Penantian Dimas

Penantian Dimas

Kecelakaan Pesawat

Tiba-tiba telepon rumah berdering, membuyarkan lamunan nek Sani yang sedang menikmati secangkir kopi dan sepiring pisang goreng yang sedang hangat.

Dengan segera nek Sani mengangkat gagang telepon.

"Hallo, dengan siapa ini?" kata nek Sani.

Tiba-tiba nek Sani terduduk lemas dan menangis histeris.

Spontan mbak Sri yang sedang membereskan belanjaan, karena dia baru pulang dari pasar merasa terkejut.

Dengan setengah berlari, mbak Sri menghampiri nek Sani yang sedang menangis.

Reza dan Dimas yang sedang bermain volly di halaman belakang rumah, ikut terkejut mendengar neneknya menangis histeris.

Mereka segera berlari menjumpai nek Sani.

"Ada apa nek?" kata mbak Sri sambil memegang pundak nek Sani.

"Ada apa nek?" kata Reza dan Dimas bersamaan.

Dengan tersedu-sedu dan terpatah-patah nek Sani berbicara sambil menangis.

"Ibu ayahmu.... kecelakaan pesawat Za.... "

"Apa ???" kata Reza, Dimas dan mbak Sri secara bersamaan.

Reza terduduk lemas, wajahnya pucat dan mulutnya hanya bisa komat kamit sambil mengucapkan, "Innalillahi wainnailaihi rojiun."

Air matanya mengalir deras dari kedua belah pipinya.

Begitu juga dengan mbak Sri dan anaknya Dimas.

Mereka semuanya menangis histeris.

Tidak berapa lama para tetangga berdatangan karena mendengar tangisan mereka.

"Ada apa ini?" Kata salah satu tetangga yang datang.

Dengan tersedu-sedu mbak Sri menjawab, "orang tua Reza mengalami kecelakaan pesawat barusan pak."

"Innalillahi wainnailaihi rojiun." kata tetangga bersamaan.

Bu Neng dan tetangga lainnya ikut menangis.

"Memangnya pak Rusdi dan bu Kinanti pergi kemana." kata salah seorang tetangga yang datang.

"Jumat semalam mereka ke Jakarta untuk menghadiri resepsi pernikahan putri dari adik pak Rusdi yaitu pak Anton.

"Tadi pagi sehabis subuh, mereka berangkat pulang." kata mbak Sri menjelaskan.

"Ayok sekarang kita bereskan semuanya." kata pak Usman yang merupakan tetangga dekat nek Sani.

"Ayok." jawab pak Budi.

Semua tetangga yang datang segera membereskan rumah dan halaman.

Ada yang membentangkan ambal dan tikar.

Ada yang menyewa teratak dan kursi-kursi untuk tamu yang datang.

Semuanya berpartisipasi dan peduli dengan keluarga nek Sani.

Nek Sani dan orang tua Reza termasuk orang yang terpandang di kampung itu.

Selain ramah, mereka juga dikenal baik dan peduli terhadap tetangga disitu.

Mereka sering memberikan bantuan pada tetangga yang lagi kesusahan.

Setelah semuanya selesai, pak Budi dan beberapa orang tetangga lainnya pergi untuk mencari tau tentang keberadaan penumpang yang mengalami kecelakaan pesawat itu.

"Ayok Za.... kita berangkat sekarang." kata pak Budi.

"Dimas ikut ya pak." kata Dimas.

"Ayok kalau mau ikut." kata pak Budi menjawab pertanyaan Dimas.

Sementara kondisi nek Sani yang sudah tua, tidak memungkinkan untuk ikut pergi.

"Mbak Sri jaga nek Sani aja ya." kata pak Budi.

"Iya pak, saya di rumah aja." kata mbak Sri.

Sejak berita duka diumumkan di mesjid, pelayat berdatangan silih berganti.

Kerabat dekat dan famili semuanya sudah pada datang, sehingga rumah nek Sani penuh dengan tamu-tamu yang melayat.

Menjelang magrib pak Budi dan rombongan pulang, tetapi jenazah belum ikut pulang karena masih harus diotopsi di rumah sakit.

"Kemungkin jenazah nanti malam baru diantar." kata pak Budi menjelaskan pada nek Sani dan mbak Sri.

Sehabis magrib tahlillan digelar.

Di kampung itu sudah terbiasa jika ada orang yang meninggal maka digelar acara doa bersama selama tiga hari berturut-turut.

Doa bersama dinamai tahlillan.

Pulang dari masjid, bapak-bapak langsung pergi ke rumah duka untuk melaksanakan tahlillan.

Pak Budi dan pak Usman menyalami pelayat yang datang untuk tahlillan.

Mereka berdua sudah seperti famili dekat dengan keluarga Reza.

Mereka berdualah yang mengurus semuanya. Mulai urusan jenazah, sampai urusan sewe menyewa teratak dan kursi.

Untunglah ada pak Budi dan pak Usman yang dengan cekatan mengurusnya.

Kalau tidak ada mereka, siapa yang mengurus semuanya.

Reza dan Dimas duduk berdampingan saat tahlillan.

Reza hanya diam, tidak ada ngomong sepatah katapun.

Hanya sesekali mulutnya komat kamit sambil membacakan ayat suci Al quran.

Selesai tahlillan, Dimas membagikan air mineral yang ada di kotak.

Air mineral itu dibeli tetangga dengan mengumpulkan sumbangan seikhlas hati.

Kebiasan di kampung itu, kalau ada orang yang meninggal semua tetangga berpartisipasi menyiapkan makanan dan minuman.

Setelah uang sumbangan terkumpul, dibelanjakan untuk membeli makanan dan minuman.

Sebagian dibeli air miniral cup, gula, copi dan bubuk teh.

Biasanya tengah malam, tamu dan tetangga yang masih di rumah duka dibuatkan copi dan teh manis panas.

"Ini pak minumnya." kata Dimas kepada salah seorang pelayat.

"Terima kasih." jawab bapak itu.

Dengan cekatan Dimas membagikan minuman kepada pelayat lain yang ikut tahlillan.

Setelah selesai talillan, sebagian ada yang langsung pulang, ada juga yang masih tetap disitu.

Biasanya yang duluan pulang, tengah malam datang lagi untuk menemani keluarga duka.

Bahkan tidak sedikit yang pulang pagi.

"Om.... ayah ibu uda gak ada." kata Reza sambil memeluk omnya.

"Yang sabar ya Za.... " kata om Anton sambil melepas pelukannya.

Om Anton baru datang dari Jakarta.

"Om tidak menyangka kejadiannya secepat ini. Padahal tadi pagi, om lah yang mengantar ayah ibumu ke bandara. Tapi om gak ada firasat apa-apa." kata om Anton.

"Ya itulah yang namanya umur, dipercepat atau diperlambat gak akan bisa. Karena itu adalah rahasia Allah, kita harus ikhlas menerimanya." kata tante Mira.

"Banyak bersabar ya Za.... ini semua sudah takdir dari Allah. Mau gak mau kita harus siap menerimanya. Dibalik ini semua pasti ada hikmahnya. Yang terpenting sekarang, selalu doa kan kedua orang tua kita agar lapang di alam sana." kata tante Mira dengan nada sedih.

"InsyaAllah akan selalu Reza doakan ayah ibu, tante." kata Reza sambil membawa om Anton dan tante Mira masuk ke dalam rumah.

Dimas juga ikut masuk sambil membawakan koper om Anton.

"Nenek makan ya." kata mbak Sri kepada nek Sani.

"Nanti aja Sri, nenek masih kenyang." kata nek Sani.

"Nenek belum makan loh dari tadi siang." kata mbak Sri lagi.

"Nanti nenek bisa sakit loh." kata mbak Sri lagi.

Segera mbak Sri memapah nek Sani ke dapur, untuk diambilkan makan.

Setelah nasi diambilkan, mbak Sri membuat teh manis panas.

Sambil makan, sesekali nenek Sani meneteskan air mata.

Kelihatan sedih yang mendalam di wajah nek Sani.

Tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

Dia mengunyah makanan, tetapi pikirannya melayang entah kemana.

"Kok gak dihabiskan nasinya nek." kata mbak Sri.

"Nenek gak lapar Sri." kata nek Sani.

"Ya udahlah kalau gitu." kata mbak Sri sambil mengambil piring dari tangan nek Sani.

"Nenek habiskan teh manis panasnya ya, biar ada tenaga nenek, jadi gak lemas." kata mbak Sri lagi.

Setelah selesai makan, mbak Sri membawa nek Sani ke ruang tamu lagi.

Pelayat yang datang silih berganti.

Sebagian famili nek Sani sudah datang.

Ada yang bermalam di rumah nek Sani, ada juga yang pulang malam itu juga.

Nek Sani termasuk keluarga besar, karena banyak kemanakan dari kakak dan adiknya yang datang.

Tepat jam 23.00 wib, jenazah tiba di rumah duka dengan diantar mobil ambulance.

Begitu sirine ambulance terdengar, semua orang berdatangan.

Baik orang tua, sampai anak-anak, semuanya ingin menyaksikan jenazah yang datang.

Begitu jenazah masuk ke dalam rumah, semua pelayat yang kebetulan wanita menangis semua.

Petugas rumah sakit yang menggotong jenazah sampai sulit untuk masuk rumah duka, karena pelayat sudah pada ramai berdatangan.

Semuanya pada mau melihat lebih dekat.

Reza memeluk dan mencium jenazah ibunya, kemudian gantian jenazah ayahnya.

Reza terduduk lemas sambil memandang wajah kedua orang tuanya yang terbujur kaku dihadapannya.

Tak terasa air matanya mengalir deras.

Ia merasa seperti dalam mimpi.

Tidak pernah dibayangkan sebelumnya, kalau kejadian ini bakal menimpah dirinya.

Nek Sani sempat pingsan saat melihat jenazah anak dan menantunya.

"Ayok angkat, angkat." kata salah seorang pelayat disitu.

"Ayok kita bawa ke kamar aja." kata mbak Sri.

Segera mbak Sri dan pelayat yang disitu membawanya ke kamar.

Mbak Sri segera mencari minyak kayu putih.

Kemudian nek Sani sadar setelah minyak kayu putih digosokkan ke hidungnya.

"Ini teh hangatnya Sri." kata salah seorang tetangga yang memberikan teh hangat pada mbak Sri.

"Makasih bu Neng." kata mbak Sri pada bu Neng yang merupakan tetangga dekat nek Sani.

"Ini teh hangatnya nek." kata mbak Sri sambil menyodorkan teh hangat ke mulut nek Sani.

Kemudian nek Sani meminumnya dengan bantuan mbak Sri memegang gelas yang telah terisi air putih hangat.

"Sri kusukin ya nek." kata mbak Sri sambil mengusukin badan nek Sani.

"He,e.... " kata nek Sani dengan suara lemas.

Sani mengusukin badan nek Sani, kemudian kaki, tangan dan akhirnya nek Sani tertidur pulas.

Sejak menerima berita tadi pagi, nek Sani gak selera apa-apa. Makan siang pun gak.

Padahal mbak Sri sudah bolak balik mengajak makan, tapi nek Sani gak mau karena gak selera.

Dari tadi kerjanya hanya nangis aja.

Itulah yang membuat nek Sani lemas.

Bukan hanya pikiran aja yang capek, tapi badan juga capek.

Apalagi dengan usia yang sudah tidak muda lagi.

Membuat nek Sani gampang capek.

Setelah nek Sani tertidur pulas, mbak Sri kembali ke ruang tamu duduk di samping jenazah sambil membaca Al quran untuk dihadiahkan pada jenazah.

Setelah Reza selesai membaca Al quran, mbak Sri menyuru Reza makan.

"Za.... sana kamu makan. Nanti masuk angin loh. Dari tadi siang kamu kan belum makan." kata mbak Sri pada Reza.

"Iya mbak bentar lagi." kata Reza pada mbak Sri.

"Mas, ajak Reza makan ke belakang sana." kata mbak Sri pada Dimas anaknya

"Za.... ayok kita makan. Nanti kamu sakit loh." kata Dimas sambil menarik tangan Reza.

Setelah mereka dua berdiri, Dimas merangkul pundak Reza sambil membawanya ke dapur.

Reza hanya ngikut saja.

"Dimakan ya Za." kata Dimas sambil menyodorkan sepiring nasi.

"Atau aku suapin." kata Dimas sambil menggoda.

Reza melirik sambil tersenyum.

Memangnya anak kecil, yang selalu disuapin kalau makan, batin Reza dalam hati.

"Ini teh manisnya tuan." kata Dimas sambil menggoda.

Reza tersenyum sambil memasukkan sendok demi sendok nasi ke mulutnya.

"Kamu gak ikut makan?" kata Reza memandang Dimas.

"Siap tahlillan tadi aku uda makan. Kamu tadi kuajak makan gak mau." kata Dimas pada Reza.

"Oh.... " kata Reza sambil mengingatnya.

"Aku juga gak nafsu makan, tapi kalau gak dipaksakan nanti sakit, bisa masuk angin." kata Dimas.

Reza tidak merasakan nikmatnya makanan yang dimakannya, karena pikirannya melayang entah kemana.

Padahal lauk hari ini ikan mas diarsik.

Biasanya itu menu favorit Reza.

Kalau mbak Sri sudah masak arsik ikan mas, biasanya Reza makan sampe dua piring.

Tapi hari ini karena pikirannya lagi sedih, nafsu makanpun hilang.

"Kok gak dihabiskan makanannya tuan." kata Dimas sambil bergurau.

"Teh manisnya dihabiskan ya tuan." kata Dimas sambil mengambil piring Reza yang masih tersisa nasi.

Reza hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa.

Sampai tengah malam, pelayat masih belum berpulangan.

Sekitar jam 02.00 wib, barulah pelayat yang jauh satu persatu berpulangan.

Tinggalah famili dan tetangga dekat yang belum pulang.

Jam 04.00 wib, tetangga mulai berpulangan karena sudah dekat subuh.

Keesokkan harinya sekitar jam 08.00 wib, guru dan tema-teman sekolah Reza berdatangan.

Melihat kedatangan guru dan teman-teman Reza, nek Sani tak kuasa menahan tangis. Begitu juga dengan Reza.

"Banyak bersabar ya Reza. Ibu yakin, kamu anak yang kuat, pasti bisa menerima ini semua. Ini semua sudah suratan dari Allah. Setiap yang bernyawa pasti mengalami yang namanya mati. Hari ini giliran orang tua kamu, besok mungkin giliran kita. Makanya kita harus siap. Rajin sholat dan selalu doa kan orang tua kita. Karena yang bisa menolong kedua orang tua kita, salah satunya doa anak yang sholeh." kata bu Irma selaku guru agama di sekolah Reza.

"Makasi ya bu." kata Reza dengan suara parau karena banyak menangis.

Rekan kerja ayahnya juga banyak yang datang.

Apalagi jabatan ayah Reza sudah wakil manager, tentu anak buahnya cukup banyak.

Begitu juga dengan pelanggan-pelanggan keripik bu Kinanti, ibu Reza.

Hampir semua pelanggan keripik yang setiap sorenya datang ngambil keripik pesannannya, pada berdatangan untuk melayat.

Rumah dan pekarangan rumah nek Sani dipadati oleh pelayat.

Tepat jam 09.00 wib, jenazah diberangkatkan ke mesjid karena sudah tidak ada lagi yang ditunggu.

Semua famili dari pihak bu Kinanti dan pak Rusdi sudah berdatangan.

Sebelum jenazah dibawa ke mesjid untuk disholatkan, terlebih dahulu diadakan acara pemberangkatan.

Acara pertama pidato dari toko masyarakat, kemudian rekan kerja pak Rusdi, guru dari sekolah Reza, dan terakhir dari pihak keluarga yang diwakili oleh om Anton.

Kemudian jenazah dibawa ke mesjid untuk disholatkan.

Nek Sani sambil dituntun mbak Sri pergi ke mesjid.

Kebetulan letak mesjid, dua rumah dari rumah Reza, jadi tidak terlalu jauh untuk jalan.

Tante Mira dan kemanakan nek Sani lainnya berjalan di belakang.

Sedangkan Reza dan Dimas sudah berjalan di depan sambil memanggul kerenda jenazah.

"Assalamualakum warohmatullahi wabarokaatu." kata imam sambil memutarkan kepala ke kanan.

"Assalamualakum warohmatullahi wabarokaatu." kata imam sambil memutarkan kepala ke kiri.

Setelah salam, kemudian doa bersama.

Setelah sholat jenazah selesai, kerenda siap untuk di bawa ke kuburan.

Reza ikut memanggul kerenda ibunya.

Sedangkan Dimas ikut memanggul kerenda ayahnya.

Setelah kerenda jenazah dipanggul,

"Alfaa.... teha." kata pak Bayu selaku ustad di kampung itu.

Yang manggul keranda jenazah segera berjalan satu langkah, kemudian membaca surat Al fateha.

Kemudian langkah kedua, ketiga seperti itu lagi membaca Surat Al fateha.

Setelah tiga kali membaca Al fateha, kerenda jenazah langsung digotong menuju kuburan.

Kebetulan jarak kuburan dengan mesjid dekat, sehingga kerenda cukup dipanggul saja.

Tidak sedikit pelayat yang ikut ke kubaran.

Semua tetangga, kerabat dan sanak famili melepas kepergian orang tua Reza dengan perasaan sedih yang mendalam.

Terpopuler

Comments

Nuraini Dewi Daulay

Nuraini Dewi Daulay

mantab

2020-11-26

1

💞Adinda Tya💞

💞Adinda Tya💞

bikin baperrr 😭

2020-11-17

1

Aen

Aen

Baca ulang biar greget. Suka bangett 😍😍

2020-11-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!