4 September 2025, setelah pelajaran pertama selesai, aku dan gadis itu bertemu dan sedang bermain Forex secara bersama-sama. Gadis itu melakukan apa yang aku sarankan. Gadis dengan menunggu momen dengan sabar. Aku sudah membawa bekal dan sudah mengirim pesan kepada Farah dan lainnya untuk bermain Forex dengan teman sekelas.
Andika sedang berurusan dengan teman sekelas lagi. Entah kenapa Andika selalu tidak bisa menerima ajakan kami saat ini..Apakah perundungan? Atau yang lainnya? Tidak mungkin. Andika bukan orang yang lemah. Ia cukup kuat untuk mengatasi masalahnya. Tidak seperti yang lainnya.
Farah sedang mencari buku di perpustakaan dan meminjam buku itu jika ia menemukan sesuatu. Ia mencari buku dengan tujuan pekerjaan rumahnya. Entah kenapa pekerjaan rumah Farah semakin banyak. Pasti terjadi sesuatu padanya. Wulan tidak pernah memberitahukan sesuatu tentang Farah.
Wulan dan Yudha sedang membantu guru untuk membawakan tugas mereka masing-masing. Sebagai anak yang baik dan teladan, mereka harus membantu beban guru mereka.
Setelah bermain Forex cukup lama, aku dan gadis itu sudah puas dengan perolehan kami. Aku mendapatkan keuntungan sebesar 65%, sedangkan gadis itu sudah mendapatkan keuntungan sebesar 43%.
“Wah! Aku tidak pernah bisa bermain seperti ini,” ucap gadis itu puas.
“Hm. Kamu pasti tidak pernah memainkan ini sebelumnya,” tebakku dengan nada sedikit santai dan tenang.
Gadis itu mengiyakan tebakanku itu. Suasana menjadi tenang. Aku dan gadis itu menatap dengan cukup lama. Kami pun bertatap muka dengan wajah yang elegan itu. Aku ingin sekali tersenyum.
“Shiori. Shiori von Zuckerberg. Salam kenal,” desah Shiori dengan mengeluarkan aura ketenangan.
“Anivesta Bella. Salam kenal,” ucapku sambil tersenyum lebar karena sosok Shiori yang lemah lembut dan tenang.
Kami pun sedikit tertawa dengan itu. Kami juga membahas sesuatu yang cukup penting. Itu adalah pelajaran sekolah dan keseharian kami.
Shiori, gadis yang mampu membuatku tersenyum.
[*^*]
Setelah pelajaran berakhir, kami pulang. Farah dan Andika menunggu kami di gerbang akademi. Wulan dan Yudha pulang. Kami segera untuk bergegas untuk ke sana. Kami segera menuju ke sana karena aku tidak sabar memperkenalkan Shiori kepada mereka.
Di sebuah gerbang akademi,dimana para siswa keluar dari akademi, di sebelah Farah, ada seorang remaja yang berambut merah bersemangat, pendek dan rapi. Kulitnya yang tebal itu dengan bercak coklat di sekujur tubuhnya. Perpaduan mata yang pas antara biru muda dan biru tua. Serta, tingginya sekitar 160 cm. Itulah Andika yang sedang membawa tasnya untuk menunggu kedatangan kami.
Sebelum aku dan Shiori menghampiri mereka, aku melihat ada seorang yang aku pernah lihat sebelumnya. Orang yang tinggi dan berambut hitam itu. Kini ia bersama kedua gadis yang imut dan lucu itu.
"Rivandy, maafkan aku! Aku tidak sengaja!" Rengek gadis twintail yang sedang memohon itu.
"Rivandy. Kamu jangan marah hanya karena itu, desu," rengek gadis lolita hampir menangis.
Siswa itu tidak berkutik sekalipun. Ia selalu mendengar rengekan itu berulang kali. Dia tidak terlalu mendengar itu. Dia dipojokkan dengan cara tekanan yang dibuat oleh kedua gadis itu. Dia digoyangkan tubuhnya oleh kedua gadis itu, sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sepertinya aku terlalu cepat menyimpulkan. Bukan dia pembunuhnya.
Shiori yang melihat itu, kembali mengeluarkan suara dengan tenang, "Ada apa, Bella?" Bertanya kepadaku yang sedang melamun.
"Tidak. Tidak apa-apa," balasku menoleh ke Shiori.
Setelah itu, kami sudah berhadapan dengan Farah dan Andika. Wulan dan Yudha sudah datang menuju kemari
Gadis berambut ungu rapi dengan gaya rambut panjang sebahu. Terdapat bando merah muda di atasnya. Warna mata moccha yang mirip sekali dengan kopi moccacino. Kulitnya sudah halus dan mulus. Tinggi dan berat badannya sekitar 157 cm dan 34 kg. Itu adalah Wulan.
Di sebelah Wulan, terdapat berbadan besar dengan rambut sedikit berantakan tapi alami. Rambut hitam yang dipadukan dengan warna hitamnya jaket Alan Walker. Dia memiliki tahi lalat di samping hidung dengan kulit sawo matang. Itu adalah Yudha.
"Bella, kamu kembali rupanya," panggil Andika sambil melambaikan tangannya kepadaku.
"Bella. Aku menunggumu, lho," keluh Farah dengan perlakuanku.
"Bella. Jangan kebanyakan main Forex! Kasihan trader lainnya," canda Yudha menyindir para trader Forex yang mengalami kerugian.
"Tidak ada yang begitu, Yudha," celaku dengan nada candaan yang garing.
"Bella. Ayo kita pulang yuk!" Ajak Wulan dengan nada ramah.
"Perkenalkan, ini …,"
"Shiori. Shiori von Zuckerberg." Short langsung menyebutkan namanya sebelum aku memperkenalkan diri padanya.
Percuma aku perkenalan dia tapi dia malah menyebutkan namanya . Aku kesal dengan itu.
"Buset! Orang Jerman. Aku tidak bisa bahasa Jerman," canda Andika melihat orang Jerman di sisiku.
"Heh? Anaknya Mark Zuckerberg? Bagaimana bisa?" Farah mendekati Shiori dengan senyuman nakal itu.
"Kamu tinggal dimana? Berlin? Munich? Hamburg? Potsdam? Atau Leipzig?" Tanya Wulan mendekati Shiori.
"Kapan-kapan bisa ajari aku bahasa Jerman?" Tanya Yudha dengan penuh semangat.
Dia didekati begitu mudahnya. Aku hanya bisa menghela nafas. Terlalu mudah baginya untuk didekati. Aku ingin menyelidikinya. Apakah dengan aura ketenangan bisa didekati banyak orang? Aku rasa belum saat nya aku menyelidikinya.
Ketenangan Shiori kurang lebih seperti ini.
Maafkan aku. Bukan berarti aku mengejek Shiori. Maksudku yang seperti dibawah ini.
Aku pun kembali mengalihkan topik agar tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk.
"Aku pulang dulu. Kalian boleh pulang bersamanya," pesanku kepada mereka sebelum aku menyelidiki tentang orang itu.
[*^*]
Aku meninggalkan mereka yang terkagum-kagum dengan Shiori. Aku harus menyelidiki orang itu dengan waspada. Pakaianku berubah drastis dan menjadi pakaian detektif secara tiba-tiba. Entah kenapa ini bisa terjadi lantaran keingintahuanku semakin membludak.
Aku ingin tahu. Rivandy. Dia berasal dari mana? Apakah ia memiliki hubungan dengan Pangeran Inggris dan Perdana Menteri yang terbunuh? Siapa yang tahu.
Saat aku mendekatinya, aku melihat gadis lolita berpisah dengannya. Agak sedikit samar-samar. Aku tidak peduli. Aku harus mengikutinya sampai dimana. Aku ingin tahu tempat tinggalnya supaya aku bisa menyelidikinya sendiri.
[*^*]
Sesampainya di apartemen, aku melihat apartemen miliknya yang cukup mewah. Aku melihatnya dan kedua gadis itu sedang akrabnya. Lagi-lagi mereka malah terlihat seperti suami istri. Jangan-jangan terjadi sesuatu.
Untuk mengakhiri kekhawatiranku, aku berusaha mendekatinya dan menghampiri nya perlahan. Aku ingin menanyakan sesuatu padanya, tapi apa yang harus kutanyakan?
Tiba-tiba, siswa itu malah menghampiriku setelah tidak gadis twintail itu memasuki apartemennya. Aku berusaha untuk menghindar dan pergi dari sini. Tapi, dia bertanya, "Hei, kamu mau pergi kemana, anak kecil?" Dengan nada kasihan.
Aku ketahuan.
Bagaimana bisa? Apa dia memiliki kekuatan bisa memprediksi keberadaan orang lain begitu?
"A-aku …," ucapku terpotong oleh siswa itu.
"Kamu tersesat, yah?" Tanya siswa itu.
"Tidak! Aku tidak tersesat. Aku sedang menyelidiki seseorang," celaku dengan nada blak-blakkan.
"Sudah cukup main detektif. Ini sudah sore, waktunya pulang, anak kecil," usirnya dengan nada sopan.
"Tidak! Aku bukan anak kecil," cekalku yang sedikit ricuh.
"Jadi, kamu Shiva, yah?" Tebaknya dengan nada penasaran.
"Iya, aku Shiva. Namaku adalah Shiva," jawabku dengan nada percaya diri.
"Aku bukan Shiva! Lagipula, siapa itu Shiva?" Aku membanting kepalaku.
"Apakah aku harus menghubungi polisi untuk mengatasi Shiva yang tersesat ini," sarannya sambil mengambil handphonenya untuk menghubungi polisi.
"Jangan panggil aku Shiva!" Bentakku.
"Terus kamu siapa? Membingungkan," tanyanya menghela nafasnya.
"Aku Bella, Anivesta Bella," jawabku dengan menunjukkan kedewasaanku.
"Jadi, kamu Bella-chan?" Simpulnya yang dangkal itu.
"Apa maksudmu dengan 'Bella-chan'?" Aku berteriak karena aku dipanggil Bella-chan.
"Kalau tidak salah, umurmu 9 tahun, kan?" Tebaknya yang sangat benar itu.
"Tunggu! Bagaimana bisa?" Aku bertanya dengan nada blak-blakkan.
"Sederhana saja, dengan tinggi dan berat badanmu, aku bisa menghitung umurmu," jawabnya dengan menggerakkan jarinya.
"Mana bisa sesederhana itu? Lagipula, tidak sopan menghitung beratku!" Aku semakin malu dengan ocehan itu.
Aku pun.mengatakan, "Kau pasti merencanakan sesuatu, iya 'kan?" Untuk memojokkannya.
Ia menghela nafasnya mendengar hal itu dan menjelaskan, "Heh. Jangan tebak-tebakan lagi! Aku bukan orang yang seperti kamu pikirkan," dengan nada yang cukup pelan.
"Entah itu pembunuh, perampok, dan pemerkosa. Semuanya belum ada bukti. Lalu, semua orang pernah kesepian, walaupun kesepian seseorang itu berbeda-beda," jelasnya.
"Tu-nggu. Ke-sepian?" Aku shock mendengar hal itu.
Aku tidak mengerti. Apa yang dia bicarakan? Kenapa ia tahu apa yang aku rasakan?
Dia mengingatkanku pada orang tuaku. Mereka terbunuh dengan tembakan sniper.
Ini semua salah perusahaan. Mereka dengan serakah dan ingin membuat saham mereka tidak akan turun selamanya.
Kalau aku tidak dilindungi oleh Kopassus atau Kopassus terlambat sedetik saja, aku sudah tidak ada disini.
Aku pasti … aku pasti ...
Siswa itu datang kepadaku dan berpesan, "Jangan khawatir! Aku tidak akan memanggil, polisi. Aku akan memulangkanmu," sambil memelukku.
Aku yang dipeluk itu merasakan hal yang hangat. Aku ingin sekali menangis tapi tidak bisa karena aku tidak tahu caranya.
Mungkin cara terbaik kali ini adalah membiarkan dia untuk memulangkanku.
Dia memesan taksi dari aplikasi Uber-nya, lalu mengantarkanku ke alamat yang dituju.
Pada saat perjalanan, dia pun menyebutkan namanya,"Oh iya. Rivandy, Rivandy Lex. Itu lah namaku," kepadaku.
"Iya. Onii-chan." Aku memanggil Rivandy dengan sebutan nama itu.
[*^*]
Sesampainya di apartemenku, aku turun dari apartemen. Aku tidak perlu membayar karena Rivandy mentraktirku. Dia juga ingin ke supermarket untuk membeli sembako untuk dibawa pulang.
Setelah sampai di kamarku, Shiori menyambut, "Selamat datang, Bella," dengan hangat.
"Aku pulang," sahutku dengan sambutan itu.
"Kamu darimana saja? Aku tidak melihatmu," tanya Shiori dengan nada keibuannya.
"Karena itu, Andika dan lainnya menangis melihatmu tidak ada," lanjutnya.
"Tidak kusangka akan separah itu," batinku yang merasa tidak enak.
"Kalau sudah selesai, temui mereka!" Pesan Shiori sebelum meninggalkanku
"Oh iya. Karena kamu sudah membayar sewa apartemen via Bisa selama 10 bulan ke depan, aku akan membuat sistem VIP khusus untukmu dan keempat temanmu. Jadi, tolong beritahu mereka, ya!" Pesan Shiori meninggalkanku dan menuju ke ruangan pengurus apartemennya.
Aku yang melihat itu terkejut dan tidak bisa berkata apapun lagi. Ternyata, selama ini Shiori yang mengurus ini semua. Aku sudah menghubungi pengurus apartemen itu, namun ia selalu tidak ada. Dia selalu sibuk diluar kota.
Benar-benar tidak disangka. Setelah aku mengetahui itu, aku segera memasuki ke apartemenku. Namun, sebelum itu, Farah, Andika dan yang lainnya memelukku secara bersamaan sambil menangis.
"Tunggu sebentar! Apa yang kalian …,"
"Bella, kamu dari mana saja?" Tanya Farah yang khawatir dengan kondisiku.
"Bella, aku pikir kamu diculik oleh pihak perusahaan," resah Andika sambil memelukku.
"Janganlah tinggalkan kami, Bella!" Tangisan Wulan semakin keras.
"Kami tidak bisa hidup tanpamu," ucap Yudha yang tidak mau melepaskan pelukanku.
Yah … mereka sedikit berlebihan sih.
Tapi, aku baik-baik saja. Aku sudah diperlakukan anak kecil sebelumnya. Bahkan, Pak Prabowo dan Pak Sandi memperlakukanku seperti anak sendiri. Rivandy juga begitu. Hanya saja, dia melihatku seperti seorang wanita. Aku agak malu melihat itu.
Setelah kejadian itu, keseharianku kembali seperti semula. Aku dan keempat temanku sedang menikmati makan malam di apartemen 123. Setelah itu, kami berpisah dan menjalankan aktivitas kami masing-masing.
[*^*]
Keesokan harinya, setelah kami bersiap untuk ke akademi, kami bertemu kembali dan menemui Shiori untuk berangkat ke akademi secara bersama. Kami menaiki bus yang ada di Moskow. Setelah sampai di akademi, kami berpisah sambil melambaikan tangan dan menuju ke kelas masing-masing. Aku dan Shiori segera memasuki kelas secara bersamaan.
Setelah bel berbunyi, kami, siswa Kelas I Soshum A kembali belajar dan guru seni yang akan mengajari kami dengan tema "Seni itu Ledakan" pagi ini. Aku tidak habis pikir dengan tema ini. Tema ini cukup aneh untuk materi seni.
Pelajaran selanjutnya, kami belajar matematika. Ini tidak terllau sulit bagiku. Aku sudah terbiasa dengan angka dalam ekonomi. Namun, Shiori masih belum memahami matematika. Maka dari itu, aku mengajarinya agar ia bisa mengerjakan soal matematika dengan baik.
ini dilakukan agar aku dan Shiori memahami pelajaran ini secara bersamaan. Ia sangat membutuhkanku pada pelajaran matematika yang sulit itu.
Setelah pelajaran akademi yang sangat melelahkan itu, kami berkumpul lagi dengan mereka. Aku, Andika, Farah, Wulan, dan Yudha mengajak Shiori untuk pergi keliling. Setelah itu kami kembali ke tempat kami, yakni apartemen kami masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Manami Slyterin
lanjut
2021-09-30
2
Alter-Ruu
hey kalian tahu apa yang berwarna kuning, besar... dan tak dapat berenang?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
bus sekolah penuh dengan anak-anak
2021-09-22
1
Vigilo
hai aq mampir dan udh like smuanya. klo gk percaya bs lihat deh like nya + atau gak hehehehe. ttp semangat dan jan lupa back ya kak
2020-10-20
1