Butuh waktu beberapa menit untuk Rafkha agar bisa menghilangkan rasa manis yang masih melekat di pikirannya dan lebih tepatnya di hati.
Senyum Dira berhasil menusuk ke hatinya, menghujam jantungnya hingga menimbulkan debaran yang tak biasa. Ya, Dira kembali memikat dirinya.
Pikirannya pun mulai kemana-mana. Dira, gadis itu sudah berbeda, jika dulunya imut dan polos. Kini menjadi lebih dewasa, perubahan fisiknya jelas terlihat. Rafkha yakin berat badannya sudah bertambah beberapa kilo. Jika dulu tubuh bagian depannya tergolong rata, namun saat ini...
“Bang, kita ngak salah jalan? harusnya ke kiri ‘kan? kok malah lurus?” suara gadis itu menyadarkan lamunannya, untunglah Dira mengajaknya berbicara, kalau tidak pikiran liarnya pasti berlanjut. Namanya juga laki-laki.
“Ya ampun, maaf. Maklumin udah lama nggak jalan ke daerah ini.” Beralasan, padahal itu semua karena konsentrasinya terganggu. Dan penyebabnya adalah gadis disampingnya.
“Ya udah, nggak apa-apa. ‘Kan bisa putar balik, tapi agak jauh sih.”
Ya tentu tak masalah bagi Dira, lebih jauh juga nggak apa-apa. Nyasar sekalian juga lebih bagus lagi. Biar bisa berlama-lama dengan lelaki itu.
Terkadang Dira lupa diri, ia lupa bahwa lelaki di sampingnya ini adalah pemilik jabatan tertinggi di kantor tempatnya bekerja. Ah... cinta memang membutakan segala-galanya.
“Nggak masalah,” Rafkha tak boleh terkecoh lagi. Cukup sekali saja salah jalan, tidak boleh terulang lagi. Memalukan.
Ting.
Fatya
Ra, lo dimana? siang ini nonton yuk.
Dira tengah memikirkan balasan apa yang akan ia kirimkan ke Fatya, cara menolak ajakan sahabatnya itu.
Sepuluh menit berlalu, mereka masih diam dalam pikiran masing-masing. Dira masih belum membalas pesan dari sahabatnya. Hingga Fatya melakukan panggilan video padanya. Gelagapan, langsung ia tolak. Belum, belum saatnya untuk Fatya mengetahui kedekatan mereka yang secara tiba-tiba.
🌸🌸🌸
Siang itu, Rizka, Panji dan Rafiqa sedang makan bersama dirumah. Menikmati setiap suapan, masakan Rizka tak pernah berubah. Selalu enak, dan tentunya semakin mahir. Bahkan, ada beberapa resep khusus yang ia buat dan sudah ia ajarkan pada putrinya.
“Ehm... Pa, apa nggak terlalu cepat kalau kita omongin ke si Abang hari ini?”
Pagi tadi, mereka sudah membahas masalah perjodohan yang mereka rencanakan untuk putra mereka yang sebentar lagi akan menginjak usia dua puluh sembilan tahun. Sudah cukup matang menurut mereka untuk berumah tangga.
“Nggak, udah saatnya juga. Dan... sebagai ancaman buat Rafkha, kalau dia masih terus begitu sama cewek, gimana mau dapat jodoh?” jawab Panji tegas.
“Mama dan Papa mau ngejodohin Abang? sama siapa?” Fiqa paham kemana arah pembicaraan kedua orang tuanya.
“Iya, ada anak teman pengajian Mama, anaknya cantik, sopan, berhijab. Profesinya juga bagus banget, guru.” Rizka menjawab dengan bangganya.
“Nggak yakin deh Ma, si Abang mau di jodohin. Terus pacaranya gimana?” celetuk Fiqa.
“Dia punya pacar?” sahut Panji, menoleh ke arah Fiqa. Tidak yakin dengan apa yang diucapkan putrinya barusan.
“Nggak tau juga sih Pa, pacar atau bukan. Tapi yang jelas pagi tadi itu Abang telponan sama cewek, suaranya halus banget. Terus kayaknya mereka janjian hari ini.” Jujur Fiqa menjawab apa adanya.
“Belum pasti pacarnya, bisa jadi cuma rekan kerja, atau teman kampus.” Panji menbantah. Dan direspon anggukan oleh Rizka.
“Oh iya, sore ini... kita main ke apartemen yuk Pa? sekalian bersih-bersih, ‘kan udah lama kita nggak kesana, jangan sampe ada penghuni lain ntar, kan serem.”
“Ih mama, hari gini masih percaya aja sama gituan, apaan sih.” sahut Fiqa.
“Bercanda sayang, ayolah Pa!” ajak Rizka sekali lagi.
“Oh iya, boleh... Papa sampe lupa kita punya aset yang satu itu, nginap disana sekalian?” tawar Panji.
“Boleh, Pa.”
“Fiqa ikut, ya?”
“Nggak!” kedua orang tua itu menjawab kompak.
Memang, mereka sesekali menginap disana, menghabiskan waktu berdua. Duduk dan minum minuman hangat bersama, sambil menikmati pemandangan lampu-lampu kota di malam hari. Di baklon mini, atau menikmati matahari pagi disana. Tak perlu lama, cukup satu malam saja. Tak perlu jauh, yang penting mereka memiliki quality time.
🌸🌸🌸
Dira sudah menetukan tempat tinggalnya, sebuah apartemen mini yang hanya terdiri dari satu kamar, ruang tv, dapur kecil dan kamar mandi. Cukup untuk dirinya sendiri, dan yang paling penting tak terlalu jauh dari kantor. Untuk beberapa bulan ke depan, Dira tak perlu risau soal pembayaran. Ada donasi dari Papanya.
Karena sudah menemukan hunian yang tepat, Dira memutuskan malam ini juga akan ia tempati.
“Kita makan dulu, ya? kamu lapar ‘kan?” ajak Rafkha saat mereka sudah di parkiran, sebelum masuk ke dalam mobil.
“Iya, boleh. Aku juga belum sarapan.”
“Aku juga belum, kok sama ya?” jawab Rafkha dengan seulas senyum ke arah Dira.
Dira hanya mengangkat bahunya sedikit.
“Mau makan dimana?”
Mereka sudah di dalam mobil, “Terserah, aku ikut aja. Atau... ada yang pingin kamu makan? katanya banyak kangen makanan Indo?” Dira mengingat bahwa malam tadi lelaki itu mangatakan banyak makanan yang ingin ia makan, yang tidak bisa ia dapatkan di negeri orang.
“Ada sih, kangen masakan warteg di kantin kita, masih ada nggak ya?”
“Masih, ya udah makan di kantin kampus aja.”
“Kok kamu tau? masih sering kesana?”
“Ada sesekali, terakhir bulan lalu, makan nasi sotonya. Sekalian nostalgia,”
“Nostalgia? sama Vian?” Tiba-tiba, terlintas nama itu di kepala Rafkha.
“Vian siapa? Sama Fatya, kok,” yang bahkan Dira saja tak mengingatnya.
Seolah ingin masuk lebih dalam lagi ke kehidupan Dira, Rafkha jadi banyak bertanya tentang gadis itu.
🌸🌸🌸
Jangan lupa like, dan komennya 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
mama papa kaget dong Rafkha apartement nya kok ada penghuninya...
2023-08-10
0
Sunarti
siap"lah Rafkha utk lbh dekat sama Dira sekalian pura" aja baik hati
2023-05-04
0
fifid dwi ariani
trus berkarya
2023-01-03
0