Sudah waktunya makan siang, tapi baik Mova maupun Raven tidak beranjak dari kursinya. Mova masih sibuk mengetik jadwal terbaru Raven dan pria itu sibuk dengan dokumen pengesahan proyeknya.
"Kau tidak makan siang?"
"Siapa yang bertanya itu?"
Ya, Mova memutuskan untuk merajuk pada Raven. Pria itu juga tidak mau kalah.
"Pria tampan dengan tubuh hot bernama Raven Seantinel."
"Oh, pria bermulut sampah itu," sambung Mova.
"Salah, sayang. Bukan pria bermulut sampah, tapi pria berwajah tampan."
"Aduh narsis sekali. Wajahnya padahal tidak lebih mirip dengan wajah Sinchan."
Raven mengakat dagunya. "Sinchan?"
"Iya, bentuk wajahnya tidak jelas."
Wah ini keterlaluan. Raven berdiri dari kursinya.
"Bagian wajahku mana yang tidak jelas bentuknya?"
Mova memundurkan wajah, sejak kapan Raven sudah di depannya. Dasar cenayang!
"Bagian mana?" Raven mendorong lagi wajahnya lebih dekat.
"Ini, ini, ini dan ini." Mova menunjuk hidung, bibir, mata dan pipi Raven secara acak.
"Sudahlah..." Raven mengulurkan tangan. "Ayo kita makan."
Ya, dia mengalah. Kenapa? Karena dia yakin dia akan kalah melawan Mova.
"Sebentar lagi." Mova mengetik lagi. "Jadwalmu padat sekali, aku sampai bingung mengetiknya."
"Kalau begitu tidak usah diketik. Nanti Jenifera saja yang melakukannya."
"Kau ingin mempermalukan aku di depannya?"
"Hah?"
"Kau sengaja kan memberikan aku tugas tidak jelas agar Jenifera tidak merasa perannya tergantikan. Benar kan?"
"Sama sekali tidak benar. Aku tidak memberikanmu tugas berat karena aku ingin kau bersantai."
"Bohong!"
"Terserahmu mau percaya atau tidak." Raven mengulurkan tangan lagi. "Ayo," ajaknya.
"Sebentar."
"Tinggalkan saja, Mova."
"Sebentar lagi siap, Pak Bos."
"Kau mau makan apa?"
"Kenapa?" tanya Mova balik tanpa melihat Raven.
"Aku akan menyuruh Gerald memesan makanan untuk kita saja. Bagiamana?"
"Ide bagus, tapi kau yang membayar."
"Tenang saja, aku kaya." Raven menarik menarik kursi lain ke dekat meja Mova dan duduk diatasnya. "Kau mau makan apa?"
"Nasi padang."
"Makan lain saja. Itu terlalu berlemak dan berminyak untukmu."
Mova mencebik bibir.
"Ya sudah iya." Raven mengalah. "Apa lagi?"
"Sate, ayam goreng dan coca cola dingin."
"Lagi?" Raven mengetikkan pesanan ke ponsel untuk dikirim pada Gerald.
"Itu saja."
"Yakin?"
"Iya."
Raven mengirimkan pesanan kepada Gerald. Selesai. Dia menyakukan ponselnya.
"Gerald itu... personal asistanmu ya?"
"Iya."
"Hoho, sejak kapan?" kepo Mova.
"Sejak aku berusia 5 tahun dia sudah ditetapkan menjadi tangan kananku. Tapi aku baru memakainya setelah masuk Seantinel Corp ini."
"Begitu rupanya." Mova manggut-manggut. Tanganya terus beradu dengan keyboard, mengabaikan sepenuhnya Raven yang kini menonton nya.
"Apa kau ingin apartemen?"
Mova memalingkan wajah pada Raven. "Hah? Kau bilang apa?"
"Apa kau ingin apartemen?"
"Kalau aku ingin, memangnya kenapa?"
"Aku akan memberikannya satu untukmu. Kebetulan tahun lalu aku baru membuat apartemen tidak jauh dari sini."
"Kau memberikanku apartemen? Apa syaratnya?" Mova yakin Raven tidak memberi cuma-cuma.
"Kau harus menikahiku, bagaimana?" Raven menaik turunkan alisnya.
"Pria gila!" sembur Mova. Tangannya kembali menari di keyboard.
Dimana-mana juga perempuan yang minta dinikahi, ini malah laki-laki yang minta dinikahi. Raven gila!
"Hei, aku serius." Raven bertopang dagu menikmati wajah serius Mova. "Nikahi aku dan aku akan memberikanmu semuanya."
"Raven kau ini salah minum obat atau baru digigit anjing rabies eh? Mana ada perempuan menikahi pria. Yang ada kau yang menikahi perempuan."
"Apa ini kode?"
Mova memutar matanya. "Kode apa lagi."
"Kode kau ingin aku nikahi."
"Raven, aku rasa kau kurang aqua deh." Mova membuka laci, mendorong aqua botol yang tersegel.
"Minum sekalian dengan botolnya, aku jamin otakmu kembali waras."
"Kejam sekali." Raven membuka segel aqua. "Tapi terimakasih. Aku tidak menyangka kau seperhatian ini padaku."
Mova mendengus. "Siapa yang perhatian."
Raven malah tertawa, membuat Mova benar-benar yakin pria itu habis digigit anjing rabies.
***
"Mova mana?" Hansen mendaratkan dua piring nasi ke meja.
"Belum turun," kata Helen.
"Chat sana," suruh Elin.
Helen pun mengirim pesan pada Mova, bertanya kapan turun. "Centang satu," laporanya kemudian.
"Tumben-tumbenan," gumam Elin.
"Jangan-jangan, dia tertular sosiopat-nya Raven."
Perkataan Sanders membuat ketiganya saling pandang.
"Jangan-jangan," kata Helen.
"Kau percaya di tertular?" Hansen geleng-geleng kepala. "Yang benar saja. Mova bukan jenis seperti itu." Hansen mendudukkan tubuh di kursi, melirik pada Elin. "Iya kan, El?"
"Hmm."
Helen menghentak kaki. "Aku bukan mau bilang itu!"
"Jadi?" tanya Hansen.
"Bagiamana kalau ternyata Mova dipaksa Pak Raven kerja rodi?"
"Nah ini yang masuk akal," kata Elin. "Sana tanyakan pada Pak Raven, San."
"Lah kok jadi aku?" Sanders tidak terima. Kenapa jadi dia yang harus bertanya pada Raven, padahal sedikitpun dia tidak antuasias akan kondisi Mova.
"Cepat!" Mata iblis Elin sudah keluar, Sanders mau tidak mau menurut.
"Halo.."
Begitu tersambung, langsung terdengar suara Raven.
"Dimana Mova?" tanya Sanders to the point.
"Awww..." Suara ringisan, keempatnya melebarkan mata.
"Tahan sebentar, sebentar lagi tidak akan sakit."
Hansen merebut ponsel Sanders. "Raven!" teriaknya membuat beberapa karyawan lain menoleh penuh tanda tanya.
"Ah kau bilang apa tadi?"
"Dimana.."
"Raven sakit.." Suara Mova lagi terdengar, merintih sakit.
"Makanya kau relax sedikit, jangan tegang."
"Raven!" teriak Hansen.
"Han!" tegur Helen. Sekarang mereka berempat menjadi pusat perhatian di kantin. Astaga, memalukan sekali.
Tut tut tut
"Dimatikan? Wah cari masalah dia." Hansen mengembalikan ponsel Sanders.
"Jaga makananku. Aku ke atas dulu."
"Ikut." Sanders juga tidak mau ketinggalan pertunjukan.
****
Hansen menekan bel berulang kali. Pintu tidak kunjung terbuka. Dia mondar-mandir dengan gelisah, membuat Sanders lebih gelisah lagi.
"Apa?" Pintu terbuka, muncul Raven dengan wajah galak.
"Mana Mova?" Hansen berjinjit untuk melihat melewati bahu Raven.
"Ada urusan apa kau mencarinya?" tanya Raven galak.
"Han-Han." Mova di sofa melambai-lambai. Hansen menabrak saja bahu Raven, diikuti oleh Sanders.
Mova duduk di sofa menikmati sepiring nasi.
"Loh tidak ada aneh-aneh," gumam Sanders kecewa.
"Aneh-aneh apa?" tanya Mova tak paham.
"Ah tidak ada." Sanders menatap makanan yang tersaji di meja. Banyak sekali. Dari makanan utama, buah, hingga dessert.
"Kau memesan sebanyak ini?" Sanders melempar tatapan tak percaya pada Raven.
"Kenapa memangnya? Tidak boleh? Uang-uangku, kenapa kau yang sibuk."
"Astaga, sensi sekali kau ini."
"Kau tidak apa-apa?" Hansen menscan Mova dari atas kepala hingga kaki. Tidak ada cacat sama sekali.
"Aku baik-baik saja. Cuma ini." Mova menunjuk jari kakinya. "Bos besar tidak sengaja memijaknya. Sakit tahu," adu Mova. "Mana dia memijatnya kasar lagi. Dasar jahat!"
Sang pelaku hanya diam, merasa bersalah juga kenapa dia bisa melompat di atas kaki kecil Mova. Habis sudah kaki itu menjadi kaki geprek.
"Ayo kita ke rumah sakit," ajak Hansen tidak tahan dengan memar yang terlihat di jari kaki Mova.
"Tidak perlu. Palingan 2 atau 3 hari akan membaik."
"Sudah kalian keluar sana!" usir Raven risih. "Sana-sana!" Dia menarik kerah Hansen dan melemparnya pelan. Setelahnya ia menjatuhkan tubuh di samping Mova.
"Mau apalagi kalian berdua? Sana keluar!"
Hansen masih tidak bergeming, begitu juga Sanders.
"Aku hitung sampai 3, yang tidak keluar akan turun jabatan. Satu..."
"Bye bye, Mova." Sanders ngacir segera.
"Awas kau jika membuat Mova terluka lagi." Hansen mengarahkan tinjunya pada Raven. Baru setelahnya dia melambai pada Mova.
"See ya, mmwah." Hansen memberikan ciuman jarak jauh.
"Kau.." Raven mendesis. Dadanya sudah naik turun tak karuan.
Mova dengan santai mengunyah kerupuk. Kriuk. Garing sekali.
"Wah wah, lihat. Sepertinya kau senang sekali ya mendapat kiss bye dari Hansen."
Mova mendelik. Siapa yang senang karena mendapat kiss bye. Dia senang karena makanan lezat yang masuk ke mulutnya.
Fix, Raven telah mengidap penyakit anjing gila. Bisa dilihat jelas gilanya sudah sangat nyata bukan?
****
Komen sing apik-apik, jangan bikin sakit hati yoo🌻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Yusmiati Pratiwi
kirain ceonya bakalan dingin.. gak taunya wkwkwk
2021-05-08
0
Maida Abidah
maraton bcanya
2021-05-07
1