Sesaat setelah diri ini dilanda kepanikan, aku mendengar suara yang terdengar serak dari arah belakang. Sontak aku langsung berbalik untuk memastikan suara itu.
Melirik ke bawah, aku melihat Mischie yang sedang berusaha untuk bangun. Menanggapi hal itu, dengan cepat aku membungkuk dan membantunya untuk bangun. Sebenarnya aku merasa sedikit tidak nyaman karena dia siuman pada saat yang tidak tepat. Akan tetapi, sisi lain dari diriku entah kenapa merasa lega karena dia sudah sadar.
“Pelan-pelan." kataku pada Mischie sembari membantunya bangun.
“Uhuk, uhuk.” Mischie terbatuk beberapa kali lalu berkata, “Di mana aku?”
Nampaknya dia masih belum sadar sepenuhnya, tetapi itu bukanlah masalah sekarang.
“Tenanglah!” jawabku karena tidak tahu harus berkata apa padanya.
Mischie yang sedang linglung kemudian memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri selama beberapa saat. Namun, tak lama kemudian, dia akhirnya tersadar sepenuhnya. “Ah, aku ingat sekarang.”
Aku menghela napas lega karena hal tersebut. Dan setelah kuperhatikan lagi, luka yang ada di tubuh Mischie ternyata sudah tidak lagi mengeluarkan darah. Melihat itu, aku sekali lagi menghela napas lega. Akan tetapi, rasa lega itu tidak bertahan lama, karena saat ini ada seekor monster yang muncul dari dalam sungai.
“Groarr!”
Tiba-tiba saja suara dari mulut monster itu, menggema di dalam jurang sampai membuat kami semua menutup telinga.
“Haih, sebenarnya apa nama mahluk itu?” ucap Flicker yang berada tidak jauh di depanku, lalu ia pun melanjutkan, “badannya terlihat seperti gabungan 3 monster hutan, tetapi kenapa suaranya mirip dengan suara gagak?”
“Gagak?” sahut Villy, “bukankah suara monster itu lebih mirip dengan suara auman serigala?”
“Hm.” Flicker berdeham sembari melirik Villy sambil memegangi dagu dengan tangan kanan. “Benar juga, ya. Suara gagak itu kan ‘howak! howak!’ bukannya 'groarr!'.”
“Hei kalian berdua!” tegur Geisa, “sekarang bukan saatnya untuk membuat lelucon.”
Tiba-tiba saja, monster itu berpaling ke arah kami lalu mulai mengangkat kaki kanannya. Aku pun dengan cepat membantu Mischie untuk berdiri lalu dengan cepat menariknya berlari.
“Cepat! Cepat! Cepat lari!” teriakku dengan panik sembari menarik tangan kiri Mischie, menggunakan tangan kanan.
Tak lama berselang, Gawk dan kelompoknya juga ikut berlari bersama kami mengikuti aliran sungai. Namun, tiba-tiba tanah bergetar hingga membuat kami hampir kehilangan keseimbangan saat sedang berlari.
Kami semua berlari ke kiri dan ke kanan untuk menyeimbangan tubuh. Dan tak lama kemudian, cipratan air yang terjadi akibat hentakan kaki sang monster, membasahi tubuh kami. Walaupun begitu, kami masih terus berlari agar dapat menjauh.
“Haah, haah, haah ....” Suara helaan napas dari orang yang berada di sebelah kananku—yang tidak lain adalah Mischie—dapat terdengar jelas oleh telinga ini. Meskipun begitu, aku masih terus menariknya berlari bersama.
Semakin lama kami berlari, suara helaan napas Mischie mulai terdengar berat, dan sepertinya langkah kaki pemuda itu juga mulai berat. Jujur, aku tidak tahan melihatnya, tetapi demi keselamatan hidup kami, aku berusaha mengabaikan hal itu, dan terus berlari.
Bruuk.
Tiba-tiba Mischie jatuh hingga membuat langkah kakiku terhenti. Menanggapinya, aku dengan cepat berbalik lalu mengangkat dia berdiri. Ketika aku mengalihkan pandanganku ke arah belakang, kelopak mata ini terbelalak dengan sangat lebar, saat melihat monster besar itu melompat ke arah kami. Karena hal itu, aku dengan panik menarik tangan kiri Mischie dan mulai berlari.
“Haah, haah, hosh.” Saat aku mulai menarik Mischie berlari bersamaku, helaan napasnya yang begitu berat kembali menggema di telinga ini.
“Haah, sudah cukup, Leon! Tinggalkan saja aku! Aku sudah tidak kuat untuk berlari lagi,” ucap Mischie sembari mengatur napas.
Tanpa meliriknya, aku menjawab dengan tegas. “Itu tidak akan terjadi!”
“Tapi ....”
Bruuk.
Sebelum Mischie sempat menyelesaikan kalimatnya, dia lagi-lagi ambruk ke tanah. Dan tiba-tiba tanah bergetar lebih kuat dari yang sebelumnya. Karena guncangan itu, aku menjadi kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur ke tanah.
Tanpa ada harapan akan selamat, aku memaksa diri ini untuk bangkit berdiri. Ketika sekali lagi aku melirik ke arah belakang, harapanku untuk tetap bertahan hidup nyaris tidak ada lagi. Karena monster itu mulai mebuat ancang-ancang untuk melompat.
“Matilah aku,” gumamku dengan putus asa, sembari melemaskan kedua tangan dan melepaskan genggamanku.
“Argh ...,” rintih Mischie sembari menekan luka di dadanya yang belum sembuh.
Saat monster itu mendarat beberapa langkah di depanku, tanah lagi-lagi bergetar hingga membuatku telengkup ke tanah.
Ah, tidak ada harapan lagi .... Apakah ini adalah akhir dari hidupku yang sial ini? Ellise, maafkan aku yang tidak mampu membalaskan dendanmu. Dan sekarang, aku akan segera menyusulmu ke alam sana.
Putus asa, itu adalah kata yang tepat untuk menyatakan keadaanku saat ini. Karena diri ini sudah tidak tahu harus berbuat apa. Dan mungkin akan lebih baik jika seperti itu. Namun, jauh di dalam lubuk hati, aku tidak mau mati konyol seperti ini.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa akan lebih baik jika menyerah saja?
“Menyerah? Tidak! Menyerah saja! Tapi aku tidak ingin mati.”
Kata-kata itu terus kuulang sampai tenggorokkan ini menjadi kering. Namun, aku masih tidak dapat menemukan jawaban yang tepat.
Pikiranku menjadi kosong, dan kepala ini masih tetap menunduk memandangi tanah yang gersang.
“Groarr!”
Sebuah suara yang membuatku menjadi semakin putus asa, kembali menggema di dalam telinga. Jujur, aku sangat muak untuk mendengarnya. Meskipun begitu, diri ini tidak dapat melakukan apa-apa untuk mencegahnya.
Di saat aku sedang meratapi betapa lemahnya diri ini, tiba-tiba seseorang menarikku berdiri. Orang itu tidak lain adalah Gawk, yang tidak memancarkan ekspresi apa pun di wajahnya.
Tanpa berkata apa-apa, Gawk menarik tangan kananku lalu berlari. Kulangkahkan kaki ini sembari melirik ke belakang dan melihat Mischie yang sedang diangkat oleh Flicker serta James, kemudian mereka berlari mengejar kami.
Kualihkan pandanganku ke depan sembari menyesuaikan langkah kaki dengan Gawk, lalu melepaskan genggaman tangan pemuda tersebut, dan entah kenapa, pikiran yang awalnya putus asa, kini menjadi dipenuhi oleh harapan. Wajahku yang tadinya kaku, sekarang mulai mulai memancarkan senyuman.
Kenapa aku bisa lupa? Kalau sekarang ini aku sudah memiliki rekan dan tidak sendirian seperti sebelumnya. Namun tampaknya, kata sendirian juga tidak cocok untuk menjelaskan kondisiku sebelumnya. Akan tetapi, ada satu hal yang jelas, aku bisa lebih mengandalkan rekan, mulai sekarang.
“Cepat! Kita tidak punya banyak waktu lagi!” seru Villy yang berada di pintu masuk sebuah gua, sambil melambaikan kedua tangannya kepada kami.
Gua? Kenapa mereka malah ingin bersembunyi di dalam gua? Bukankah itu terlalu beresiko? Apa mungkin itu bukanlah sebuah gua? Ah sudahlah, mungkin akan lebih baik jika aku mengikuti mereka saja.
Segera setelah aku menepis pikiran itu, aku dan Gawk akhirnya sampai di tempat Villy dan Geisa berada. Namun, lagi-lagi tanah berguncang hebat, dinding jurang yang sudah tak kuasa menahan guncangan pun, mulai runtuh. Dan saat aku berbalik menghadap ke arah Mischie serta dua orang yang membantunya berlari, mulut ini menjadi tidak bisa ditahan untuk berteriak. “Mischie! Flicker! James!”
Akibat guncangan beberapa saat yang lalu, mereka bertiga dengan serentak jatuh tengkurap di atas tanah. Melihat itu, aku dengan segera melangkahkan kaki ini untuk membantu mereka. Namun, sebelum aku sempat melangkah lebih jauh, Gawk menghalangiku dengan tangan kanannya, lalu berkata, “Tunggulah di sini! Biar aku yang membantu mereka.”
Dengan paksa aku menabrak pemuda itu, lalu berlari sekuat tenaga ke arah Mischie dan yang lainnya terjatuh. Tak lama kemudian, Gawk menyusul tanpa menghentikanku lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Dr. Rin
biar ga terlalu tegang pak
2023-06-01
0
–
dendanmu....?
kurang jeli kamu.
2020-04-22
0
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
Hoax hoax hoax suara gagak nya hahhahahaa
2020-04-08
0