Mova sudah tertidur pulas. Raven pula duduk di sampingnya. Berkali-kali dia menghela nafas. Kamar Mova sangatlah jauh dari standar kamarnya.
Kasur Mova langsung di atas keramik pucat. Dinding tidak bercat dan lemari terlalu kecil untuk menampung barang-barang. Alhasil banyak barang-barang Mova berserak di atas lantai. Kamar mandi lagi lebih parah. Raven bahkan tidak berani menginjakan kaki di sana karena sumpek dan gelapnya.
"Raven.."
Ada ketukan disertai panggilan. Itu suara Samara. Raven beranjak dari duduknya. Astaga, dingin sekali ternyata duduk di lantai.
"Ada apa?" Raven menutup pintu dibelakangnya, takut cahaya terang membuat Mova terganggu.
"Tidur lah di atas. Aku sudah menyiapkan kamar."
"Tidak apa-apa, aku disini saja." Raven masih membalas sopan. Meskipun dia kesal karena Samara adalah salah satu orang yang membiarkan Mova tidur di tempat tidak layak, tetap saja dia luluh karena Samara sahabat lamanya.
"Aven...aku tahu kamu tidak nyaman di kamar Mova. Ayo pindah." Samara menarik pelan lengan Raven. "Ayo."
Raven menurunkan pelan tangan Samara dari lengannya. "Aku tidak apa-apa. Kamu kembali saja sana."
Raven mendorong pelan pintu dibelakangnya. Tangan Samara mencegat lagi.
"Aven...sejak kapan kamu sedekat ini dengan Mova?"
Raven melepaskan lembut tangan Samara, lalu menutup pintu.
Dia juga tidak tahu sejak kapan sedekat ini pada Mova. Yang pasti, Raven rasa inilah yang memang seharusnya terjadi diantara dia dan Mova.
Kembali ke lantai yang dingin,Raven menaikkan selimut Mova sebatas dada. Meski hanya cahaya remang lampu tidur yang menyenter Raven melihat jelas wajah tenang Mova.
Raven meletakkan kepalanya di pinggir bantal Mova. Ternyata begitu rasanya melihat Mova tidur, tenang dan nyaman sekali. Sama seperti ketika dia melihat Mova pulas di ranjangnya semalam.
"Ketika kau membuka mata besok, semua akan berubah," gumam Raven. "Aku menjaminnya."
Eunggg
Mova melenguh dan memiringkan tubuh kepada Raven. Dia meringkuk sejuk dibalik selimut tipis. Sebagai pria apalagi yang Raven lakukan. Dia menarik lembut pinggang Mova untuk naik ke tubuhnya. Setelah itu Raven menggeser tubuh ke tengah kasur.
Mova yang lelap tidak terganggu sama sekali, hanya mendengkur halus menikmati tangan Raven yang naik turun di surainya.
***
Kringggg
Alarm berteriak nyaring, membuat Mova mulai bergerak-gerak karena terganggu.
Mova menarik tubuh dari kasur dan menekan alaram di nakas. "Berisik!" umpatnya.
Dia menguap kemudian. Tunggu dulu. Mova membalikkan tubuh. Raven masih tertidur pulas. "Eh..." Mova mendelik. "Jadi semalam aku tidur diatasnya? Astaga."
Mova menjambak rambutnya frustasi. Matilah dia. Samara pasti akan memarahinya. Aduh, sial-sial.
"Raven.." Mova mengguncang kasar bahu Raven. "Bangun..matahari sudah tinggi loh. Raven!"
Pria itu samar-samar membuka matanya. "Morning, sayang."
"Sayang kepalamu peyang," sembur Mova galak. "Pergi sana!"
Raven menggeser tubuhnya ke dekat Mova. "Morning kiss dulu baru aku pergi."
Mova mendelik. Apa-apaan pria itu. Apa kepalanya semalam terbentur aspal atau semacamnya?
"Karena kau malu, sini biar aku saja yang melakukannya." Raven bangkit, ia mengecup cepat pipi Mova.
"Bagiamana? Mau lagi?" tawar Raven tanpa malu.
Pluk
Mova menghempas bantal kepada Raven. "Pulang kau sana manusia mesum!"
Mova berdiri. "Awas saja setelah aku sikat gigi kau belum pergi," ancam Mova kemudian.
Siapa yang peduli ancaman? Raven membaringkan tubuh lagi setelah Mova masuk ke kamar mandi. Ternyata kasur kecil Mova tidak seburuk yang ia pikirkan semalam. Aroma tubuh Mova yang melekat di atasnya terasa begitu nyaman di hidung, tentu juga membawa ketenangan di dalam dadanya. Mungkin lain kali dia perlu menginap lagi di kamar Mova. Ide bagus. Apalagi kasur Mova sempit, dia bisa mendapat banyak keuntungan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments