💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
"Kamu Clarissa?" Clarissa tersenyum dan menunduk kecil. "Kamu cantik, mirip sekali dengan Dinda."
"Om mengenal mama ku?"
Bram mengangguk keras. "Sangat, om dan Gio berteman dengan mama mu sejak SMA. Benarkan Gio?"
"Em...."
"Mama mu dulu sangat populer sekali, pasti kamu juga." Clarissa menggeleng kecil. "Tidak? wah, seharusnya kamu populer seperti mama mu, banyak sekali pria yang suka padanya dulu. Bahkan mengincarnya untuk menjadi istrinya. Tapi ada yang merasa kecewa saat tau wanita itu malah menikah dengan perawat rumah sakit."
Bram berjingkat mundur, Gio hampir menendangnya. "Tutup mulutmu Bram, Clarissa pasti tidak suka mendengar cerita masa lalu ibunya."
"Haih, kenapa tidak suka. Itu cerita yang menarik. Benarkan Clarissa?"
Clarissa mengangguk, "mama tidak pernah cerita kalau berteman dengan om Gio dari SMA?"
"Untuk apa diceritakan, pasti mama mu tengah menyesal."
"Menyesal kenapa?"
Gio menatap kearah lain saat Clarissa menatapnya, bertanya tentang penyesalan mamanya. kenapa juga harus menatapnya. "Hah, sudahlah, kamu bisa tanyakan pada mama nanti ya? mari kita pulang."
"Rasanya papa ingin sekali menjadikannya menantu, Rinda mau?" Gio mengurungkan niatnya untuk mengajak Clarissa pergi setelah mendengar pertanyaan konyol itu. "Mau tidak?"
"Tergantung Clarissanya saja pah, kalau mau, ya Rinda mau." Nafas Gio memburu, enak saja dua orang itu, "memang papa gak masalah?"
"Haih, apa yang jadi masalah papa? kalau kamu okey, papa akan menemui Dokter Doni nanti." Tiba-tiba Bram menatap Erlangga. "Bagaimana menurutmu Er??"
"Boleh juga," jawabnya.
Erlangga tersentak ketika tangannya ditarik oleh Gio, "kamu pulang sama om saja, kita kan searah, jangan satu mobil bersama dua orang aneh ini. Kamu akan jadi ikut aneh." Yang disindir hanya tertawa menanggapi ucapan Gio yang terlihat tidak senang,
Ayah dan anak itu melambaikan tangan kearah mobil yang dikendarai Gio dengan ekspresi menggelikan. Gio yang melihat itu hanya memberikan respons dengan mengklakson mobil lalu melintas pergi.
...🌼🌼🌼...
"Om beneran teman SMA mama," Gio menghela nafas, kenapa lagi Clarissa membahas soal itu. "pantas saja om selalu baik sama ica,"
"Heyy,, berbuat baik sama orang kan tidak harus memandang sama siapa. Kalau mama mu bukan teman sekolah om, om akan tetap membantu." Dia sedikit tersenyum kebelakang, dimana Clarissa duduk. Namun senyumnya memudar ketika tidak sengaja matanya bertemu dengan mata Erlangga, sahabat anaknya itu menatap datar dengan tatapan yang sangat dimengerti oleh Gio. "Alihkan matamu Er. Mau om congkel?"
"Enggak om, maaf." Erlangga beralih menatap keluar jendela, ya untungnya buat dia juga apa, mengetahui bahwa ayah sahabatnya dulu pernah menyukai ibu dari perempuan yang dicintai sahabatnya. "Om, oma ingin mengajak om makan malam."
"Wah, nanti akan om cari waktu yang senggang." Dia putar kemudi dengan perlahan. "Apa kabar oma mu Er?"
"Baik om. Boleh Er turun dibengkel, motor Er disana om."
"Baik," bengkel yang ditunjuk Erlangga sudah terlihat, segera Gio memelankan kecepatannya lalu masuk dalam kawasan bengkel motor dan mobil itu. "Motormu rusak?"
"Hanya memodifnya saja om."
"Butuh apa-apa jangan sungkan katakan pada om." Erlangga mengangguk sembari memakai tasnya dan membuka pintu mobil. Clarissa yang sudah keluar bergegas menggantikan posisi Erlangga tadi. "Terima kasih om,"
"Sama-sama Er, kabari om jika sudah sampai rumah." Erlangga mengangguk lalu menutup pintu yang sudah diduduki Clarissa didalamnya. Lambaian tangannya mengiringi melintasnya mobil Gio sampai tidak terlihat lagi.
"Macet nih."
"Iya om." Matanya menatap kearah luar jendela, kesempatan jalanan macet diambil oleh pedagang kaki dan para pengamen.
"Kamu haus? om akan carikan minuman."
"Gak usah om," Gio mengurungkan niat untuk turun dari mobil. "Ica gak haus kok."
"Kamu jangan sungkan-sungkan sama om," terlihat mobil didepannya mulai berjalan perlahan. "Om gak masalah loh kalau kamu repotin."
"Tinggal dirumah om, diantar jemput sekolah saja sudah merepotkan." Tersenyum tipis menatap Gio, merasa tidak enak karena selalu menyusahkan orang lain. "Ica gak mau jadi benalu dihidup semua orang."
"Hus, kenapa mengatakan hal itu? Padahal om santai saja, oh iya, besok saat sidang pertama mama kamu dimulai, mau datang?"
Clarissa menggeleng, jangankan untuk datang, mendengar kalimat itu saja sudah sangat membuat dirinya takut. Bagaimana kalau sidang putusan atas hak dirinya dan Bintang menjadi hak papanya, Clarissa tidak ingin. "Jangan takut. Mau om temani?"
"Gak deh om, ica mau latihan basket, sabtu pengambilan nilai untuk ica sendiri, kemarin sempat tidak ikut karena sakit." Menghindari semuanya mungkin terasa lebih baik, untuk urusan itu, Clarissa sudah ahlinya. "Memangnya om tidak sibuk? masa mau meninggalkan Rumah sakit terus menerus?"
"Haiss,," menoel hidup Clarissa gemas, membuatnya tersenyum kecil. "Apa kamu lupa? rumah sakit itu milik siapa?"
"Tapi kan tidak baik?"
"Tidak baik kenapa coba??"
"Um," mendongak, mencari jawaban yang tepat. "Usaha akan terus maju kalau pemiliknya bersemangat untuk selalu memantau."
"Siapa bilang? selama ini baik-baik saja, apa kamu mau om temani untuk keliling dunia, mengikuti Bad omens konser kemana saja? om bisa," kalimat itu membuat Clarissa tertawa geli. "Om tinggal serahkan pada Putra, kita tinggal jalan-jalan."
Untuk apa melakukan itu? Clarissa menggeleng. "Kasihan putra."
"Kenapa harus mengasihani anak seperti dia, berbuat semaunya."
Tiba-tiba Clarissa merindukan Putra, rasanya sebagian nyawanya mengambang begitu saja. Walaupun setiap dekat dengannya, dia selalu merasa tidak nyaman, tapi sikap baik putra membuatnya tenang. "Terima kasih om."
"For what??"
Keluarga Adietama adalah yang terbaik, disaat segalanya yang dia anggap begitu berharga ternyata tiada. sebuah keluarga yang sangat ia takutkan nyatanya menjadi penguatnya, penyemangatnya.
"Ada untuk ica. Keluarga Adietama adalah yang terbaik untuk ica, terima kasih sudah menerima dan menjaga ica saat ini."
Gio mengelus puncak kepala Clarissa, "kenapa kamu selalu mengatakan hal itu sayang, om senang melakukannya. Mungkin karena om belum pernah merawat anak perempuan, maka dari itu om sangat ingin menyayangimu. Tidak masalah kan?"
Clarissa mengangguk. Dulu dia begitu menyukai papanya, bekerja setiap waktu dengan alasan ingin membahagiakan anak-anaknya, namun kenyataannya dia malah menyakiti anak-anaknya. Clarissa hanya butuh seorang pahlawan saat ini. Menerima baik orang-orang yang selama ini mencoba dia beri jarak tidak ada salahnya.
"Mulai sekarang, belajarlah untuk bersikap baik pada tante ya? dia sangat menyukai mu." Clarissa mengangguk, dia akan membuang semua rasa takut yang selalu dirasuki oleh kedua orang tuanya. Memang benar karena Putra dirinya selalu bertemu dengan masalah, tapi dia harus mendekati keluarganya untuk mencari perlindungan. Memanfaatkan kebaikan orang demi kebaikannya juga tidak masalah kan?? "Jadi, apa kamu tetap tidak mau melihat persidangan mama mu besok?"
"Ditemani om kan?"
"Iya dong,"
Clarissa menghembuskan nafas pelan, "ica mau kesana. Latihan basket bisa diundur."
...🌼🌼🌼...
Saat ini, chef Aldo dan beberapa pelayan dirumah Adietama tengah menyiapkan makan siang, beberapa hari ini selama Clarissa menginap dirumah besar, Anita dan Gio selalu menyempatkan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.
Mereka tidak pernah sekalipun absen untuk meninggalkan acara makan bersama, padahal sebelumnya belum pernah seperti ini. Chef Aldo dan pelayan khusus untuk makanan hanya bertugas menyiapkan sarapan dan makan malam jika diminta saja, selebihnya mereka akan menghabiskan waktunya di rumah belakang.
Anita sudah berdiri didepan pintu, bibir merahnya sudah tersenyum lebar ketika melihat mobil suaminya berhenti tepat didepan pintu rumahnya. "Tanteeee....."
Matanya melebar, melirik suaminya yang mengetahui keterkejutannya ketika Clarissa memeluknya. "I-iya.."
"Tante dirumah lagi? apa om sama tante tidak sibuk? tidak ada pasien?"
Anita memeluk Clarissa lagi, tidak membiarkan perempuan mungil itu melepaskan pelukan. "Tante senggang, beberapa pasien ingin menemui tante nanti sore." Merangkul Clarissa, melepaskan tasnya dan dia berikan kepada pelayan yang berdiri tidak jauh darinya. "Chef aldo sudah menyiapkan makan siang kita, kamu ganti baju nanti ya??"
"Iya tante.." Gio mengikuti keduanya menuju ruang makan, tiga menu sudah tersaji diatas meja, dengan piring dan gelas berisi air putih dingin. "Wahh, ica memang sudah laper."
Chef aldo menunduk kecil ketika para tuannya sudah masuk keruangan. "Selamat siang nona Clarissa."
"Chef, kan sudah ica kasih tau, panggil ica saja."
"Hmm, baik nona ica."
Clarissa menggeleng kecil. "ica saja, tidak usah pakai nona."
"Maaf, saya tidak bisa." Pria dengan clemek dan sarung tangan khasnya berjalan mendekati meja setelah ketiganya duduk. "Hari ini, menu makan siang special untuk nona ica."
"Salad Ayam."
"Cumi tempura."
"Ayam bakar sambel."
Piring berisi ayam bakar sambel bergeser maju, Clarissa hanya tersenyum malu menatap Chef Aldo. "Maaf Chef, ica gak suka pedes."
Wajah Chef Aldo tampak terkejut, menatap Anita yang menajam memandangnya. "Maaf, saya pasti salah baca?"
"Baca."
Chef Aldo menggigit bibir bawahnya, kenapa dia harus mengatakan soal baca itu. Dia akan kena sanksi oleh Anita nantinya. "Haih, kalau tidak suka, biar om yang habiskan."
"Iya om." Gio menggerakkan kepalanya memandang Chef Aldo, meminta pria manis itu untuk meninggakkan ruangan.
"Selamat makan." Menunduk kecil dan berlalu pergi.
...🌼🌼🌼...
Tok.. Tok.. Tok..
"Boleh tante masuk?" Anita melongok kedalam, melihat Clarissa yang tengah membaca buku pelajaran setelah sarapan selesai, hari ini dia harus mengikuti ulangan matematika susulan, membuatnya belajar ekstra. "Kamu sudah siap?"
"Iya tante." Memasukkan beberapa buku paket dan buku tulis kedalam tasnya. Dia berjalan mendekat kearah pintu, membuka lebih lebar agar dapat menatap Anita dengan benar. "Ini udah siap kok, baru mau keluar."
Mereka berdua menuruni tangga beriringan. "Katanya kalau jadi, besok Putra pulang loh."
"Oh, hmm.."
"Kok kamu kelihatan kayak gak senang gitu,"
Siapa yang tidak senang, Clarissa merindukan tatapan matanya, caranya mengajak bicara, saat ini dia hanya tidak bisa dan tidak terbiasa. "Eng,, biasa aja tante..."
Anita merapikan rambut Clarissa, menatap sejenak sebelum dia masuk kedalam mobil yang sudah bertengger tuan Adietama beserta supir pribadi. "Tante boleh kan minta tolong sama kamu?"
Mengerjap beberapa kali, "boleh, apa tante?"
"Mungkin selama ini yang buat kamu tidak pernah merasa nyaman sama tante karena adanya Putra. Tapi tante mohon, mulai sekarang, tetaplah seperti ini walau ada Putra sekalipun." Setelah mendapat peringatan pedas dari Kanya, Anita menjadi merasa takut kalau Clarissa akan benar-benar dijauhkan, "bisa?"
"Clarissa coba." Memeluk Anita sekejap. "Dada tante."
"Hati-hati sayang."
...🌼🌼🌼...
Clarissa mendengus pelan, kenapa harus seperti ini keadaannya. Setelah menyelesaikan ulangan susulannya dijam kosongnya ini, dia harus melewati Meysa dan dua anteknya diujung lorong. Dan lagi, kenapa akhir-akhir ini beberapa siswi juga senang ikut duduk disana, mereka seperti sedang merencanakan sesuatu.
Hembusan nafas penyesalanpun keluar, kenapa dia menolak untuk diantarkan oleh Kanya tadi, seharusnya juga dia susul saja teman-temannya yang berada dikantin. Terlihat segerombolan anak laki-laki yang hanya menatap kearahnya, tanpa berniat ingin merelai, mereka juga malas berurusan dengan Meysa. "Haii Clarissa."
"Hai.."
"Gabung sini dong, mau kemana sih?"
"Gue harus ikut ulangan susulan nanti." Bahunya didorong kebelakang hingga dia terjerambah kelantai. "Aw.."
"Sakit.."
Clarissa diam saja, membersihkan telapak tangannya yang kotor, dia bangkit perlahan dan dia bersihkan rok bagian belakangnya. "Ada apa lagi sih?? kita udah bahas kemarin kan,"
"Ini gak ada sangkut pautnya sama Putra kok, cuma lagi pengen gangguin lo aja."
"Ya kenapa?? alasannya?"
Jesika menatap jengah. "Ya karena lo alasannya, pake tanya lagi."
"Yaudah terserah, gue pergi." Clarissa meneteskan air matanya, dia sudah berusaha untuk menghindar, namun saat berbalik seseorang telah mendorongnya hingga tersungkur. Lututnya terasa perih, diiringi tawa dari para siswa yang menatapnya.
"Pinjem jaket lo." Meysa dan kedua temannya menatap kaget, bahkan seluruh siswi yang tengah duduk disana ikut terkejut, menghentikan aksi tawa bersama, debaran jantung mereka mulai berpacu cepat.
Sorang siswa yang sedang nongkrong tidak jauh, merasa ditunjuk membuatnya berlari mendekat, melepaskan jaket dan dia berikan kepada laki-laki dihadapannya.
"Putra... Kamu sudah pulang?"
Laki-laki itu hanya melewati Meysa dengan membawa jaket yang dia pinjam secara asal, menaruhnya diatas paha Clarissa akibat rok yang tersibak karena jatuh. "Masih bisa berdiri?"
Clarissa tidak menjawab, dia hanya kesal kenapa harus dia yang merasakan ini. Dia hanyalah siswi SMA yang menyukai seorang siswa SMA yang menonjol, lagi pula tidak ada yang tahu akan hal itu. Tapi rasanya, benar-benar menyesakkan.
Karena tidak mendengar jawaban Clarissa, Putra membantunya membalikkan badan, menatap wajah perempuan yang sudah sembab karena menangis dalam diam. Dia bergerak menggendongnya.
Langkahnya berhenti ketika berada didekat Meysa dan dua temannya yang sudah memasang wajah ketakutan, mungkin mereka kaget saat melihat Putra disekolah padahal berita mengatakan dia akan pulang besok.
"Gue, udah pernah peringatin sama lo."
"Tapi aku..."
"Jangan pernah berharap lebih sama keadaan gue dan lo, itu cuma kebetulan, gak akan ada yang berubah, ini terakhir gue liat lo kayak gini. Bukan sama ica aja, tapi sama semua siswa ataupun siswi disekolah ini." Meysa benar-benar dibuatnya terdiam, rasa kesal semakin menguasai dirinya saat melihat Clarissa merangkul dileher Putra dan bersandar pada bahunya, "lo." Menunjuk laki-kaki yang dia pinjam jaketnya. "Ingat semua siswi yang ada disini, bilang sama gue setelah itu."
"Siap.."
💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Pena Remaja
like 💚💚💚💚
2020-12-16
1