Tanah kembali bergetar, ketika monster itu berjalan mendekati kami. Dinding jurang pun kini mulai menjadi runtuh hingga membuat suasana lebih mencekam. Akan tetapi, kaki ini masih terus berjalan mendekati tiga orang teman yang sedang dalam kesusahan.
Tanpa menunggu aku dan Gawk sampai, Flicker dan James langsung kembali berdiri dan menopang Mischie, lalu mulai berjalan.
Tiba-tiba sebuah bongkahan batu yang besarnya sekitar satu genggaman tangan, jatuh dari atas tebing dan mendarat tepat di kepala James, hingga membuatnya sempoyongan. Flicker dan James berhenti berjalan untuk sejenak. Karena James sedang menggelengkan kepala beberapa kali setelah terkena batu, lalu mulai kembali berjalan.
Kuhentikan langkah kaki ini saat jarak antara aku dengan mereka sudah tidak jauh. Berjalan dengan perlahan, mereka akhirnya sampai ke tempat di mana aku berada.
“Hei! Kalian tidak apa-apa?” tanyaku dengan panik kepada mereka.
“Ya, kami baik-baik saja,” jawab Flicker sembari terus berjalan melewatiku.
Tanpa melanjutkan pembicaraan kami, aku langsung saja berjalan dengan perlahan melewati mereka. Namun, lagi-lagi tanah berguncang. Karena hal itu, aku tanpa sadar bergerak ke sana kemari agar tubuh ini tidak terjatuh.
Byur.
Sebuah batu yang sangat besar, jatuh ke sungai hingga membuat air memuncrat keluar dan membasahi badan ini.
Dum! Dum! Dum****!
Suara hentakan kaki dari sang monster, menggema dan semakin membuat tanah berguncang. Menyadari itu, kami langsung berlari sekencang mungkin agar dapat menghindar.
Tidak jauh di depan kami, aku dapat melihat Villy dan Geisa yang sedang melambaikan tangan mereka, agar kami menambah kecepatan. Akan tetapi, sebelum aku sempat menanggapinya, suara yang begitu keras menggema dari arah belakangku.
Aku menjadi goyah dan kemudian ambruk ke tanah. Sedangkan teman-temanku masih dapat berdiri, walau gerakan mereka tidak karuan. Tak lama kemudian, sebuah bayangan yang begitu besar, menutupi sekujur tubuh ini.
Dug-dug. Dug-dug.
Detak jantung ini menjadi semakin kencang. Darah yang mengalir ke dalam otak terasa berputar dengan cepat. Walaupun begitu, aku masih memberanikan diri untuk memandang ke atas.
“Haah! Haah! Haah!”
Tarikan napasku menjadi semakin cepat. Darah yang dipompa oleh jantung, mengalir dengan kecepatan yang tidak wajar. Sekujur tubuhku kini basah kuyup oleh keringat yang keluar dari pori-pori kulit.
“Tidak! Tidak!”
Kaki itu semakin semakin mendekat ke punggungku. Aku merangkak, menggunakan kedua tangan ini untuk menarik badan.
Bayangan itu semakin mengecil, dan karena itu juga, ketakutanku menjadi bertambah.
Dum!
Langkah kaki monster itu, berdentum dengan keras hingga membuat debu bertebaran ke sekitar.
“Groarr!”
Auman sang monster, menggema di dalam heningnya jurang. Semua burung yang mendengar auman itu, langsung terbang menjauh dari sumber suara.
Hening ....
Tidak ada yang bersuara.
Semua orang yang ada di sekitar monster besar tersebut, menjadi kaku layaknya sebuah patung. Meskipun begitu, mata mereka semua menatap ke arah yang sama.
Bruuk.
Geisa jatuh dan berlutut ke tanah, sambil memandangi seorang pemuda yang kedua kakinya hancur, karena diinjak oleh sang monster. Air matanya bercucuran hingga membasahi kedua pipi. Karena itu, dia pun menutup wajah dengan kedua tangan sambil menunduk.
Alasanya sangatlah sederhana, dan mungkin dapat ditemukan di mana saja. Dan nampaknya, sebagian besar orang sudah mengalami hal tersebut.
Ya ....
Itu benar ....
Dia menangis karena kedua kaki seorang pemuda yang ada di depanku saat ini—yang tidak lain adalah Gawk—telah hancur karena diinjak oleh monster besar. Dan entah kenapa, aku tidak ingin melihatnya. Malahan, aku memalingkan pandangan ke arah lain. Akan tetapi, apa yang kulihat bukanlah hal bagus.
Perlahan-lahan kupalingkan pandangan ini ke arah Gawk. Dari sini aku dapat melihat helaan napasnya yang tersendat-sendat dan keadaannya yang sekarat.
“Kenapa!?” Rangkaian kata itu keluar dari tenggorokanku yang terasa kering.
Ini bukanlah sebuah kebaikan.
Kenapa dia mau berkorban untukku?
Padahal jika waktu itu dia tidak segera berlari dan melemparku ke samping, ia tidak akan seperti ini.
“Groarr!”
Segera aku berdiri ketika mendengar auman yang memuakkan itu. Aku mengepalkan kedua tangan dengan kuat hingga membuat lengan ini gemetar.
“Sudah cukup!” ucapku dengan penuh amarah.
Aku menggertakan gigi. Lalu beberapa saat setelahnya, darah yang terasa asin keluar dari bibirku yang luka dan membasahi lidah.
Dengan cepat, aku mengambil tanah lalu melemparkannya ke wajah monster itu. Dia berpaling ke arahku dan menatap dengan dingin, lalu mencakar tebing yang berada di belakangku.
Sisa-sisa tanah hasil cakaran monster itu, jatuh ke atas kepalaku. Debu mulai bertebaran hingga membuatku terbatuk-batuk serta kelilipan.
Ini aneh.
Kenapa monster ini seolah tidak memiliki niat untuk menghabisi kami? Melainkan, dia terlihat seperti sedang mengamati kami semua dengan sedikit gertakan.
Apa sebenarnya yang diinginkan oleh monster besar ini? Apakah dia memiliki tujuan lain? Atau mungkin ....
Ah, sudahlah. Aku tidak memiliki waktu untuk memikirkannya. Karena akan kubuat monster sialan ini menderita sekarang juga.
Segera setelah debu menghilang, aku langsung melompat ke kaki monster itu, lalu melancarkan tinjuan yang bertubi-tubi menggunakan kedua tangan yang mengepal. Ini sakit, membuatku ingin segera berhenti melakukannya. Namun, tidak mungkin aku mau berhenti.
Mengabaikan rasa sakit di tangan, aku masih terus melancarkan pukulan ke kaki monster itu.
Tiba-tiba ...,
Bruuk!
“Argh ....” Aku mengerang kesakitan saat tubuhku terbentur ke dinding jurang.
Sakit, sekujur tubuhku terasa nyeri, dan semua tulangku terasa remuk.
Monster itu mulai mengangkat kakinya dan bersiap untuk menginjakku. Namun, monster tersebut segera berbalik, ketika Flicker dan teman-temannya mulai melempari wajah sang monster.
“Brengsek kau!”
“Monster sialan!”
“Kembalikan teman kami!”
Segala macam kata yang tidak enak didengar, terucap dari mulut mereka. Menanggapi hal itu, aku memaksa badan ini untuk berdiri dan terus berjalan. Rasa sakit kini sudah tidak lagi kurasakan. Kakiku bergerak dengan sendirinya menuju ke arah monster itu.
Dum!
Suara hentakan kaki sang monster kembali menggema tepat di depan mataku. Tentu saja ini membuat tanah bergetar, sampai-sampai aku hampir kehilangan keseimbangan karenanya. Namun, karena jalanku sudah begitu sempoyongan, maka aku tidak merasakan perbedaan yang besar saat terjadi guncangan dengan saat tidak terjadi.
Ada apa dengan monster ini? Seharusnya dia bisa saja membunuh kami dengan cepat. Akan tetapi, kenapa dia tidak melakukannya sejak tadi?
“Ti-Tidak, hentikan semua ini!”
Entah karena apa, aku tiba-tiba saja melihat sebuah bayangan yang tidak begitu jelas, hingga membuatku mengatakan kata-kata itu.
“Argh!” rintihku sambil memegangi kepala dengan kedua tangan.
Pusing, nyeri, aku seperti sedang melihat sebuah gambar yang diputar dengan kecepatan sedang, dan diperlihatkan di depan mataku.
“Argh! Argh!” Aku terjatuh dan berlutut di atas tanah sambil memegangi kepala yang pusing. Kini, ingatan yang tidak begitu tampak, muncul di kepala ini.
Beberapa saat kemudian, kepalaku mulai membaik. Aku berdiri dengan tegak lalu menatap monster itu.
“Aku akan menghabisimu, monster jelek,” ucapku dengan tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Dr. Rin
ini bintang sengaja thor? bukan sensor? 🤔
2023-06-02
0
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
emang Monster suaranga groar ya🤔 aku jadi penasaran, soalnya aku ga nyaman baca groar hahhahaha
2020-04-08
0
Elsa
asiik! suka adegan berkelahi dengan monster 😋
2020-03-21
1