Hush.
Hembusan angin menabrak tubuh ini, dan membuat suasana menjadi semakin tegang. Bagaimana mungkin aku tidak tegang, karena sekarang, keadaan kami begitu terpojok, serta tidak tahu apakah dapat selamat atau tidak.
Seekor monster besar yang ada di depan kami, perlahan-lahan mulai memperpendek jarak. Kaki ini sangat ingin melangkah mundur, tetapi di belakang kami, terdapat sebuah jurang yang tampaknya sangat curam.
Jatung berdetak begitu kencang, seolah akan segera lepas dari tempatnya. Keringat pun kini bercucuran dengan deras, membasahi sekujur tubuh. Karena itu pula, hati ini menjadi sangat frustasi.
Tiba-tiba saja, tanganku ditarik hingga membuat diri ini jatuh ke dalam jurang.
“Eh?” Karena saking terjutnya, aku bahkan tak dapat berteriak.
Sekejap mata, pikiranku terasa kosong, dan ketegangan yang kurasakan, juga menghilang.
Byur!
Ketika tubuh ini terhempas masuk ke dalam sungai, aku tidak merasakan apa-apa. Dan apa yang ada dalam diriku, hanyalah sebuah kehampaan, sampai akhirnya kesadaranku seolah tertarik ke alam lain.
***
“Di-Di mana ini?” gumamku ketika tersadar bahwa diri ini, sudah berada di tempat lain.
Tempat aku berada sekarang, adalah sebuah tempat di pinggir sebuah danau yang sangat luas. Aku pun berjalan menyusuri sekitar, hingga akhirnya melihat sosok seorang gadis berambut hitam panjang, yang diurai. Ia mengenakan kaos berwarna putih, untuk menutupi tubuhnya yang rampaing.
Tanpa kusadari, kaki ini melangkah dengan perlahan mendekati gadis itu. Mata berbinar-binar, ketika melihat sosok tersebut dalam jarak yang semakin dekat. Hati terasa sesak, seolah ingin menangis saat memandangi sang gadis.
“Ellise?” ucapku dengan pelan.
Gadis itu memalingkan wajahnya ke arahku. Saat mata ini melihatnya, kakiku terasa lemas, dan air mata bercucuran ke pipi, tanpa kusadari.
“Ell ....” Ucapanku terhenti, mulut ini rasanya tergembok dengan rapat. Namun, sekali lagi aku merangkai kata-kata di dalam pikiran, lalu mengungkapkannya. “Be-Benarkah itu adalah kau?”
Gadis itu tersenyum hangat kepadaku. Menanggapi senyumanya, aku mengulurkan tangan kanan, tetapi kaki ini, tak dapat bergerak untuk mendekat ke arahnya. Menyadari kondisi tersebut, gadis itu mendekat dan menatap mataku. “Kenapa kau masih bertanya?”
Mendengar jawabannya yang lembut dan penuh senyum, rantai yang mengikat kaki ini seolah hancur. Dengan cepat, kugerakkan seluruh badan dan memeluk tubuh gadis itu, dengan sangat erat.
Air mataku sekarang sudah tidak dapat dibendung lagi, dan langsung membasuh wajah. Dalam sekajap, diri ini merasakan kehangatan yang dipancarkan oleh gadis yang sedang kupeluk. Gadis itu pun membalas pelukanku.
Kuharap waktu dapat berhenti walau hanya sesaat. Aku sungguh tidak ingin momen ini berlalu begitu cepat. Namun, takdir berkata lain. Tiba-tiba saja, aku didorong hingga jatuh terduduk di atas tanah.
“Aduh.” Aku melirik gadis itu. “Ada a—”
Ketika mata ini bertemu dengan mata gadis itu, aku langsung tercengang dan menatapnya. Sosok seorang gadis yang tadinya tampak manis, kini berubah drastis dan memancarkan raut wajah yang begitu sadis.
Gadis itu memegang sebuah pisau kecil, seraya tersenyum licik.
“Si-siapa kau?” tanyaku padanya, dengan nada panik.
Sang gadis menjilat bibirnya, lalu berkata, “Fufufu, bukankah sudah jelas, kalau aku ini adalah Ellise, yang kau cari-cari.”
“Ti-tidak, itu tidak benar. Kau bukanlah Ellise.” Aku menyangkal, untuk menghibur diri ini.
“Heh, benarkah begitu?” Gadis itu mendekat ke arahku. “Apakah kau sudah melupakanku?”
“Be-Berhenti! Ja-Jaangan mendekat!” Kuseret tubuh ini ke belakang, menggunakan kedua tangan.
“Argh!” Aku menjerit ketika sebuah pisau melesat dan melukai perutku.
Darah mulai bercucuran dari bekas luka tersebut, dan sekali lagi, rasa sakit menyebar. Kugerakkan tangan kanan untuk mencabut pisau itu, tetapi sang gadis tidak membiarkan aku berhasil, lalu menginjak pisau yang tertancap itu.
“Argh!” Aku kembali menjerit lebih keras dari sebelumnya. Tubuh ini menjadi kaku dan tak dapat berbuat apa-apa.
“A-apa ... yang kau ... lakukan?” Dengan terbata-bata, aku mengucapkan kalimat itu. Namun, sang gadis tidak menggubrisnya, serta terus menginjak pisau yang menancap itu.
“Ah, ah, kau membuatku bergairah.” Sambil memeluk dan menggoyangkan tubuh, gadis itu mengucapkan kalimat tersebut.
Gadis ini gila, dia bukanlah Ellise yang kukenal.
Selama hatiku terus menjerit karena tidak dapat menerima semua ini, kesadaranku perlahan-lahan mulai kabur. Pandangan mata berkabut, dan kepala menjadi sangat pusing.
“Le ....”
Terdengar samar di telinga, seseorang menyebut namaku.
“Leo ....”
Suara lembut yang tidak asing kudengar itu, kembali menggema di telinga. Namun, aku sudah terlanjur ingin segera melupakannya, karena diri ini sudah begitu kecewa.
Ah, kenapa aku memiliki nasib sesial ini? Gadis yang kusukai pada pandangan pertama, mengapa bisa berubah menjadi seorang psikopat dalam sekejap mata?
“Leon ...!”
Sebuah teriakan yang begitu keras, langsung menarik kesadaranku, masuk ke dalam dimensi lain.
***
“Puh!”
Tubuhku terangkat dan mulut ini memburaskan air. Ketika aku melirik ke sebelah kanan, mata ini dapat melihat sosok Villy yang sedang memandangiku, dengan tatapan mata yang berbinar-binar, serta penuh kekhawatiran.
Villy dengan cepat memeluk erat badan ini, suhu tubuhku yang dingin karena basah, menjadi hangat akibat pelukan itu.
“Syukurlah kau baik-baik saja.” Villy semakin mempererat pelukannya, seolah tidak ingin aku pergi.
Aku hanya mematung dan tidak segera bergerak untuk membalas pelukan Villy. Hati ini terasa kosong dan mata sudah tidak lagi memancarkan sinar harapan, yang mungkin akan membuatku berusaha bertahan hidup.
Setelah beberapa saat, Villy akhirnya melepaskan pelukannya, lalu menatap mataku. “Ada apa denganmu?” tanyanya dengan perlahan.
Tidak menggubris pertanyaannya, aku menundukkan kepala, seraya berkata tanpa semangat. “Di mana kita?”
“Mm, tampaknya kita sedang berada di sebuah gua yang berdekatan dengan sungai.”
Isi pikiranku menghilang, dan hanya meninggalkan kehampaan. Seluruh indra seolah tertutup rapat, sehingga tidak ada yang dapat menerobos masuk ke ruang pikiran.
Tiba-tiba saja, seseorang menepuk pundakku, hingga membuat aku mengangkat kepala yang tertunduk, dan menatap ke depan. Orang itu adalah Villy, ia tampaknya sangat kesal, karena kuacuhkan begitu saja.
“Kau mendengarkanku atau tidak sih?” tanyanya dengan wajah cemberut.
“Haah ....”
Tidak berniat melanjutkan percakapan, aku kembali menundukkan kepala. Namun, Villy menegakkan tubuhku, lalu bertanya, “Apa kau mengalami mimpi buruk?”
“Tidak juga.”
“Lalu kenapa kau seperti ini?”
“Tidak juga.”
Ah, apa aku kembali mengucapkan kata yang sama, tetapi sudahlah, aku juga tidak peduli akan hal itu.
“Apa-apaan kau ini?” seru Flicker sembari mendorong tubuhku, hingga terhuyung ke belakang. “Kenapa kau bersikap seperti itu terhadap temanmu sendiri?”
Wajah Flicker tampak ganas saat mengatakan kalimat itu. Namun, lagi-lagi aku tidak berniat untuk menjawab.
“Kenapa kau tidak menjawab, hah?”
Flicker menjadi semakin kesal, tetapi aku hanya menatapnya dalam diam tanpa bertindak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Dr. Rin
Seorang Sadist ternyata 😖 reinkanasi si Yuno gasai, kah? 😅
2023-06-05
0
Dr. Rin
Kok jadi kaya puisi 😅
2023-06-05
0
Pian
mantap, keren kakak ceritanya..
2020-04-12
0