“Mm!”
Aku begitu kesulitan untuk bernapas, karena orang yang menyergap dari belakang ini, menutup mulutku dengan sangat rapat. Dada ini terasa sesak dan kepala mulai terasa pusing karena kekurangan oksigen. Meskipun begitu, aku masih tetap berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tangan orang yang menyergapku.
Beberapa saat kemudian, tubuh ini terasa lemas dan kesadaranku perlahan-lahan mulai memudar. Akan tetapi, aku masih tetap tidak menyerah dan bahkan semakin meronta-ronta.
Argh, sial! Kenapa bisa seperti ini!?
Di saat kupikir diri ini akan tamat, tiba-tiba saja orang itu menarik kembali tangannya dan membiarkanku menarik napas lega.
“Haah, haah, haah ....”
Kuatur tarikan napas yang begitu cepat agar dapat stabil kembali. Namun, tetap saja kepala terasa pusing akibat dari sergapan orang yang tak kuketahui beberapa waktu lalu. Setelah kondisiku sedikit membaik, aku berbalik untuk memeriksa siapa orang tersebut.
“Ke mana perginya orang itu?” gumamku saat mengetahui kalau tidak ada siapa-siapa lagi di belakang.
Mengabaikan hal itu, aku kembali berbalik dan mulai melangkah maju.
Bruuk.
Tiba-tiba saja ada yang mendorongku dari belakang, hingga membuat badan ini jatuh telungkup ke tanah. Tak lama kemudian, punggungku diinjak dengan sangat kuat oleh seseorang. Rasa sakit yang dirasakan oleh punggung ini dengan cepat menyebar ke sekujur tubuh.
“Dasar, sialan!” kataku sembari mencoba bangkit berdiri.
Ketika diri ini akhirnya kembali berdiri, aku merasakan sebuah tendangan yang diarahkan padaku dari belakang. Menanggapi itu, aku dengan cepat berbalik dan menyilangkan kedua tangan di depan wajah.
Buuk.
Tendangan itu melesat cepat mengenai tangan yang melindungi wajahku. Namun, serangan itu tidak berhenti di sini. Sebelum aku sempat bereaksi, satu tendangan meluncur ke perut ini hingga membuat badanku menjadi lemas.
Aku mundur beberapa langkah, sambil mencondongkan bagian atas tubuhku serta memegangi perut dengan kedua tangan. Jujur, saat ini aku benar-benar merasa ingin muntah, tetapi kutahan sebisa mungkin.
Selang beberapa waktu, satu tendangan mendarat tepat di pipi sebelah kiriku, hingga membuat salah satu gigi lepas dan keluar dari dalam mulut. Darah yang terasa asin kini mulai memenuhi lidah dan mulut ini.
“Puh!” Aku meludahkan darah dari mulut. Tangan yang awalnya memegangi perut, kini berpindah ke pipi.
Perih, itulah apa yang dirasakan oleh pipiku saat ini. Namun, karena keadaan yang tidak memungkinkan, aku pun mengabaikan rasa sakit itu dan berdiri dengan tegak.
Saat ini aku merasakan kehadiran seseorang beberapa langkah di depan. Akan tetapi, mungkin merasakan kehadiran bukanlah kata yang cocok, karena bisa dikatakan kalau ini hanya intuisiku saja.
Hahaha. Ini sungguh lucu bukan. Bagaimana mungkin aku masih sempat memikirkan semua itu dalam keadaan seperti ini.
Buuk.
Satu pukulan keras mendarat di perut ini sebelum aku sempat menyadarinya, kemudian disusul oleh satu pukulan lain yang menghantam wajahku. Dan kini, darah mulai mengalir dari hidung hingga membasahi bibir.
Aku mundur beberapa langkah sembari menutupi lubang hidung yang berdarah, dengan kedua tangan. Dalam sekejap, telapak tanganku basah oleh darah yang berwarna merah.
Sial, ini sangat sakit.
Dalam keadaan yang terpojok, hati mulai mengutuk betapa sialnya nasibku ini. Namun, berapa puluh kali pun aku mengutuk, tidak ada yang berubah. Dan hal itu membuatku sadar, kalau apa yang kulakukan hanyalah hal yang sia-sia.
Setelah beberapa saat menenangkan pikiran, aku semakin mempercepat langkah kaki ini agar dapat segera menghindar dari masalah.
Tiba-tiba saja, kedua kaki ini ditendang dari arah belakang hingga membuatku jatuh terjerembab di tanah. Kali ini, sekujur tubuhku benar-benar terasa remuk dan sangat sakit hingga aku tidak ingin berdiri.
“Sial! Sebenarnya berapa sih jumlah mereka ini?” gumamku sembari memaksa kedua tangan untuk menopang tubuh yang terkulai lemah.
Buuk.
Punggungku sekali lagi diinjak, hingga membuat tangan ini tidak mampu lagi untuk menopang berat badan. Dan di saat aku sedang kekusahan seperti itu, telinga ini mendengarkan obrolan yang dilakukan oleh beberapa orang.
“Hei, kalian! Ayo kita menyiksa bocah ingusan ini bersama-sama!”
“Hahaha. Itu tidak terlalu mengasikan, Bung.”
“Jadi apa yang harus kita lakukan padanya?”
“Kita buang saja dia sebagai umpan untuk mengalihkan perhatian monster-monster itu.”
Selama pembicaraan mereka sedang berlangsung, aku bertanya-tanya di dalam kepala, tentang kenapa mereka seperti bisa melihat dalam kegelapan seperti ini? Apa mungkin karena mereka sudah terlalu lama tinggal dibdalam terowongan, sehingga mata mereka dapat menyesuaikan dengan keadaan gelap?
Ah, tetapi itu tidak mungkin. Jika mereka memang benar-benar hanya tinggal di dalam terowongan ini saja, apa yang mereka makan dan kenapa mereka tidak kehabisan oksigen?
Memikirkan berbagai pertanyaan itu membuat kepalaku terasa begitu pusing. Karena hal itu pula, aku pun dengan segera menenangkan pikiran yang kacau itu dengan menarik napas dalam, dan menghembuskannya dengan perlahan.
“Hei, Bung! Bagaimana kalau kau ikut dengan kami untuk berburu?”
Suara orang yang mengampiriku itu, terdengar seperti suara seorang pemuda yang sedang mengejek teman sebayanya.
“Berburu? Apa maksudmu?” tanyaku sambil menaikkan sebelah alisku tanda kebingungan.
Tap. Tap. Tap****.
Suara langkah kaki menggema di dalam terowongan yang gelap gulita ini. Lalu beberapa saat kemudian, suara itu tidak terdengar lagi dan digantikan oleh suara dari mulut seseorang.
“Jangan banyak bicara lagi, Kaiser! Cepat bawa dia ke tempat berburu!” perintah orang yang baru datang itu, kepada orang yang tadi menghampiriku.
“Oh, ayolah, Scof! Tidak perlu terburu-buru! Lagipula, ini mungkin terakhir kali kita melakukan hal keji seperti ini,” balas orang yang diperintah.
“Haah ....” Terdengar suara helaan napas dari salah satu di antara mereka. Dan setelah sejenak menghela napas, orang itu akhirnya berkata, “Ya, kau benar. Kita sebaiknya lebih menikmatinya kali ini.”
Setelah mengatakan kata-kata seperti itu, orang itu pun pergi menjauhi kami. Tak lama kemudian, tubuhku diangkat ke atas punggung seseorang. Menanggapi hal tersebut, aku dengan segera meronta-ronta sambil berkata, “Tu-Turunkan aku, sialan!”
“Hehe ... itu tidak mungkin kulakukan, Bung,” jawab orang itu, sembari terus berjalan lurus.
Ke mana sebenarnya orang ini ingin membawaku? Dan kenapa aku mendapatkan firasat buruk akan hal ini?
Sembari terus memutar otak untuk menemukan jawaban, aku tanpa henti terus meronta dan berkata kasar, agar orang yang menggendongku, mau menurunkan diri ini. Akan tetapi, orang itu tidak sedikit pun terganggu karena sikapku. Malahan, ia hanya membalas kata-kataku dengan halus dan sopan.
Selang beberapa waktu, orang yang menggendongku berhenti, lalu menurunkan diri ini dengan lembut.
Klotang!
Suara dari benturan besi menggema di telinga. Beberapa saat kemudian, tangan kananku ditarik bagaikan kuda lalu lemparkan dengan kasar.
Ah, di mana aku? Kenapa sejak tadi aku tidak dapat melihat penerangan sedikit pun?
Klotang!
Sebuah suara yang tidak begitu nyaring itu, membuatku keluar dari lingkaran setan pikiran ini. Dan di saat yang bersamaan, aku pun menyadari kalau sekarang ini aku sedang dikurung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Bambang Firmansyah
Siksa teros
2020-09-11
0
Rahma_adhn
Capek juga yaa baca novel jenis gini (ibaratnya nahan napas mulu) ... baru kelar, kena masalah, terus kelar lagi masalah lagi, gitu teruus wkwk
Kasian Leonnya ... berikan sedikit welas asihmu thor
2020-04-11
3
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
Secara tidak langsung leon di penjara, lahhh gimana kabarnya temen leon?
2020-04-08
0