapaan pelayan yang sangat mengenali Putra.
Mood nya memburuk ketika dua manusia hadir didekat mereka. Dua manusia itu bernama Kanya dan Vina, Kanya si sahabat Clarissa yang sangat terus terang membenci Putra dan Vina si teman dekat Kanya yang terlihat malu-malu saat bertemu Putra namun dibelakang dia ikut menghujat dirinya.
Melihat Clarissa tampak tertarik dengan kehadiran keduanya, Putra memilih untuk pergi.
Putra duduk diantara teman-teman dekatnya, dia hanya duduk dan memperhatikan Clarissa yang tampak tersenyum dibalik pelukan Vina.
"Coy," Putra mendongak, menatap Rinda yang menepuk bahunya. "Lo bawa siapa, kita gak terima single."
"Kayak lo ada bawaan aja?"
"Gue udah ngincer Vina,"
Delisa yang duduk didekat mereka terbatuk. "Bisa hilang nyawa lo kalau bokapnya tahu." Ucapnya setelah Noel memberikan minum dan menenangkan kekasihnya yang terbatuk.
"Aman, gue gak bakal buat dia terluka." Rinda sangat percaya diri. "Hayo lo Put? mau bawa Clarissa lo?"
"Gak lah, dia lagi sakit."
"Jadi lo bawa siapa kambing, tinggal jawab aja sih emosi gue." Rinda yang menunggu jawaban Putra merasa ingin menerkam sahabatnya itu.
"Tahan bro,, tahan....." Noel yang melihat tingkah emosi Rinda, bergegas menahannya. Delisa hanya cekikikan melihat tingkah mereka yang konyol.
"Kanya."
"WHAATTT!!!!!!!!!!?!!" komunitas yang duduk didekat mereka tidak sengaja menjadi pendengar juga ikut berteriak, salah satu yang berkumpul disana memutar kursi untuk berhadapan.
"Lo bawa Kanya Put?" Sebut saja Leo, pria dengan hidung mancung dan alis tebal itu bertanya pada Putra dengan wajah serius, dia adalah mantan ketua mobil mereka, yang sekarang menjabat menjadi anggota yang suka-suka kapan ingin berkumpul. "Kita semua tahu, Kanya alergi sama lo, sampai dia aja benci gitu sama semua temen lo."
"Betul!!!!!!!" Sorak mereka.
"Di coba dulu dong." Putra bangkit dan berjalan menghampiri meja Clarissa dkk. Dia berdiri dibelakang kursi perempuan mungil itu. "Ca, turun yuk, udah mau mulai."
"Ehhh, entar, Ca anterin gue ketoilet dulu kuy." Kanya melebarkan matanya, ketika melihat Clarissa menengang akibat rangkulan Putra dari belakang.
"Gak boleh, pergi aja lo sama Vina." Menarik Clarissa agar membuntutinya.
...🌼🌼🌼...
Rasanya Clarissa ingin menghilang saja, bibirnya tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Matanya terus menatap ketangannya yang bertautan dengan tangan Putra.
Ini Putra?
Putra loh....
Putra Rizki Adietama, laki-laki yang Clarissa sukai sejak kelas dua SMP karena tidak sengaja mendengar dia sedang menyanyikan salah satu lagu Bad Omens.
Bolehkah waktu dihentikan sebentar saja? Clarissa ingin mempotret tangan mereka yang saling menggenggam.
Senyumannya memudar ketika Meysa si ratu kecantikan mendekat dan tiba-tiba memeluk Putra.
"Kamu kemana aja? aku cariin dari tadi."
Putra melepas rangkulan tangan Meysa pada lehernya dengan satu tangan. Maklumi, tangan satunya masih menggenggam tangan Clarissa.
"Aku denger balapan nanti harus bawa partner kan? aku mau kok nemenin kamu."
"Lo kan tau, siapapun gak boleh duduk dibangku penumpang mobil gue."
"Tapi kenapa si cadel bisa?" alisnya terangkat menatap Clarissa. "Kenapa dia bisa?"
"Namanya Clarissa, dan lo udah tau jawabannya....."
Meysa menatap tajam Putra. "Dan aku masih gak terima sama alasan aneh kamu."
"Gue gak perduli, minggir..." Dengan dorongan bahunya, Meysa menepi, membiarkan Putra dan Clarissa melewatinya dengan tangan masih saling menggenggam, semakin membuatnya terasa panas.
Dari arah jauh tampak Daze merentangkan kedua tangannya dan berlari kearah Clarissa, langkah kaki laki-laki itu berhenti mendadak ketika kaki panjang Putra berhenti tepat dihadapan Clarissa. "Mundur atau gue tendang."
"Childhish banget, iri bilang boss." Mengeluarkan ponsel dengan menatap sinis pada Putra, "ni ponsel lo, jatuh dimobil gue."
"Wahhh," Ponsel yang digenggam, dia serahkan pada Putra tanpa berbasa-basi, meraih ponsel miliknya dan langsung membukanya.
"Mati, kayaknya pas lo jatuh itu deh. Mau gue hidupin gak bisa, entar gue ganti."
"Gak usah,"
"Gakpapa Ca, sini gue ambil lagi, gue kan perlu izin dari pemilik."
"Gak usah Ze."
"Gak apa-apa Clarissa."
Dengan emosi tingkat tinggi, Putra meraih ponsel Clarissa yang masih menjadi tarik ulur oleh pemilik dan tersangka. "Clarissa bilang engga ya enggak. Pergi lo ******," menarik Clarissa menuju meja kosong yang memang menjadi tempat favoritnya.
Baru dia mampu meredakan emosi dari sahabatnya, hadir kembali wanita menyebalkan dengan nama panggilan Kanya. Dia menumpahkan semua kekesalah pada Daze dan sahabatnya itupun ikut mendapat semprotan sadis dari Kanya.
"Hey, hey, sudah. Kenapa harus berantem sih kalau ketemu." Noel dan Delisa datang menghampiri, bahkan satu sekolah sudah biasa mendengar keributan yang diperbuat oleh Daze dan Kanya. "Lo jadi Put bawa Kanya? berani lo?"
"Berani lah."
"Gak takut kualat lo Put, bawa Kanya bisa jadi malapetaka buat lo."
"Ehhh, apaan nih bawa-bawa gue."
Daze tersenyum. "Putra mau jadiin lo partner balapan dia malam ini, jangan bikin mood dia buruk ya Nyak."
"Kata siapa?" Clarissa menatap kaget.
Kanya lebih tidak terima. "Enak aja..."
"Gue gak tahu apa-apa?" potong Clarissa, "gue gak izinin Kanya ikutan."
"Heii, santai Ca, kalau sahabat lo ini kenapa-kenapa, ada gue yang gantiin jagain lo." Semprot Daze.
"GAKK!!!!!!? jangan sakitin sahabat gue juga."
"Juga?" Clarissa tidak menanggapi pertanyaan Putra.
Dia menatap kearah Delisa, "Lo gak boleh ikut, termasuk Vina." Menatap perempuan dengan rambut panjang itu tengah bersalaman dengan para komunitas lain.
"Hey, tenang ica ku." Kanya merangkul Clarissa. "Temen-temen lo ini gak bakal kenapa-kenapa? Putra juga gak bakal berani nyakitin gue."
Putra tersenyum sinis. "Sepercaya itu lo?"
"Ya dong, kalau sampai lo nyakitin gue, kemungkinan besar Clarissa bakal benci sama lo semua." Ucapan terakhir diiringi tawa. "Lagian dia bawa gue juga bakal menang kok. Jadi, tenanglah sahabat."
"Pinter banget, punya pegangan." Kanya hanya menanggapi kalimat Putra dengan seringai kemenangan. "Kalau gue menang berkat lo, apapun yang lo minta gue turutin."
"Deal, dimana mobil lo." Putra menunjuk kearah mobilnya yang sudah berada digaris parkir. Putra berjalan diikuti Kanya yang tersenyum lebar.
Karena tidak bisa merem langkahnya, membuat Kanya menubruk punggung Putra. Hampir saja dia marah namun tidak jadi karena melihat wajah Meysa yang sangat kesal, Kanya tersenyum lebar.
"Putra, aku kan udah bilang, aku mau kok jadi partner kamu malam ini," Putra tidak menanggapi, tiba-tiba Kanya mendorong hingga membuat perempuan berpakaian sexy itu terhuyung kebelakang.
"Geser b*tch, lo ngalangi jalan gue." Putra hanya tersenyum tipis melihat Kanya yang berjalan melewatinya.
💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rizkina Nurhidayah
semangat😍
2020-12-03
1
~🆑Yetty_Hero🆑~
bomlike, mampir ya "Noble Princess and Royal Prince"
2020-12-03
1