Tak lama kemudian ia pun tertidur di sofa dengan membawa serta rasa takutnya hingga ke alam mimpi. Di dalam mimpinya, Zara melihat kejadian serupa dengan yang dialaminya tadi pagi di kamar mandi sekolah saat Raka berusaha melecehkannya. Ia mencoba memberontak namun seketika matanya membulat saat melihat orang yang hendak berbuat jahat padanya adalah Ran.
Jantung Zara sontak mengeluarkan debaran kencang ketika merasakan kecupan Ran pada lehernya yang membuat tubuhnya merinding. Seketika ia berhenti memberontak. Gadis itu merasa tak sanggup melawan karena orang itu adalah Ran.
Setelah kecupan Ran pada lehernya tanpa sadar mereka telah berada di atas ranjang dengan posisi berbaring, Zara semakin menegang dan mulai menelan ludahnya. Situasi tiba-tiba tak bisa dikendalikannya, ia tak bisa mencegah apa yang diperbuat Ran padanya bahkan hanya untuk sekedar mengangkat tangan ataupun berucap.
Tak lama kemudian ia memejamkan matanya lalu merasakan kepergian Ran dari sisinya, seketika ia membuka mata dan mendapati Ran telah meninggalkan dirinya di ruangan tersebut.
"Dia meninggalkanku setelah semua yang dilakukannya padaku." ucapnya dengan suara yang terdengar samar, tak lama berselang Zara pun terbangun dengan bercucuran keringat dingin dan napas yang terengah-engah.
"Munimlah!" Ucap Ran dengan menyodorkan segelas air mineral yang membuat Zara terkejut.
Rupanya Ran sudah berada di sana ketika Zara tertidur, gadis itu langsung meraih gelas yang berisi air mineral dan langsung menenggaknya. Ran duduk di samping Zara untuk mengetahui ada apa gadis itu memintanya pulang.
"Ada apa denganmu?" Tanya Ran setelah gadis itu menyimpan gelasnya di meja. Zara menatap Ran dengan tatapan ketakutan campur bingung.
"Sesuatu yang buruk terjadi padaku, tapi kau harus berjanji untuk tidak memarahiku saat kau sudah mengetahuinya." Ucap Zara dengan masih ketakutan.
"Baiklah." Balas Ran tanpa ingin membuang waktu karena merasa penasaran.
Zara menceritakan semua kejadian yang telah ia alami bersama Raka dengan detil membuat Ran terperanjat dan mulai merasa emosi. Melihat ekspresi Ran yang mulai memanas Zara menghentikan sejenak ucapannya.
"Kak, sebaiknya berjanjilah padaku untuk tidak marah." Zara memohon dengan lirih.
Ran menghela napas dan berusaha bersikap kepala dingin, akhirnya emosinya perlahan berkurang.
"Itulah sebabnya aku tak masuk hari ini, aku sangat menyesal telah merasa iba padanya sehingga membiarkannya menjadi kekasihku. Sebenarnya aku ingin mengakhiri hubungan kami, tapi hari ini dia terlanjur berbuat kejam padaku." ucap Zara sambil memegang lengan Ran.
"Lain kali berhati-hatilah jika ingin menjalin hubungan dengan orang lain. Sejujurnya aku kecewa mendengar hal itu. Jika saja kau tidak mengadukan ini padaku, mungkin besok atupun lusa dia akan melakukan hal yang lebih menyakitkan dari hanya sekedar memegang milikmu yang berharga." ucap Ran terdengar tenang namun begitu menyesakkan ketika terucap.
"Maafkan aku kak, aku menyesal telah melakukan hal itu." Zara menangis sambil menundukkan kepalanya.
Ran menatap lengannya yang masih dipegang oleh Zara sembari berpikir, dan akhirnya ia memutuskan untuk melaporkan kejadian yang menimpa gadis itu kepada pihak sekolah agar memberi sanksi pada Raka, yang telah melakukan pelecehan kepada Zara.
"Kau tenanglah dulu, aku akan melaporkan kejadian ini kepada pihak sekolah. Sekarang kita harus pergi!" Ucap Ran tegas.
"A..apa? Bagaimana jika orang itu tak mengaku? Tak ada saksi yang bisa menguatkan laporan kita Kakak." Zara merasa ragu.
"Apa kau tidak melihat pahamu itu lebam?" Ran menunjuk ke arah paha gadis itu yang terlihat berwarna keunguan. Zara mengalihkan pandangan menuju pahanya, dan betapa terkejutnya ia melihat warna yang keunguan tersebut.
"Ya ampun, sejak kapan seperti ini. Dan mengapa aku tak merasakannya?" Tanya Zara kebingungan.
Sejak tadi ia memang tidak merasakan sakit di bagian yang lebam tersebut. Entah mengapa, namun ia berusaha mengingat bagaimana posisi Raka tadi ketika sedang mengunci tubuhnya.
"Ah, aku baru ingat. Tadi Raka mengangkat betisnya untuk menindih pahaku." Ucap Zara mulai mengingat.
Ran menarik napas "Ini tak perlu saksi lagi. Ayo kita segera pergi melaporkan hal ini."
Dengan cepat Zara bangkit dari duduknya menyusl Ran yang sudah beranjak duluan menuju ke mobilnya. Lalu kemudian mereka melesat menuju ke sekolah.
Suasana sudah sepi ketika mereka sampai di sekolah sebab jam pelajaran telah selesai dan para siswa sudah pulang semua, hanya tersisa beberapa guru yang masih setia mengerjakan tugas mereka di ruang guru.
Ran masuk ke dalam kantor kepala sekolah dengan memegang tangan Zara. Setelah mereka duduk di hadapan kepala sekolah, Ran mulai membuka suara menceritakan kejadian yang menimpa adik sepupunya itu. Terlihat kepala sekolah begitu syok mendengar penjelasan Ran dan kemudian kepala sekolah menatap Zara dengan cemas.
"Siapa yang berani melakukan hal itu padamu nak?" Tanya Kepala Sekolah.
"Namanya Raka Adijaya Bu'." Jawab Zara sambil menunduk karena merasa malu.
"Apa, Raka?" tanya Kepala Sekolah lirih, ekspresinya terlihat sangat terkejut. Zara mengangguk pasti.
"Sebelumnya saya mohon maaf, sebenarnya Raka adalah keponakan saya. Dan saya tidak menyangka dia melakukan hal itu padamu." ungkap kepala sekolah dengan gelagat menolak kebenaran dan sedikit menghaluskan bahasanya yang langsung bisa diketahui oleh Ran.
Zara terkejut ketika mengetahui kenenarannya, sesaat Zara menatap Ran kemudian kembali berfokus pada kepala sekolah. Ran langsung menampakkan sikap tegas untuk mengintimidasi perilaku kepala sekolah yang seolah tak percaya. Lelaki itu tahu bahwa kepala sekolah tak bisa menerima jika Zara menyebut Raka keponakannya, sebagai pelaku pelecehan.
"Saya sebagai saudara laki-laki Zara berharap ibu menjatuhkan sanksi agar pelaku bisa jera dan tak ada lagi korban setelahnya. Jika tidak, maka saya mohon maaf karena saya akan memperkarakan hal ini ke pihak yang berwajib." ucap Ran menegaskan dengan nada ancaman.
"Ah, saya rasa kita tidak usah mengganggu orang-orang baik di kepolisian, kami pihak sekolah akan mengurus ini secepatnya. Jadi anda tidak usah khawatir." Balas kepala sekolah dengan wajah terlihat menegang.
"Baikalah jika seperti itu. Mungkin Ibu perlu tahu siapa saya (Ran menyodorkan kartu namanya). Anda bisa hubungi jika perkaranya sudah ditangani." Ran bangkit diikuti oleh Zara dengan kepala sekolah yang masih terlihat tegang.
Ran menjabat tangan Kepala sekolah sambil mengucapakan terima kasih dan beranjak membawa Zara bersamanya. Kepala sekolah terperanjat melihat kartu nama yang diberikan Ran padanya. Sebab di sana tertera nama Ran beserta jabatannya.
CEO of Grand Albar Fondation (GAF)
AMAKUSA RAN
Amakusa Ran adalah nama lengkap Ran, lelaki itu ditunjuk langsung oleh Ayah Zara untuk menjabat sebagai CEO di perusahaan kecil itu. Kepala sekolah sangat mengenal perusahaan tersebut, walau terbilang perusahaan kecil. Namun donasi GAF adalah yang paling tinggi di sekolah tersebut sehingga membuat kepala sekolah merasa dilema. Antara membela koponakan atau mempertahankan donasi.
Tanpa berpikir panjang kepala sekolah langsung saja membulatkan keputusannya untuk mempertahankan donasi dibanding keponakannya. Sebab ia juga berpikir jika donasi terbesar hilang maka kesejahteraan sekolah akan menurun.
"Raka, kau membuat Bibi dalam masalah. Tapi karena ini menyangkut donasi yang merupakan jantung sekolah, maka kau harus menerima risiko, toh ini juga buah tanganmu sendiri." ucap kepala sekolah sambil mengirim pesan kepada saudarinya yang merupakan ibu dari Raka.
...
"Besok-besok kau tidak perlu ke sekolah sebelum semuanya selesai, paham?" ucap Ran pelan.
"Baiklah kak, tapi...." balas Zara menurut namun diselimuti kekhawatiran.
"Tidak usah khawatir seperti itu, aku akan menjagamu." Ran berusaha menenangkan Zara.
Gadis itu terlihat sedih. Tak lama air matanya mengalir membasahi pipinya. Sulit sekali rasanya menerima jika ia telah dilecehkan oleh lelaki bernama Raka. Perasaannya hancur berkeping-keping. Ia merasa seperti tak berharga lagi.
.
.
.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments