“Groarr!”
Suara mengerikan itu, kembali terdengar, bahkan suaranya kini menjadi lebih keras dari sebelumnya. Seisi hutan tampaknya panik, dan burung-burung bertebaran tak tentu arah, untuk menjauh dari sumber suara tersebut.
Dari situ, pikiran ini menjadi kacau, dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, tiba-tiba si pemuda tadi berkata dengan nada yang sedikit panik.
“Cepat! Tidak ada waktu lagi, ayo kembali ke markas!”
Sesaat setelah mendengar kalimat tersebut, diri ini bagaikan tertarik keluar dari lingkaran setan yang berputar di kepala. Kemudian, tanpa banyak celoteh, kulangkahkan kaki, bergegas mengejar si pemuda yang sudah berlari masuk ke dalam gua.
Masuk di dalam gua, pandangan mata ini langsung menggelap, dan tidak dapat melihat apa-apa, hingga membuatku terdiam di tempat. Namun, tak lama setelahnya, tangan kananku ditarik oleh seseorang sampai membuat diri ini kembali berlari mengikuti arah orang tersebut.
Tap! Tap! Tap****!
Bunyi langkah kaki menghiasi telinga, di balik sunyinya gua. Selama perjalanan itu, aku tidak sekali pun mendengar kedua orang yang berlari di depanku ini, berbicara satu sama lain.
Hm, apakah hubungan mereka tidak akur?
Setelah kupikir lagi, sungguh tidak ada gunanya diri ini memikirkan hal itu, karena nasibku sudah seperti bergantung dengan mereka. Jadi, dengan kata lain, semua yang kulakukan haruslah bermanfaat bagiku.
Mendadak, mata ini disilaukan oleh cahaya lentera di sepanjang jalur sebuah lorong panjang. Tangan ini, tanpa kusadari sudah menutup mata, hingga tak dapat melihat apa pun selama beberapa saat.
Kugosok mata ini, dan mulai membuknya perlahan-lahan. Aku yang awalnya tak mampu melihat cahaya lentera, akhirnya dapat menyesuaikan. Sekitar beberapa langkah di depan kami, aku dapat melihat sebuah pintu yang sangat besar, dan dijaga oleh beberapa pengawal. Namun, tiada mempedulikan mereka, kami lantas masuk ke dalam sebuah ruangan, yang di ujungnya terdapat seorang pemuda berpakaian serba hitam, sedang duduk di atas sebuah kursi megah layaknya singgasana.
Di sebelah kiri dan kanan orang itu, terdapat beberapa gadis cantik yang mungkin adalah selirnya. Kenapa aku mengatakan kalau mereka adalah selir? Ya, itu karena orang yang duduk di singgasana tersebut, tampak seperti seorang pangeran.
Dalam jarak beberapa langkah di depan orang itu, kami menghentikan langkah kaki dan menghadap ke arahnya. Melirik sekilas ke arah kami, dia menyilangkan kedua kaki dan menyangga kepala dengan tangan kanan.
“Apakah dia adalah orang yang selanjutnya?” tanya orang itu, dengan nada datar dan tampak tak begitu tertarik akan kehadiran kami.
“Kamu pikir apa alasanku menyeretnya kemari?” jawab si pemuda yang menuntun kami ke sini.
“Oh, tampaknya kali ini kau memilih orang yang salah, Creeps.”
Si pemuda yang dipanggil ‘Creeps’ oleh orang yang ada di atas singgasana, tampaknya sangat kesal, sampai-sampai dia menggertakan gigi. “Jangan kira kau dapat memperalat kami sesukamu, Andrew!”
“Haih, tak kusangka kau akan begitu kasar terhadapku. Apa kau sudah tidak ingin melihatnya hidup, hah?”
Suasana menjadi tenang, Creeps menggenggam erat tangannya sambil menundukkan kepala, karena sudah tidak dapat melawan. Namun, kenapa dia seperti itu?
“Kau sudah sangat keterlaluan, Andrew!” bentak Lize, yang sedari tadi hanya mendengarkan perdebatan antara Creeps dengan Andrew.
Andrew menaikkan kepala dengan sombong sembari membuat senyum licik di wajahnya.
“Cih, kau pikir dengan begitu, kau bisa membuatku tunduk dan akan memperlakukan kalian dengan baik?”
“Kau!!”
Lize yang sudah terlanjur kesal dan hendak membalas perkataan Andrew, tiba-tiba dihentikan oleh Creeps yang meletakkan tangan kanannya di bahu sebelah kiri Lize, sambil menundukkan kepala di hadapannya.
“Sudah cukup!” ucap Creeps pelan dengan nada putus asa.
“Tapi ....”
Sebelum Lize sempat membantah, Creeps langsung melanjutkan, “hentikan, Lize! Aku tidak ingin dia membunuh adikku.”
Mendengar pengakuan tersebut, tampaknya Lize dengan berat hati, memendam apa yang ingin dia ungkapkan, lalu menggantinya dengan kalimat yang berbeda.
“Baiklah, aku tidak akan mendesaknya lagi,” sahut Lize sembari menatap Creeps dengan lembut.
Setelah menenangkan Creeps, Lize akhirnya mengalihkan pandangannya padaku seolah berkata, ‘maafkan aku!’. Aku menaikkan sebelah alis serta memiringkan kepala, karena tidak mengerti.
Menyadari kebingunganku, Lize memalingkan pandangan ke arah lain, seolah tidak sanggup melihat wajah ini. Aku semakin bertambah bingung, kenapa dia bertindak seperti itu.
Tak lama berselang, sebuah perintah yang dilontarkan oleh Andrew, memecah keheningan.
“Bawa dia!” kata Andrew.
Menanggapi perintah tersebut, Lize dan Creeps segera membawaku ke sebuah tempat yang berada di pintu keluar lain terowongan. Di mana tempat tersebut adalah perbatasan terowongan dengan hutan yang masih sangat lebat.
“Ada apa sebenarnya dengan kalian ini?” tanyaku kepada mereka berdua.
Tidak ada jawaban sama sekali, mereka hanya terus menyeret diri ini, hingga kami benar-benar berada tepat di dalam hutan.
“Hei! Hei! Hei! Sebenarnya kenapa kalian ini?” Aku bertanya untuk kedua kalinya.
“Diamlah!” jawab Creeps dengan nada datar.
Sebenarnya kenapa mereka ini? Bagaimana mungkin mereka menelan mentah-mentah perintah dari orang brengsek tadi?
“Oh, ayolah, Bung! Kau tidak mungkin akan menuruti perintahnya begitu saja, kan?” kataku pada Creeps.
Tiba-tiba, Creeps mendorongku hingga tersungkur ke tanah. Dia lantas menatapku dengan tatapan kosong. “Berisik.”
Sebelum aku sempat menjawab, sebuah tendangan meluncur ke pipi sebelah kananku. Salah satu gigiku kini kembalicopot, dan darah asin bercampur perihnya luka, mulai memenuhi mulut. Sesaat, aku melirik Lize yang memalingkan wajah ke arah lain, sambil menutup mulut dengan tangan kanan. Sedangkan Creeps, masih memandangi diri ini dengan tatapan kosong.
Apa-apaan mereka? kenapa semua ini seolah sudah direncanakan untuk membuatku bimbang menentukan, mana yang benar dan salah. Mungkinkah semua ini adalah ulah dari orang bernama Andrew itu?
“Argh!” erangku ketika perut ini diinjak oleh Creeps.
Darah bercampur dengan air liur, kini mulai bercucuran dari mulut. Diri ini rasanya sangat ingin melawan, tetapi tidak mampu melakukannya. Saat tubuh tergulai lemah, Creeps mengangkat kakinya dan mulai berkeliling, mencari-cari sesuatu di sekitar kami berada.
Tak lama setelah diri ini merasa lega, karena akhirnya penderitaan yang kuterima sudah berakhir. Creeps datang dengan membawa sebilah bambu yang bagian ujungnya runcing. Entah kenapa, aku merasa kalau ini adalah petaka, dan benar saja, Creeps menarik pakaianku hingga robek, dan mulai menebaskan ujung bambunya yang runcing ke tubuhku.
“Argh!” Jerit kesakitan itu menggema di dalam rimbunnya hutan, hingga membuat burung-burung bertebaran.
Rasa sakit mulai menyebar ke sekujur tubuh, hingga membuat diri ini tak lagi mampu berdiri. Darah dari luka-luka yang kuterima, kini juga mulai membasuh diriku.
Tiba-tiba saja, telinga ini mendengar suara ranting yang patah, dan mataku melihat Mischie serta teman-teman yang lain, sedang diseret kemari oleh beberapa orang. Tampaknya, kondisi mereka juga sama sepertiku.
Segera setelah sampai, orang-orang itu pun membaringkan teman-temanku yang sudah tak sadarkan diri, tepat di sebelahku. Lalu, salah satu dari mereka, mulai menyiram tubuh kami yang dipenuhi oleh luka, dengan cairan yang ada di sebuah botol.
Cairan tersebut membuat luka-luka ini menjadi semakin perih, dan meningkatkan bau amis dari darah kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
PHSNR👾
lama lama habis tu gigi 😅
2025-03-18
0
Dr. Rin
kalau dialog tag di tambah dialog aksi ini sebutannya apa thor? 🤔 aku sering pke tapi masih bingung bener ga di gabungin gtu.
2023-06-04
0
Re-Kun
wah... mau ditumbalin ya?
2020-04-12
2