Malam hari Ran mengunjungi kamar Zara berniat untuk membantunya belajar. Gadis itu membuka pintu kamar setelah mendengar ketukan pintu yang tak lain berasal dari Ran. Dengan bahagia ia mempersilahkan lelaki itu masuk. Ketika masuk, Zara bukannya menyuruh Ran duduk di sofa namun ia langsung mengajak lelaki itu naik ke ranjangnya.
"Kenapa tidak di sofa saja?" tanya Ran setelah duduk di atas ranjang milik Zara.
"Lebih nyaman di sini, aku bisa sesekali berbaring jika lelah." jawab Zara dengan santainya.
"Zara.. Zara.. Dasar kau ini." ucap Ran sambil menggelengkan kepala yang dibalas dengan senyum lebar oleh Zara.
Mereka pun memulai pelajaran dari bab dimana Zara merasa kesulitan memahaminya. Ran mulai menerangkan dengan penuh kepercayaan diri, Zara berusaha mencerna secara dengan baik tanpa ingin terlewat sedikitpun.
Satu setengah jam berlalu mereka habiskan untuk membahas satu bab dari buku pelajaran Zara. Rasa kantuk sudah menyelimuti gadis itu di jam-jam awal Ran menjelaskan, namun karena ini adalah permintaannya sendiri jadi terpaksa ia harus menerima semua konsekuensi.
Melihat kondisi Zara yang sudah mengantuk akhirnya Ran menghentikan kegiatannya lalu menyuruh gadis itu untuk segera tidur.
"Tidurlah, kau sudah terlihat kelelahan." Ucap Ran.
"Baiklah, aku akan segera tidur setelah bersiap-siap." Balas Zara yang kemudian menutup mulutnya akibat menguap.
Zara beranjak dari ranjang menuju kamar mandi sementara Ran beranjak menuju kamarnya. Setelah selesai membersihkan wajahnya di kamar mandi, Zara langsung mengganti baju kaos dengan piyama berbahan satin lalu melesat ke ranjang dengan mata yang semakin sayu. Tak lama berselang gadis itu menutup mata lalu hanya dengan hitungan menit ia sudah berada di alam mimpi.
Berbeda dengan Zara yang harus banyak tidur agar tubuhnya bisa kembali Fit di pagi hari, Ran setiap malamnya selalu begadang untuk mengerjakan tugas kuliah dan pekerjaan kantor. Membuatnya tiga kali lebih menguras tenaga, alhasil di pagi hari ia tak pernah merasa fit, namun lelaki itu tak pernah mengelukan hal tersebut sebab ia merasa sudah terbiasa.
Banyak yang harus ia pegang sebagai tanggung jawab sehingga membuatnya menjadi dewasa. Perusahaan kecil yang dibawahinya saat ini sebenarnya adalah milik Ayah Zara, namun ia belum memberitahu gadis itu sebab ia menunggu waktu yang tepat. Nanti sepenuhnya Ran akan menyerahkan perusahaan tersebut untuk Zara.
Lelaki itu menghela napas lega setelah semua pekerjaannya selesai, ia melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul 00.30. Matanya sudah terasa sangat berat dan akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamar mandi hendak membersihkan badannya sebelum tidur.
Namun ia tiba-tiba mengingat pada Zara yang ditinggalkannya tadi dalam keadaan mengantuk. Segera ia berjalan munuju kamar Zara, membuka perlahan pintunya lalu melihat dari arah pintu.
Wajah Zara nampak bercahaya di kegelapan kamarnya karena pancaran cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Ran tersenyum memandangi wajah itu. Sosok Zara telah menjadi permaisuri di hatinya. Kini perasaan lelaki itu kembali segar setelah memandang wajah Zara, akhirnya ia pun kembali menuju kamarnya dan bergegas tidur.
...
Pukul 05.30 Ran terbangun lalu segera beranjak ke kamar mandi, sperti biasa ia mandi di pagi hari agar tubuhnya terasa segar. Setelah mandi ia pun berpakaian rapi sama seperti biasa. Kemudian ia segera beranjak membangunkan Zara yang masih terlelap di kamarnya.
Ran langsung saja masuk setelah membuka pintu kamar gadis itu sebab tidak terkunci. Ran mulai menggoyangkan tubuh Zara, tak lama berselang Zara pun mulai sadar dan menggeliat. Melihat itu Ran sontak tersenyum tipis.
"Jam berapa?" tanya Zara dengan suara serak.
"Jam enam, cepatlah bangun dan buat sarapan." ucap Ran kemudian berlalu.
Zara menurunkan kakinya dari ranjang kemudian menatap jam yang menunjukkan pukul enam kurang seperempat. Karena masih merasa ngantuk ia menguap sejadi-jadinya, setelah itu barulah ia berjalan dengan malasnya menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian Zara telah selesai mandi dan memakai seragam sekolahnya. Lalu ia pun turun ke dapur untuk membuat sarapan, Ran menyusulnya.
"Masak apa?" Tanya Ran yang sedang berada di meja makan.
Zara berbalik sekilas. "Tamago." Jawab Zara singkat.
Ran mengangguk dengan sedikit kekaguman, ia baru tahu ternyata gadis yang sering dimarahinya selama ini pandai memasak. Mata Ran masih tertuju pada gadis itu ketika ia menangkap Zara tengah mematikan kompor lalu mengambil piring untuk menyimpan tamagonya, setelah itu Zara menghampiri lelaki itu dan menaruh makanannya di meja makan.
Mata Ran tak henti-hentinya menatap gadis yang sedang menyiapkan makanan itu. Zara tampak begitu imut. Wajahnya yang kecil serta tubuhnya yang seperti barbie membuat gadis itu terlihat begitu sempurna. Tak lama berselang mereka pun menikmati sarapan pagi buatan Zara.
Pada suapan pertama Ran langsung jatuh cinta pada tamago buatan Zara namun ia tak ingin menyuarakannya. Tamago adalah makanan kesukaan lelaki itu.
'*Enak sekali tamago ini, rasanya sangat pas dan membuatku ingin terus me*nikmatinya lagi dan lagi.' Ucapnya dalam hati namun wajahnya tetap datar.
Zara berharap ada satu pujian kecil yang terlontar dari bibir Ran terhadap tamago yang ia buat namun hingga sarapan selesai lelaki itu tak berbucap walau sedikitpun. Zara merasa kurang semangat karena tak mendapat pujian, akhirnya ia segera membereskan meja makan lalu dengan cepat mencuci piring.
'Apa tamagonya kurang enak yah?' tebak gadis itu dalam hati sembari membilas piring terakhir.
Setelah sarapan mereka pun bersiap-siap untuk berangkat, kali itu Ran akan mengajak Zara untuk berangkat bersama.
"Kau akan kuantar, tapi aku tak bisa menjemputmu." Ucap Ran pada gadis itu.
"Baiklah." Balas Zara singkat.
Mereka pun melesat meninggalkan rumah menuju sekolah Zara. Sekitar 10 menit menempuh perjalanan mereka pun akhirnya sampai. Ketika mobil Ran berhenti di depan gerbang sekolah, Zara sontak terkejut melihat ada Raka yang tengah berdiri di samping pos security tampak sedang menunggu seseorang. Jantung Zara tiba-tiba berdebar kencang, gadis itu khawatir Raka sedang menunggunya karena ingin balas dendam atas perbuatannya dua hari yang lalu.
'Bagaimana ini, jika dia melihatku maka pasti aku akan habis.' ucap Zara dalam hati. Namun tiba-tiba muncul ide di otaknya untuk meminta Ran mengantarnya samapi ke dalam sekolah.
"Bisakah kakak masuk ke dalam?" pinta Zara.
"Baiklah." Jawab Ran langsung menerima tanpa menanyakan alasan.
Ran menyetirkan mobilnya masuk ke dalam sekolah. Tepat di parkiran mobil Zara meminta lelaki itu untuk menurunkannya.
"Terima kasih." Ucap Zara kemudian keluar dari mobil.
"Sama-sama." Ran pun melesat meninggalkan Zara menuju kantornya.
Zara berlari menuju kelas degan perasaan cemas, gadis itu seperti berada dalam masalah. Dengan cepat ia berlari masuk ke dalan kelas berharap Faykah berada di sana. Namun ia tak menemukannya, kemudian ia bertanya pada Akabir salah satu teman sekelasnya.
"Dimana Faykah?" tanya Zara dengan napas memburu.
"Oh Faykah, tadi malam dia menghubungiku katanya hari ini dia tidak masuk. Kenapa?" Akabir mengernyitkan dahinya.
"Dia.. Dia tidak memberitahuku." Ucap Zara.
"Benarkah?" Akabir tak percaya karena sepengetahuannya Zara dan Faykah bersahabat, mustahil jika gadis itu tak memberitahu sahabatnya sendiri.
"Iya, memangnya dia kenapa?" Zara balik bertanya.
"Faykah bilang akan menghadiri acara keluarga jadi hari ini dia izin."
"Oh seperti itu. Ya sudah terima kasih atas infonya."
"Sama-sama."
Kemudian Zara berlalu keluar dari kelas. 'Mengapa bukan aku yang dihubunginya, memangnya Akabir adalah sahabatnya. Awas kau Faykah.' Gerutunya dalam hati sembari berjalan menuju kamar mandi.
Setelah menyelesaikan hajatnya di kamar mandi Zara hendak keluar, tangannya meraih gagang pintu kamar mandi dan perlahan membuka. Setelah terbuka ia dikejutkan oleh sosok Raka yang berdiri dengan senyum jahat di wajahnya. Pelan-pelan lelaki itu berjalan menghampiri Zara yang masih berdiri di depan kamar mandi dengan wajah ketakutan.
"Sepertinya kau masih ingat apa yang kau lakukan padaku dua hari yang lalu, kan?" Raka menaikkan sebelah alisnya.
"Ah, tidak. Maksudku, apa yang kulakukan?" Zara berpura-pura tidak tahu.
Raka mempertegas langkah kakinya hingga membuat Zara ketakutan dan spontan berjalan mundur. Hingga gadis itu menabrak tembok. Raka memanfaatkan situasi dengan mengunci tubuh gadis itu. Kedua tangannya menggenggam kuat pergelangan tangan Zara.
"Sudahlah Zara, kau bukanlah gadis polos yang tak tahu apa-apa. Kau pasti sadar telah membuatku seperti orang bodoh di taman dengan berpura-pura ingin dicium olehku, namun kau tiba-tiba menghilang sehingga membuatku salah tingkah." Ucap Raka menuturkan perbuatan Zara. Gadis itu mulai menelan ludahnya karena sudah tidak bisa lagi mengendalikan situasi.
'Sial, ini semua karena ide bodohmu Faykah. Entah apa yang akan Raka lakukan padaku sekarang.' batin Zara panik.
"Kau tahu Zara, hal yang paling ku inginkan darimu adalah..." Raka memotong kalimatnya ketika berbisk ke telinga gadis itu yang membuatnya semakin ketakutan. "Kesucianmu!" lanjut Raka yang membuat air mata Zara mengalir.
Zara berusaha mendorong tubuh lelaki itu dengan sekuat tenaga, namun tangan Raka yang mengunci tubuhnya sangat kuat hingga ia tak bisa bergerak sama sekali.
"Semakin kau berontak aku akan semakin ganas." Bisik Raka lagi dengan nada ancaman.
"Jangan Raka, jangan lakukan itu padaku. Aku mohon padamu." Pinta Zara sambil menangis.
"Tidak Zara, apa kau kira air mata berpengaruh bagiku. Hahaha, kau bodoh sekali. Aku tak akan melepaskanmu setelah apa yang kau lakukan padaku." Raka semakin menempelkan tubuhnya pada Zara.
Lelaki dengan rambut ikal yang jelas berantakan itu mencengkram dagu Zara lalu memaksa ingin mencium bibirnya. Zara menghindarkan wajahnya dari serangan lelaki itu. Raka sontak emosi ketika tak berhasil mendaratkan ciuman, dengan tak berperasaannya lelaki itu beralih memegang dada Zara lalu meremasnya dengan cepat.
Merasakan hal itu Zara sontak membulatkan mata. Rasa sakit menjalar ke seluruh bagian dadanya yang diremas keras oleh Raka.
"Raka hentikan, tolong!" bisik gadis itu parau.
Tak mampu menahan dua rasa yang membelenggunya, Zara berusaha sekuat tenaga menahan erangan yang akan segera keluar jika tidak dikendalikan. Yang pastinya memalukan dan terkesan murahan.
Raka tak memberi ampun pada gadis itu. Ia terus saja meremas dada yang ukurannya kecil itu dengan tidak tahu dirinya. Air mata Zara menyucur hingga membasahi seragam Raka. Seolah kehilangan kendali, Zara mulai emosi. Perlakuan Raka begitu keterlaluan.
Kadung sudah emosi Zara mulai memberontak sekali lagi, kali ini ia berhasil membuat tubuh Raka terperanjat ke lantai. Ia pun tak paham darimana kekuatannya berasal, melihat situasi sedang berada di pihaknya langsung saja ia berlari keluar dari kamar mandi meninggalkan Raka.
Zara berlari sekencang mungkin meninggalkan sekolah, hari ini ia muak melihat wajah dan kelakuan mesum Raka sehingga ia memutuskan untuk bolos.
Perasaannya bercampur aduk hingga ia tiba di rumah, gadis itu membuka pintu rumah lalu kembali menutupnya dengan rapat tak lupa ia menguncinya agar merasa aman. Zara duduk di sofa ruang tamu sambil menangis mengingat kejadian tadi.
'Kenapa harus seperti itu, aku sudah berusaha menjaga diriku dari hal-hal seperti itu namun mengapa Raka nekat malakukan hal itu padaku.' Ucapnya dalam hati sambil tetap menangis.
Kemudian ia meogoh ponselnya yang berada di dalam tas lalu mengirim pesan kepada Akabir untuk mengizinkannya hari ini dengan alasan perutnya tiba-tiba sakit. Lalu ia juga mengirim pesan kepada Ran untuk segera pulang.
[Zara : Kakak pulanglah di siang hari, aku perlu berbicara padamu. Hari ini aku tak masuk sekolah karena ada masalah. Kumohon pulanglah!] ~Isi pesan Zara~
Zara membaringkan tubuhnya di sofa karena kelelahan setelah berlari dari sekolah menuju rumahnya. Gadis itu memegang dadanya sendiri. Bekas remasan Raka terasa sangat menyakitkan, bukan hanya raganya tapi juga jiwanya. Tak ada yang pernah menyentuh benda sensitif miliknya itu selama ia hidup. Terkecuali hari ini, Raka telah melecehkan dirinya.
.
.
.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments