Aku merangkak ke depan dengan perlahan, hingga akhirnya tangan kananku menyentuh besi panjang yang berdiri dan memiliki permukaan yang sedikit kasar. Dengan menggunakan bantuan dari besi itu, aku menarik tubuh ini untuk segera berdiri.
Kutempelkan kedua telapak tangan ini pada besi-besi yang berdiri mengalangiku itu. Kemudian, aku mencoba menggoyang-goyangkan besi-besi tersebut dengan sangat kesal serta berteriak.
“Hei! Siapa saja! Keluarkan aku!”
Berulang kali aku meneriakan kata-kata itu, hingga suara ini menjadi serak karena tenggorokan yang kering. Meskipun begitu, tidak ada seorang pun yang mau menanggapi teriakan tersebut.
“Haah ... apa yang mereka inginkan dariku?” ucapku yang kini sudah pasrah akan keadaan.
“Hei!” Sekali lagi aku berteriak, akan tetapi, tidak ada yang menanggapi.
Bagaimana ini? Sebenarnya di mana diriku berada sekarang?
Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepala, dan dari semua itu, tidak ada satu pun yang dapat terjawab. Menyadari kekurangan yang kumiliki, aku sekali lagi menjadi panik dan kocar-kacir ke sana kemari mencari jalan keluar. Akan tetapi, berapa kali pun aku mencari, tetap saja tidak menemukannya.
“Argh! Ke mana mereka menyembunyikan jalan keluar darurat?” Aku mengerutu dengan sangat kesal dan kecewa.
Ketika aku mulai menyerah, tiba-tiba telinga ini mendengar suara dentingan besi. Seketika itu, aku dengan cepat memalingkan pandangan ke arah suara tersebut. Namun, tetap saja, mata ini tidak dapat melihat apa-apa karena kurangnya pencahayaan.
Sesaat setelah suara dentingan berakhir, aku kembali mendengar suara langkah kaki seseorang yang sedang mendekat ke arahku. Beberapa detik setelahnya, suara itu tidak terdengar lagi.
Kusipitkan mata ini, lalu mengamati orang yang ada di hadapanku. Kendati begitu, aku masih tetap tidak dapat melihat dengan jelas, siapa yang ada di sana.
“Hei bocah dungu! Siapa namamu?” tanya orang itu.
Hening ....
Tidak ada suara lain yang terdengar kecuali bunyi helaan napas.
“Kau tuli ya!” sambung orang itu, dengan suara nyaring.
“Eh!? Hah!? Kau berbicara padaku?” sahutku sambil menunjuk wajah, dengan jari telunjuk.
“Sialan! Kau pikir aku berbicara dengan siapa, hah!?”
“Kukira kau sedang berbicara dengan hantu?”
Mendengar jawaban itu, orang yang sedang berbicara padaku saat ini, langsung membunyikan jari tangannya berulang kali.
Aku memiringkan kepala karena bingung mengapa dia melakukannya. Apa aku salah berbicara tadi? Ah, sudahlah, daripada bingung, lebih baik aku tanyakan saja.
“Apa aku salah berbicara?” tanyaku dengan terheran-heran.
“Tidak!” jawabnya.
Dalam sekejap, tubuhku langsung merinding mendengar jawabannya. Karena mungkin dia sangat kesal mendengar pertanyaanku. Walaupun begitu, aku tetap tidak mengerti alasan dia marah.
“Mm, ngomong-ngomong, kenapa kau disini?” Aku akhirnya berkata lagi untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“Haah ....” Orang yang ada di hadapanku saat ini, menghela napas panjang. “Itu tidak penting. Hanya saja, beritahu aku siapa namamu?”
Sebenarnya aku sangat ingin menyebutkan nama dengan acak, untuk menyembunyikan identitas. Akan tetapi, setelah kupikir lebih lanjut, hal itu tidak berguna dan mungkin saja dapat merugikanku suatu hari nanti.
“Namaku adalah Leon."
“Baiklah, Leon. Sekarang ikuti aku!”
Sebelum menuruti perintahnya, aku bertanya terlebih dahulu. “Bagaimana mungkin aku bisa mengekor, jika mata ini tidak dapat melihat apa-apa, selain warna hitam dan gelap.”
“Pegang tanganku!” Dia menyambar tangan kananku, lalu berjalan menuju pintu keluar.
Tangannya begitu mungil, memiliki kulit yang halus serta lembut, hingga membuatku berpikir kalau sekarang, aku bisa saja menghajarnya, agar diri ini dapat lepas dari cengkraman mereka. Namun, aku dengan segera menepis pikiran itu, karena kasihan pada orang yang menarikku ini.
Waktu demi waktu berlalu, orang itu akhirnya berhenti. Sesegera mungkin, aku menutup mata ini dengan kedua tangan karena terpapar oleh cahaya matahari.
Beberapa saat kemudian, aku perlahan-lahan membuka mata dan segera beradaptasi dengan cahaya. Ketika pengelihatan kembali normal, aku begitu takjub saat melihat pemandangan indah yang terhampar sangat luas di depan mataku.
“Wow!! Indah sekali,” ucapku mengomentari pamandangan itu.
Bagaimana mungkin aku tidak takjub, saat melihat sebuah taman bunga yang memiliki aneka ragam warna, serta dihiasi oleh kupu-kupu cantik dan mempesona. Tak tahan ingin segera menikmati pemandangan itu, kulangkahkan kaki ini ke depan dengan riang sembari melepaskan genggagaman tangan.
Tiba-tiba, bajuku ditarik ke belakang hingga membuat diri ini jatuh terduduk di tanah. Tanpa basa-basi lagi, aku langsung memalingkan wajah kecut ke arah orang yang menarikku. Dari sini aku dapat melihat, wajah cantik dan mulus seorang gadis berambut hitam panjang yang terurai.
Gadis itu kemudian menatapku dengan mata birunya yang cerah. “Kau sudah buta, ya? Bukankah sudah jelas kalau yang kau lihat itu hanya ilusi.”
“Ilusi?” tanyaku yang tidak mengerti apa maksud dari perkataannya itu.
“Coba lihat ke sana!” Sang gadis pun menunjuk ke pojok kiri taman, menggunakan tangan kanannya yang panjang dan berkulit putih.
Aku dengan dengan patuh memalingkan pandangan sesuai petunjuknya. Setelah sekilas melirik, aku kembali memalingkan wajah yang tidak senang, ke arah gadis itu.
“Hah? Aku tidak melihat ada sesuatu yang istimewa di sana,” kataku dengan acuh.
“Haih ....” Gadis itu menghela napas. “Coba cermati apa yang kutunjuk! Setelah itu, kau bebas ingin berkata apa.”
Ada apa dengan gadis ini? Bukankah sudah jelas kalau di pojok sana hanya ada serumpun bunga indah berwarna biru. Jadi, apa yang aneh dengan itu?
“Baiklah, baiklah, aku akan mencermatinya.” Aku pun pasrah karena tidak ingin berdebat. “Tapi sebelum itu, beritahu aku siapa namamu, dan kenapa kau bisa melihat dalam kegelapan.”
“Namaku Lize, dan jawaban untuk pertanyaan keduamu, sayang sekali, aku tidak dapat menjawabnya.”
“Hah? Apa-apaan itu? Tidakkah kau dapat memberiku sedikit penjelasan?”
“Asal kau tahu saja, aku juga ingin mengetahui tentang hal itu. Karena aku bangun di hutan aneh ini tanpa mengingat apa pun selain nama.”
Ini mengejutkan, ternyata ada seorang lagi yang bangun di hutan ini, tanpa mengingat apa-apa dari kehidupan di masa lalunya. Namun, anehnya lagi, kenapa dia bisa memiliki kemampuan melihat di dalam kegelapan. Sedangkan aku dan Ellise tidak mendapatkan hal yang sama.
Lelah memikirkan semua itu, aku memalingkan pandangan ke arah pojok bagian kiri taman, lalu memulai pengamatan. Kusipitkan mata ini, dan perlahan berdiri sambil mencondongkan tubuh ke depan, agar dapat melihat apa sebenarnya yang ada di balik serumpun bunga berwarna biru, nan jauh di sana.
Semakin lama aku mengamati, mata ini sekilas dapat melihat cahaya berwarna biru yang muncul, di antara rumpun bunga tersebut. Namun, beberapa saat kemudian, cahaya itu menghilang seperti lenyap ditelan oleh sinar matahari.
“Apa itu?” ucapku saat melihat cahaya biru tersebut.
“Itu adalah asal dari ilusi yang sedang kita lihat saat ini.” Gadis bernama Lize, yang ada di belakangku, menjawab tak acuh.
Aku menaikan sebelah alis, lalu menatap Lize dengan heran. “Benarkah itu?”
“Jika kau tidak percaya, ya sudah.” Lize mendengus kesal.
“Iya, iya, aku percaya.”
“Heh, omong kosong.” Gadis itu memalingkan wajah ke arah lain.
Hm, ternyata hari di mana aku dapat melihat seorang gadis bertingkah sok angkuh kepadaku, akhirnya tiba juga. Ini benar-benar membuatku senang, dan berpikir apakah mungkin aku dapat melihat pemandangan seperti ini lagi, di masa depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Dr. Rin
kayanya karakter ini bakal idup lebih lama, soalnya punya sdikit kesamaan dengan MC 🤔
2023-06-03
0
Lee_Yan
ASIKK THORR CERITANYA UDAH AKU BOOM LIKE YUHUU KEREN BANGET
btw mampir ya ke " A book of pragma "
2020-09-01
0
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
Masihhh ngikutin alurnya, gue bungung setiap bab pasti ada orang baru nya yang nongolll.
2020-04-08
0