Pacar

Ting

Pintu lift terbuka. Kaki Hansen yang hendak keluar menjadi kaku. Ia mengerjap-ngerjapkan mata. Lalu kembali menatap dengan intens dari atas kepala hingga ke kaki.

"Kau Mova kan?"

"Apa sih," gerutu Mova kesal akan tatapan Hansen. Dia melangkah masuk ke dalam lift.

"Kau mau turun atau tidak?" sinisnya pada Hansen kemudian.

Pria itu malah memutar leher padanya. "Mova mengenakan pakaian selain warna pink. Wah, ini keajaiban dunia yang kedelapan," cerocos Hansen.

"Woi," suara bariton Raven membuat Hansen memindahkan pandangan dari Mova. "Eh bos." Dia buru-buru membungkuk hormat.

"Ayo silahkan masuk." Hansen menggeser tubuhnya pada Mova agar masih ada ruang untuk tubuh besar nan tinggi Raven.

Raven mengacuhkan sambutan lebay temannya itu. Dia melangkah masuk, lalu menekan tombol ke lantai 23.

"Bagaimana dengan meetingnya?" tanya Hansen basa-basi. Padahal dia tidak peduli sama sekali, karena sekarang yang ada di kepalanya adalah bagaimana bisa Mova secantik itu.

Tubuhnya dibalut dress lengan panjang berwarna hitam. Sementara itu rambutnya yang dikuncir kuda tanpa poni membuat kesan galaknya begitu kental. Tidak lupa high hills yang berhasil membuat langkah Mova lebih anggun. Ah, Hansen bisa gila memikirkannya.

"Gagal." Singkat, padat dan jelas.

"Kenapa?" Setahu Hansen seorang Raven Seantinel tidak pernah gagal dalam mendapatkan kerjasama.

"Mereka membatalkan pertemuan," ujar Raven kali ini lebih jelas.

"Eh?"

Bertepatan dengan itu pintu lift terbuka. Raven melangkah keluar lebih dulu, lalu diikuti oleh Mova dan Hansen.

"Berhenti di sana!" Seruan Hansen membuat baik Mova maupun Raven berhenti. Segera saja keduanya membalikkan tubuh mereka.

"Kenapa kau ikutan berhenti," omel Hansen pada Raven. Dia mengibaskan tangan setelahnya. "Sana pergi!"

Raven tidak langsung pergi. Dia menonton Hansen yang menarik Mova untuk berdiri di salah satu sudut.

"Diam!" suruh Hansen. Mova mencebikkan bibir.

"Senyum!" titah Hansen galak.

Mova tidak menurutinya. Membiarkan Hansen mengambil fotonya.

"Hish." Hansen memandang kesal hasil jepretannya.

"Senyum, Mova!" titahnya kembali bersiap mengambil foto lagi.

"Tidak mau!"

"Kau..." Hansen mendekat, menarik kuat hidung Mova hingga Raven bisa mendengar ringisannya.

"Aww, sakit tahu." Mova memukul lengan Hansen.

"Makanya senyum."

Hansen kembali ke posisinya. "Ayo senyum," paksannya.

"Iya-iya." Mova dengan ogah-ogahan akhirnya menurut. Dia mengambangkan senyum tipis.

Hansen membidiknya cepat, kemudian melihat hasil di layar ponselnya.

"Nah ini baru bagus."

Hansen memasukkan ponselnya ke saku. "Bye-bye." Dia melambai pada Mova yang menatap kesal padanya.

Lucu, batinnya.

Setelah kepergian Hansen, Mova melangkah dengan kaki dihentak-hentakkan menuju Raven.

"Kelihatannya kalian sangat dekat," celetuk Raven lalu berjalan.

"Menurutku sama sekali tidak."

Mova masih kesal. Dia tidak suka cara Hansen tadi menatapnya. Meski bukan jenis tatapan mesum, tanpa tetap saja Mova tidak suka. Memangnya kenapa jika dia memakai warna hitam. Hansen berlebihan sekali sampai-sampai mengatakannya keajaiban. Apalagi pria itu sampai memfotonya segala. Ah, Mova kesal.

...***...

"Bos, kamu tidak salah minum obat kan?" Kalimat yang keluar dari mulut Sanders membuat Raven memutar malas matanya. Eh malah disuguhi oleh tatapan aneh Hansen.

"Apa yang salah?" tanyanya galak.

"Kedatangnmu," sambut Mova. Dia mendudukkan tubuh di samping Hansen.

"Kenapa begitu? Sanders dan Hansen saja bisa makan disini. Kenapa aku tidak?"

"Itu karena kami sudah terbiasa makan disini." Kalimat Sanders dibenarkan oleh Hansen.

"Yup, benar sekali. Sedangkan bapak kan biasanya makan sendirian di ruangan terus seperti manusia kurang pergaulan." Jawaban berani dari Hansen membuat Mova dan Sanders tergelak.

Raven hanya berdecih mendengar ledekan Hansen. Dia menarik buku menu yang ada di meja.

"Disini hanya ada makanan lokal, Mas." Lagi, Sanders meledek. "Tidak ada yang namanya foie grass, coq au vin ataupun beef steak." Sanders menyebutkan makanan-makanan favorit Raven.

"Burito juga tidak ada," tambah Hansen setengah tertawa.

Habisnya heran kenapa bisa seorang Raven Seantinel turun ke kantin. Biasanya kan anteng di ruangan terus. Jika bosan pria itu akan memilih makan di luar daripada kantin. Bisa dibilang, kantin adalah tempat yang paling jarang didatangi oleh Raven.

Helaan pelan keluar dari bibir Raven seiring dengan menu di tangannya yang kembali ke meja.

Dia memajukan wajah lalu menoleh pada Mova yang terhalang oleh tubuh Hansen. "Pesankan aku ice cream vanilla."

"Lah kok aku?"

"Aku-aku, saya!" ujar Hansen menyentil pelan dahi Mova.

Mova mencebik bibir. "Kan sama saja," katanya.

"Beda." Suara Hansen meninggi. "Dia itu bosmu, jadi kau harus hormat."

"Lah kenapa jadi kamu yang marah?" Suara Mova ikut meninggi.

"Aku hanya memberitahu."

"Ya sudah, tidak usah teriak-teriak."

"Siapa yang berteriak?" Hansen tidak terima.

"Kau!" Mata Mova melotot pada Hansen. Pria itu ikut melotot. Tak lama kemudian tangan besarnya sudah memiting leher Mova.

"Awww awww." Mova meronta-ronta.

Sanders yang menjadi penonton hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia kemudian menatap Raven, siap mengolok-olok.

"Baginda, hal apakah yang membuat anda kemari?"

Raven membuang wajah. Malas meladeni ejekan Sanders.

"Apakah baginda sudah bangkrut?" Pertanyaan Sanders berlanjut. Atau jangan-jangan..."

"Baginda sudah gila," sambung Hansen. Ketiganya kemudian meledakan tawa.

Sabar, batin Raven. Orang sabar makin ganteng. Amin.

"Rav?" Suara lembut disertai ketukan hills membuat keempat melirik sumber suara. Jenfira berjalan mendekati meja mereka.

"Hai, Jeni." Hansen menarik tangannya dari leher Mova berganti melambai-lambai lebay.

Jenfera tidak menghiraukan. Secara elegan dia mendudukkan tubuh di hadapan Raven.

"Kudengar mereka membatalkan meeting."

Dan selanjutnya pembicaraan kedua pasangan itu adalah urusan kerja. Sanders hanya menguping. Sedang Hansen tidak henti-hentinya menganggu Mova.

"Lebih dekat lagi!" omel Hansen.

Bibir Mova berkerut. Tapi tetap saja dia membawa tubuhnya lebih dekat pada Hansen.

"Senyum!"

Bibir Mova pun mengulas senyum.

Cekrek

Hansen memeriksa hasil selfienya. "Jelek," katanya tapi tidak menghapus sama sekali.

Kamera kembali diarahkan.

"Mau berapa kali sih?" protes Mova mulai jengah.

"Berisik!" Yah malah diomeli.

Keduanya kembali berpose. Cekrak cekrik hingga Raven di sebelah merasa sebal.

"Kalian berdua mau makan atau bagaimana?" sindirnya.

"Hehehehe." Hansen menyakukan kembali ponselnya. "Makan, bos."

Dia lalu menggeser kursi. "Ayo beli!" Hansen mendorong Mova juga untuk berdiri.

"Jangan dorong-dorong kali." Kekesalan Mova malah membuat Hansen senang.

"Kau mau apa?" tanya Hansen ketika keduanya sampai di stand kantin. Mova berjinjit-jinjit iseng sembari memendarkan mata pada makanan yang dipamerkan.

Tunggu dulu.

Mova menyipitkan mata pada Hansen. "Kenapa kamu bertanya? Mau traktir ya?"

"Tentu saja." Hansen mengulas senyum malaikatnya.

"Ah baik sekali." Sangking terharunya Mova sampai pura-pura memeluk lengan Hansen. Pria itu tergelak senang.

Raven dari jauh jengah melihat keduanya. Lebay sekali, pikirnya.

"Kau mau apa?" Sanders menggeser kursinya.

"Mie instan saja," kata Raven. Yah, apalagi selain itu yang bisa ia pesan. Semua makanan kantin jelas bukan seleranya.

"Oke." Sanders pergi meninggalkan Jenifera dan Raven.

"Rav.." Jemari lentik Jenfira menyentuh tangan Raven. "Nanti malam Xerox crop mengundang kita. Apa kamu sudah punya rencana?" Rencana siapa pasangan yang kau gandeng. Itu yang Jenifera maksud. Tapi tentu saja dia tidak akan mengatakannya langsung. Dia masih punya harga diri.

Raven mengangguk. Tidak membeberkan lebih jauh apa rencananya.

Jenifera telah lama mendampingi Raven. Baik dalam urusan di dalam kantor maupun luar. Rasa percaya dirinya menjadi sangat tinggi. Apalagi selama ini, tanpa banyak bicara Raven memang akan memilihnya daripada yang lain.

"Aku sampai duluan." Hansen meletakan piring dan gelasnya di meja.

"Curang," cibir Mova kemudian meletakkan piring dan gelasnya juga.

"Enak saja." Hansen meraih gelas jeruk peras Mova, menyesapnya tanpa izin.

Sialan. Mova, melempar pukulan pada lengan Hansen.

Plak

Bukannya meringis, Hansen malah nyengir. Bukan main. Rasa kesal Mova semakin bertambah. Dia mengambil gelas Hansen, meneguk isinya banyak.

Sayang dia tidak terbiasa dengan softdrink bergas. Alhasil dia terbatuk dengan hidung memerah.

Hansen tertawa senang. Menarik hidung Mova kuat. "Makanya jangan minum punya orang tanpa izin."

Wah wah sudah dia yang memulai, dia yang menasehati lagi.

Sadar bahwa pertengkaran mereka tidak ada kesudahanya. Mova pun memilih mulai melahap nasinya.

Tidak menjahili Mova bagi Hansen adalah ketidaknormalan. Jadi meskipun dia tengah sibuk menelan nasinya, dia masih sempat untuk menggerayangi piring Mova. Mengambil sepotong timun dari sana atau sekedar memindahkan tulang ayamnya ke piring Mova.

"Ihhh." Mova menghentak kesal akan sisa tulang ayam Hansen di piringnya.

Alih-alih sadar diri. Hansen malah meletakkan tulang ayamnya yang lain.

"Nah kau makan semuanya." Mova mendorong piringnya. Merajuk sudah. Dia meneguk sisa jeruk perasnya. Sedotan bekas bibir Hansen telah ia campak.

"Ulululu." Tangan Hansen menjawil gemas dagu Mova. Perempuan yang dalam mode merajuk tersebut sama sekali tidak menoleh.

"Aaaa." Hansen kemudian menyodorkan sesuap nasi pada Mova lengkap dengan lauk pauknya.

Mova menoleh ganas. Lalu setelah saling pandang dia menerima suapan tersebut.

"Kalian pacaran?" Suara Jenfiera terdengar mengejek.

"Pacar? Siapa yang mau jadi pacar perempuan aneh ini." Hansen membantah cepat.

"Aku juga ogah punya pacar gak jelas sepertimu," sambut Mova tak mau kalah.

"Aku tidak jelas? Bukannya kau yang tidak jelas? Mana ada perempuan 20 tahun yang masih dikuncir dua. Memakai serba pink lagi. Norak!" cibir Hansen pedas.

Tawa Jenifera yang jahat menyambung setelahnya.

"Kau terlalu jujur teman," ujar Jenfiera masih tertawa jahat.

Mova hanya bisa menekuk wajahnya. Mengubur mati-matian rasa sakitnya.

...***...

Terpopuler

Comments

Maida Abidah

Maida Abidah

hansen suka tp gk krasa

2021-05-07

0

lihat semua
Episodes
1 Si Norak Itu Bernama Mova
2 Peringatan Pertama
3 Teman Masa Kecil
4 Iblis
5 Kekasih
6 Personal Asistant
7 Hutang
8 Pantai
9 Pacar
10 Ekhem-ekhem
11 Kekasih
12 Bully
13 Mova Selingkuh
14 Satu Syarat
15 Licik
16 Terbongkar
17 Meledak
18 Digigit Anjing Rabies
19 Menggemukkimu
20 Same room
21 Menyelidiki
22 Tertular Rabies
23 Raven Gila
24 Calon Raven
25 So Sweet
26 Istri
27 Kejadian Lama Tak Terlupakan
28 Makan Malam
29 Sudah Gila
30 Ide Cemerlang
31 Gagal Sebelum Berjuang
32 Ayo Menikah
33 Hati Batu
34 Perhatian Kecil
35 Michelle
36 Dulu
37 Hadiah
38 Selamat kembali, Sayang.
39 Berita Besar
40 Gunung Api
41 Dingin
42 Terimakasih, Samara
43 Klarifikasi
44 Jebakan Iblis
45 Keputusan Mova
46 Ngilu
47 Trik Murahan
48 Janji Raven
49 Saingan
50 Menguji
51 Pria Gila
52 Nenek Tua
53 Perintah Grandma
54 Otak geser
55 Aku percaya
56 Serius
57 BBQ
58 Jauhi Mova!
59 Mencekam
60 Anjing dan Pangeran
61 Mova Hot
62 Menikmati Sore
63 Bawa Perempuan Itu Padaku!
64 Happy Birthday Mova
65 Hilang
66 Mandy
67 Apakah Dia Perempuan Baik?
68 Saling Tidak
69 Surprise
70 Pembicaraan Menyebalkan
71 Celah
72 Sahabat yang baik
73 Temenin Yuk
74 Menikmati Waktu
75 Mode Romantis
76 Pagi yang indah
77 Bakalan Pecah
78 Aku Menyukaimu
79 Cemburu
80 Mulai Posesif
81 Mata-mata
82 Bendera perang
83 Curiga
84 Perang pertama
85 Curiga 2
86 Curiga (Lagi)
87 X
88 Kecewa
89 Batal
90 Harus Menikah
91 Saling dingin
92 Beruntung (Hansen)
93 Gila (Hansen×Mova)
94 Fitting Baju
95 Zean
96 Rela
97 Kecewa kesekian kali
98 Makan malam duka lara
99 Suami
100 Masih peduli
101 Ikuti Alur
102 Mengunjungi Makam Ibu
103 Jujur!
104 Kakak Kelas
105 Hilang
106 Aku Mencintaimu (RaVan)
107 The Truth
108 Apa kamu tidak bisa kembali?
109 Takdir Miris
110 Sudah Cukup
111 Jadi Bagaimana?
112 Satu Bulan
113 Pria ini kenapa?
114 Jangan Terlalu Dekat!
115 Bunga-bunga itu
116 Bahaya
117 Violet
118 Bayaran
119 Hamil
120 Milikku
121 Perempuan jahanam
122 Oke-oke
123 Pasti
124 Perhatian untuk Baby Mova
125 Aku Mencintaimu
126 Nona Ratu
127 Skylar Seantinel
128 Cemburu
129 Aneh
130 Nasi Goreng
131 Belum Waktunya
132 Galau
133 Kau Mencintainya kan?
134 Pembalasan pertama
135 Apa aku mati?
136 Urus pernikahan kalian!
Episodes

Updated 136 Episodes

1
Si Norak Itu Bernama Mova
2
Peringatan Pertama
3
Teman Masa Kecil
4
Iblis
5
Kekasih
6
Personal Asistant
7
Hutang
8
Pantai
9
Pacar
10
Ekhem-ekhem
11
Kekasih
12
Bully
13
Mova Selingkuh
14
Satu Syarat
15
Licik
16
Terbongkar
17
Meledak
18
Digigit Anjing Rabies
19
Menggemukkimu
20
Same room
21
Menyelidiki
22
Tertular Rabies
23
Raven Gila
24
Calon Raven
25
So Sweet
26
Istri
27
Kejadian Lama Tak Terlupakan
28
Makan Malam
29
Sudah Gila
30
Ide Cemerlang
31
Gagal Sebelum Berjuang
32
Ayo Menikah
33
Hati Batu
34
Perhatian Kecil
35
Michelle
36
Dulu
37
Hadiah
38
Selamat kembali, Sayang.
39
Berita Besar
40
Gunung Api
41
Dingin
42
Terimakasih, Samara
43
Klarifikasi
44
Jebakan Iblis
45
Keputusan Mova
46
Ngilu
47
Trik Murahan
48
Janji Raven
49
Saingan
50
Menguji
51
Pria Gila
52
Nenek Tua
53
Perintah Grandma
54
Otak geser
55
Aku percaya
56
Serius
57
BBQ
58
Jauhi Mova!
59
Mencekam
60
Anjing dan Pangeran
61
Mova Hot
62
Menikmati Sore
63
Bawa Perempuan Itu Padaku!
64
Happy Birthday Mova
65
Hilang
66
Mandy
67
Apakah Dia Perempuan Baik?
68
Saling Tidak
69
Surprise
70
Pembicaraan Menyebalkan
71
Celah
72
Sahabat yang baik
73
Temenin Yuk
74
Menikmati Waktu
75
Mode Romantis
76
Pagi yang indah
77
Bakalan Pecah
78
Aku Menyukaimu
79
Cemburu
80
Mulai Posesif
81
Mata-mata
82
Bendera perang
83
Curiga
84
Perang pertama
85
Curiga 2
86
Curiga (Lagi)
87
X
88
Kecewa
89
Batal
90
Harus Menikah
91
Saling dingin
92
Beruntung (Hansen)
93
Gila (Hansen×Mova)
94
Fitting Baju
95
Zean
96
Rela
97
Kecewa kesekian kali
98
Makan malam duka lara
99
Suami
100
Masih peduli
101
Ikuti Alur
102
Mengunjungi Makam Ibu
103
Jujur!
104
Kakak Kelas
105
Hilang
106
Aku Mencintaimu (RaVan)
107
The Truth
108
Apa kamu tidak bisa kembali?
109
Takdir Miris
110
Sudah Cukup
111
Jadi Bagaimana?
112
Satu Bulan
113
Pria ini kenapa?
114
Jangan Terlalu Dekat!
115
Bunga-bunga itu
116
Bahaya
117
Violet
118
Bayaran
119
Hamil
120
Milikku
121
Perempuan jahanam
122
Oke-oke
123
Pasti
124
Perhatian untuk Baby Mova
125
Aku Mencintaimu
126
Nona Ratu
127
Skylar Seantinel
128
Cemburu
129
Aneh
130
Nasi Goreng
131
Belum Waktunya
132
Galau
133
Kau Mencintainya kan?
134
Pembalasan pertama
135
Apa aku mati?
136
Urus pernikahan kalian!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!