Ran segera keluar dari kamar mandi kemudian memakai kemeja dan juga jas hendak pergi ke kantor. Satu pekan lagi dia akan segera menyelesaikan kuliah S1nya di program studi Menejemen Bisnis, setelah perjalanan panjang akhirnya 4 tahun ia lalui dengan penuh perjuangan.
Selain menjadi CEO sementara di perusahaan milik ayah Zara, ia juga berkuliah setiap hari sabtu dan ahad. Hal itu membuatnya super sibuk, namun sekarang semua itu akan segera berlalu begitu ia wisuda. Sehingga akan membuat beban pikirannya menjadi sedikit ringan.
Tapi ada satu hal lagi yang membuatnya kembali merasa terbebani. Yaitu Zara. Sikapnya belakangan ini membuat Ran hampir putus asa. Bagaimana tidak, gadis itu tak pernah lagi berbicara padanya. Ran sedikit kesulitan mengontrol anak tersebut. Apalagi di waktu yang sama dengan jadwal yudisiumnya Zara juga akan segera melaksanakan ujian nasional. Ia berpikir, bagaimana cara ia menemani anak itu belajar di malam hari jika melihat dirinya saja gadis itu enggan.
"Haaah." Keluh Ran.
Ia pun berjalan keluar dari kamar. Setelah mengunci pintu kamarnya dengan baik sejenak ia menatap pintu kamar Zara yang tertutup. Ia kembali mendengus. Entah mengapa ia merasa begitu enggan menghampiri gadis itu sehingga membuatnya tak berani meminta maaf. Sebelum pergi Ran memutuskan untuk mengirim pesan kepada Zara.
Aku pergi ke kantor, kau jagalah dirimu. Jangan lupa kau harus minum obat dan makan teratur. Aku akan kembali malam hari. Jika ada yang kau butuhkan telfon aku.
Ia tersenyum melihat kalimat terakhir dari pesannya. Merasa itu tak akan terjadi. Jangankan menelfon, berbicara dengannya saja Zara enggan. Lelaki itu mendengus sejenak, kemudian melangkah menuruni tangga lalu segera meninggalkan rumah. Ran mengemudiakan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kantor.
Di perjalanan..
Ran terus terbayang akan sosok Zara. Ia tak habis pikir mengapa gadis manis itu mendiaminya. Tak lama berselang ia larut dalam khayalan, fokusnya tak lagi pada jalanan. Lama ia berkhayal hingga akhirnya suara klakson mobil menyadarkannya.
"Ah, astaga." Setelah ia sadar ternyata mobilnya keluar jalur.
Akhirnya ia berusaha fokus sembari menggeleng-gelengkan kelapalanya. "Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu?" Tanyanya seorang diri.
...
Setelah sampai di kantor Ran masuk ke dalam ruangannya diikuti Surya, asistennya.
"Bagaimana bos? Apa kita akan pergi ke luar kota hari ini untuk menemui perwakilan Nara Group?" Tanya Surya dengan formal.
Namun seketika rautnya berubah melihat wajah bosnya tertekuk seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Bos? Apa anda baik-baik saja?" Surya menjentikkan jarinya.
"Ah, apa? Bilang apa kau tadi?" Ran tersadar.
"Aku bilang, apa kita jadi bertemu dengan perwakilan Nara Group?" Surya mengulangi ucapannya.
"Kapan?" Tanya Ran datar.
"Hari ini." jawab Surya.
"Apa? Bukankah kita harus keluar kota untuk menemuinya?" Ran mengernyitkan dahinya.
"Ya, itu yang saya katakan tadi." Surya tampak sedikit putus asa melihat tingkah Ran.
"Baiklah. Kau atur saja." putus lelaki itu tanpa minat.
"Baiklah Bos." Surya membalas dengan nada sedikit lesu.
Surya pun akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan Ran. Namun sekilas ia melihat wajah lelaki itu, yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Selama ia bekerja pada Ran, tak pernah sekali pun ekspresi seperti itu keluar dari wajahnya.
"Bos, kau baik-baik saja?" Surya kembali memastikan.
"Eh, memangnya kenapa?" Ran memandang Surya dengan wajah bingung.
"Apa kau sedang ada pikiran? Jika tidak keberatan mungkin aku bisa membantu untuk mendengarkan keluh kesahmu Bos." Surya menawarkan diri.
Ran mempertimbangkan. Akhirnya karena belum memiliki solusi Ran menyuruh Surya duduk di kursi yang ada di hadapannya.
"Duduklah!" Perintah Ran. Surya pun duduk kemudian Ran mulai mengeluarkan isi hatinya.
"Kau sudah sangat menganal Zara kan?" Tanya Ran tanpa ragu.
"Yah, kenapa?" Surya mulai mengedampingkan keformalannya pada Ran.
"Apa anak itu pernah mendiamimu?" tanya Ran.
"Kurasa tidak. Apa dia mendiamimu?" jawab Surya seraya balik bertanya.
"Yah, dia tak pernah lagi berbicara padaku beberapa saat setelah kau pergi dari rumah sakit." jawab Ran.
"Banarkah? Memangnya apa yang sudah kau lakukan padanya?" Pertanyaan Surya membuat Ran terpaksa mengungkapkan semuanya.
"Aku bertanya padanya tentang dirimu. Kenapa kalian bisa saling mengenal dan begitu akrab, lalu dia tiba-tiba berbicara ketus dan tak berbicara lagi." Jelas Ran.
Surya nampak tercengang. "Pantas saja. Hmm, mungkin kau harus tau ini bos. Dia tidak begitu menyukai jika ada orang bertanya tentang diriku. Dia sensitif."
"Hah? Memangnya kalian ada hubungan apa?" Ran mengernyit.
"Dulu, Zara menyukaiku." Surya menatap Ran dengan serius. Lelaki itu semakin mengernyitkan dahinya.
"Dia menyukaiku dan aku hanya menganggapnya sebagai adik." ucap Surya memperjelas kalimatnya. Kini Ran sudah paham. Namun belum sepenuhnya paham sebab terasa ada yang mengganjal.
"Tapi kenapa kalian terlihat sangat akrab saat di rumah sakit, harusnya kan kalian saling canggung atau paling tidak bersikap seolah tidak saling mengenal?" tanya Ran.
"Aku juga tak begitu tahu. Mungkin.. Zara hanya berusaha mencairkan situasi atau.. Dia berusaha melupakan masa lalu." jawab Surya sambil mengendikkan bahu. Sedetik kemudian sesuatu melintas di benak Surya. "Tunggu! Apa kau menyukai Zara, bos?"
Deg. Ran menegang, mengapa lelaki ini tiba-tiba menanyakan hal itu. Entah apa yang harus di jawabnya.
"Jujurlah! Sepertinya kau menyukainya." Surya mendesak.
"Ah, mm.. Aku.." Ran tak bisa menjawab.
"Baiklah. Aku tahu apa yang harus kau lakukan untuknya." Surya segera mengalihkan pembicaraan agar Ran tidak merasa tersudutkan.
"Apa?" tanya Ran.
"Kau tau kan dia suka dengan hal-hal bervau tokusatsu?"
"Yah, lalu?" tanya Ran lagi. Ia sedikit bingung dengan permbicaraan mereka.
"Bawa dia ke Bandai, lalu belikan action figur yang disukainya. Pasti dia akan bahagia." usul Surya bersemangat.
"Aneh sekali, apa kau pernah melakukannya?" Ran tampak merasa begitu ragu.
"Ya, pernah tapi sepertinya dia sudah membuang actoin figur yang kuhadiahkan." jawab Surya santai.
"Kenapa aku ragu yah, masalahnya ini sangat aneh." Ran menggaruk keningnya yang tak gatal.
"Lakukan saja! Kau mau dia terus menerus mendiamimu?" cetus Surya sedikit geram.
"Tentu saja tidak. Tapi bagaimana jika dia tidak ingin ikut bersamaku? Dia masih belum menggubrisku sampai detik ini." Jelas Ran.
"Aku akan membantumu!" Surya menaikkan sebelah alisnya.
"Baiklah, terserah kau saja." Ran pasrah.
Setelah berbincang sedikit, akhirnya Ran bisa bernapas lega. Mungkin usulan Surya sedikit konyol namun Ran mencoba peruntungan. Siapa tahu Zara akan berubah lebih baik ketika ia mengajaknya berjalan-jalan. Akhirnya Ran tersenyum, dalam hati ia sangat berharap rencananya bisa berjalan mulus tanpa ada drama belebihan atau semacamnya.
.
.
.
bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments