Satu jam sebelum makan malam bersama
“Pa, papa yakin mereka cuma teman biasa?”
Rizka melihat ada yang tak biasa dari Rafkha saat menatap Dira. Urusan cinta dan perasaan Panji dan Rizka tentu lebih paham. Jadi, menurutnya tatapan Rafkha pada Dira ada tersirat perasaan mendalam disana.
Panji menggeleng seketika, “Baru kali ini ngeliat Rafkha sibuk dengan urusan perempuan, biasanya...”
“Cuek.” ucap mereka secara bersmaan.
“Papa ingat nggak, dulu waktu teman-temannya Fiqa yang cantik-cantik itu sering kerumah, Rafkha nggak pernah peduli kan?” lanjut Rizka.
“Bahkan si Shelly, bela-belain ngasih surprise waktu ulang tahunnya Rafkha, dan waktu itu Shelly juga nyatain cinta, jelas-jelas di tolak.”
Rizka terkekeh mengingat kejadian itu. “Iya, parah ih. Responnya itu loh biasa aja. Kasihan si Shelly.”
“Jadi menurut Mama, Dira ini spesial?”
“Sepertinya begitu, Pa.”
“Mama pingin lihat respon mereka, seperti apa kalau membahas perjodohan Rafkha. Kalau emang mereka nggak ada hubungan apapun, pasti akan biasa aja.”
Nyatanya, Rizka dapat melihat ada gambaran kekecewaan di raut wajah Dira. Gadis itu terluka, begitu juga dengan Rafkha yang langsung tak terima.
“Tante, saya permisi ya. Terimakasih, atas makan malamnya dan maaf sudah lancang berani menginap disini tanpa izin Tante dan juga Om.” Dira menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Rizka menyambutnya dengan hangat.
“Sama-sama, nggak masalah... semoga kita bisa ketemu lagi di lain waktu, ya?” ucap Rizka.
nggak akan, Tante. Dira membantin.
“Iya, Tante.” bertolak belakang dengan apa yang ada didalam hatinya.
🌸🌸🌸
“Aku udah pesan taksi online, Bang. Kamu nggak perlu ngantar aku lagi, makasih untuk semuanya ya.” Sebisa mungkin, Dira berusaha untuk tak menyusahkan Rafkha lagi. Ia merasa keberadaannya di sisi Rafkha adalah salah dan tak pantas.
Sebelum terlalu jauh, ada baiknya ia menghentikan ini semua. Waktu dua puluh empat jam yang bahagia bercampur takut dan takjup menjadi satu.
Mereka sudah berada di parkiran.
“Batalin! aku ‘kan udah bilang bakalan nolongin kamu sampe tuntas.” Rafkha tak terima, ia buka bagasi mobilnya, mengangkat paksa koper Dira dan memasukkan ke dalam.
“Tapi Bang...”
Dira sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa tak akan lagi berurusan dengan Rafkha. Ia berjanji bahwa ini yang terakhir kalinya.
“Kamu pikir, aku nolongin kamu dengan cuma-cuma? enggak Ra! kamu juga harus bantuin aku nanti, saat aku butuh. Ingat itu.” Nada bicara Rafkha terdengar tidak ramah, lelaki itu tersulut emosinya. Dan ia sendiri tak tahu apa penyebabnya.
“Emangnya kamu butuh bantuan aku kayak gimana?” mengehela napas kasar, ternyata urusannya dengan Rafkha tak bisa selesai sampai disini.
“Naik! ngobrol di dalam, sambil jalan!” titah Rafkha.
Mau tak mau, Dira masuk lagi ke dalam mobil Rafkha. Memasang safety belt sebelum mobil benar-benar melaju.
“Aku pasti butuh bantuan kamu, nggak sekarang. Mungkin nanti, dan kamu harus nolongin, tanpa penolakan. Apa kamu bisa berjanji?”
Rafkha belum benar-benar melajukan mobilnya, menatap Dira dengan penuh harap.
“Selagi aku masih bernapas, dan masih dalam batas wajar. Aku pasti bakal bantuin kamu kok.”
Beberapa detik, mereka saling bertatap. “Janji?” Rafkha menyodorkan tangan kanannya.
“Harus ya sampe segitunya?” Dira terkekeh pelan, menyambut uluran tangan Rafkha. Kemudian ia mengangguk setuju.
“Aku catat, hari, tanggal, jam, menit dan detiknya.”
Rafkha meraih ponselnya, benar-benar melakukan apa yang ia katakan barusan.
“Kenapa sampe segitunya sih Bang? Aku bukan type orang yang lupa dengan jasa orang lain kok, tenang aja.” ucap Dira sungguh-sungguh.
“Tapi aku nggak yakin, dan... aku mau minta maaf kalau mungkin ada kata-kata yang nyakitin dari orang tua aku tadi—“
“Ngg... nggak kok Bang, mereka baik. Aku senang.”
Dira menyimpul senyum, jujur dengan ucapannya.
“Kamu siap kalau suatu saat nanti, ketemu dengan mereka lagi?”
Dira berpikir sejenak, “Untuk apa?”
“Siap atau enggak?” tatapan Rafkha begitu menghujam, hingga Dira tak berkutik. Netra mata berwarna cokelat itu terpancar dari bias cahaya lampu dari luar mobil. Membuat Dira gugup akan tatapannya. Jarak pandang yang begitu dekat, debaran jantung Dira berantakan.
“Ta-tapi, untuk urusan apa?”
“Kamu bakal tau nanti.”
Rafkha melajukan mobilnya pelan. Jawaban gantung dari Rafkha, Dira penasaran. Namun tidak terlalu memusingkan, entahlah apa itu. Tapi yang pasti, Dira terlalu malu jika harus berurusan dengan kedua orang tua itu lagi, meski mereka cukup baik. Tapi rasanya, kesan pertama pertemuan Dira dengan mereka yang membuat Dira malu dan enggan mengulang pertemuan itu lagi.
🌸🌸🌸
Upnya dikit-dikit dulu ya, lagi males ngedit 🙃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
Dira masa ga ngerti sih... buat apa Rafkha sampe segitu nya menolong kamu klo ga ada sesuatu...
2023-08-10
0
fifid dwi ariani
trus bersyukur
2023-01-03
0
Dien Herdianingsih
maniiss
2022-12-05
0