Usai sholat ashar, Panji dan Rizka bersiap-siap menjalankan rencana mereka, mengunjungi apartemen sekaligus bermalam disana, menghabiskan waktu berdua tanpa ada yang mengganggu.
“Jadi rencana kita malam ini untuk ngomong ke Rafkha di tunda lagi, Ma?” tanya Panji saat mereka belum benar-benar pergi.
“Ya besok aja lah Pa, besok ‘kan masih hari minggu.”
“Oh iya Pa, kita singgah ke supermarket dulu ya. Mama mau masak ntar malam disana.”
Rizka meraih tas jinjing dan satu tas yang berisi berbagai keperluannya untuk bermalam disana.
“Oke, udah ‘kan? yuk sayang!”
Panji merangkul istrinya, seolah tak sabar untuk meninggalkan rumah sore itu.
Fiqa yang tengah membaca buku di ruang keluarga menyaksikan kemesraan kedua orang tuanya, ia menggelengkan kepalanya. “Ingat umur kenapa, Pa!” saat Panji melingkarkan lengan kirinya di leher Rizka.
“Jangan iri, makanya kamu cari suami.” jawab sang mama dengan seringai mengejek.
“Apaan sih Ma, belum mikir juga sampe kesana, mama papa seriusan mau nginap di apartemen?”
“Iya, kamu baik-baik ya Nak dirumah. Oh iya ini malam minggu ya? nggak ada rencana kemana gitu?”
“Enggak ah, Fiqa di rumah aja Ma, belajar.” ucapnya sambil membolak balikkan buku ultrasonografi. Buku tentang ilmu USG, gadis itu tengah melanjutkan pendidikannya, spesialis ilmu Obstetri dan Ginekologi (Spesialis Ilmu Kebidanan dan Kandungan) menjadi pilihannya.
“Ya udah kalau gitu, Papa sama Mama pergi dulu ya!” Panji mendekati putrinya, mengacak pelan rambut Fiqa yang tengah berselonjor di atas sofa.
“Iya Pa, Ma hati-hati!”
🌸🌸🌸
Langit sore mulai menampakkan warna jingganya, artinya, sebentar lagi matahari akan terbenam. Rafkha dan Dira tengah dalam perjalanan kembali ke apartemen, untuk mengambil barang-barang gadis itu yang masih tertinggal disana. Jalanan sore ini begitu padat, mereka sudah terjebak macet hampir tiga puluh menit.
Dira yang merasa tak enak hati pada Rafkha, tak tahu harus berbuat apa, lelaki itu bersedia bolak balik mengantarnya.
Berulang kali Dira menatap Rafkha secara sembunyi-sembunyi. Antara kasihan, kagum, dan juga terharu. Tak menyangka ternyata lelaki itu memiliki sisi baik seperti ini. Dari beberapa hal yang Rafkha lakukan padanya sejak malam tadi, Dira yakin jika lelaki disampingnya ini adalah sosok yang bertanggung jawab.
Pasti beruntung banget Bang, siapapun yang jadi istri kamu nanti. Batin Dira.
“Kenapa gelisah?” Rafkha menyadari sejak tadi gadis disampingnya terus menatapnya bergantian dengan menatap jalan lurus.
“Nggak apa-apa kok, oh iya. Kamu antar aku cukup sampe apartemen aja, nanti ke tempat baru, aku naik taksi aja Bang.”
“Aku nggak bisa nolongin orang setengah-setengah, harus tuntas.” Dari kalimat yang di ucapkan Rafkha, jelas ia tidak setuju dengan Dira. Nadanya tegas, tidak terima penolakan.
“Ya udah kalau Abang tetap maksa,” Dira menyimpul senyum, tak bisa menolak lebih tepatnya tak mau menolak. “Makasih,” lanjut Dira.
“Coba itung deh, hari ini kamu udah berapa kali bilang makasih ke aku?” Rafkha menoleh ke kiri sejenak untuk saling menatap dengan Dira.
“Banyak. Mungkin, cuma ucapan makasih aja, rasanya nggak cukup.”
“Terus kamu mau kasih aku apa?”
Hening sejenak, Dira tengah berpikir. Ingin sekali ia menjawab, kasih cinta dan sayang yang tak ada habisnya. Tapi, Dira hanya mampu memendamnya dalam hati.
“Ehm...”
“Aku bercanda.” menyadari Dira yang terlihat gelagapan menjawab. Rafkha langsung meluruskan.
Mereka hampir sampai ke tempat tujuan, apartemen milik orang tua Rafkha. Hanya berjarak sekitar dua ratus meter lagi.
🌸🌸🌸
Panji tengah menenteng kantong belanjaan istrinya yang mereka beli di supermarket tadi. Tidak banyak, hanya beberapa yang penting saja, karena sebagian yang lain dan bahan-bahan makanan yang bertahan lama sudah tersedia disana. Merangkul istrinya, berjalan pelan menyusuri lorong sebelum akhirnya tiba tepat di depan unit apartemen mereka.
“Pas banget nyampenya, maghrib. Jadi kita nggak maghrib di jalan,” turur Rizka.
“Oh ya, masih ingat passcode nya Pa?” tanya Rizka.
*“Masih lah, tanggal annive *kita ‘kan? tadi malam, Rafkha nanya, passcode ini ke Papa.”
“Buat apa? nanya gimana?”
“Dia nanya, passcode apart belum berubah, ‘kan Pa? Papa jawab, belum.”
“Oh...” Rizka hanya ber oh saja. Mereka sudah masuk, tak lupa menutup pintu. Tujuan utama Rizka adalah dapur apartemen itu. Ia meraih kantong plastik dari tangan suaminya sebelum menuju dapur.
“Papa mau langsung sholat? kayaknya sajadah ada di kamar dalam lemari,” ucap Rizka sambil mengeluarkan barang belanjaannya.
“Hu’um iya, nggak mau jama’ah aja?” Ajak Panji.
“Boleh juga.”
Panji berjalan menuju kamar, membuka pintu. Berekrut kening, ekspresinya langsung berubah. Kamar utama yang berantakan. Tempat tidur yang dipenuhi dengan baju-baju yang dari bentuk dan warnanya adalah baju seorang perempuan.
“Kenapa Pa? kok nggak jadi masuk?” Rizka meninggalkan aktifitasnya saat melihat keanehan, ekspresi aneh dari wajah sang suami.
“Ma... itu...”
“Ya ampun, itu barang-barang siapa?”
Jika Panji ragu hendak masuk ke kamar, Rizka justru mendekat. Melihat lebih dekat. kekacauan itu, ada koper besar berwarna pink, tas laptop berwarna hitam dan tas kosmetik.
Saat istrinya benar-benar masuk ke sana, barulah Panji memberanikan diri juga untuk masuk.
“Pa?” Rizka mengalihkan pandangannya pada sang suami, dengan tatapan aneh. Jantungnya berdebar kencang.
“Ya? Papa nggak tau apa-apa, sumpah! kamu jangan nuduh Papa yang aneh-aneh, sayang!” Tatapan Rizka mengartikan bahwa dirinya curiga pada Panji, mengira bahwa Panji menyembunyikan seorang perempuan di apartemen ini.
“Terus ini?” Rizka mengangkat salah satu dari pakaian-pakaian yang berserakan itu.
Dira menjatuhkan dirinya di atas sofa empuk di ruang TV, duduk bersandar sebentar disana, untuk melepas rasa lelah. Lelah yang hari ini terbayarkan. Dira mendapat tempat tinggal baru yang layak dan sesuai dengan budget nya. Selanjutnya Rafkha menyusul duduk tepat disamping Dira. Bersandar dan mengadahkan kepalanya ke atas.
“Capek ya? padahal kita cuma keliling-keliling, terus makan-makan,” tutur Rafkha sambil mengeluarkan ponselnya dari saku jeansnya.
“Iya, maaf gara-gara aku, kamu jadi capek. Aku, beres-beres dulu ya Bang.”
“Santai aja, ini masih awalnya.”
“Awal? maksud Abang gimana?”
“Ehm, setelah maghrib, kita langsung ke apartemen baru kamu ya. Aku baru ingat, ada janji sama Papa dan Mamaku,” Rafkha memilih tak menggubris pertanyaan Dira. Membiarkan gadis itu bingung sendirian.
Dan benar, Rafkha baru mengingat, pagi tadi mamanya mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin dibicarakan. Entah apa itu, ia tak terlalu penasaran. Tapi, karena sudah berjanji dengan sang mama, ia tak mau mengingkari dan mengecewakan.
“Iya Bang, sebentar ya.”
Belum sempat Dira bangkit dari sofa, tiba-tiba...
“RAFKHA?” Suara yang tak asing di telinga Rafkha, mengagetkan keduanya. Rafkha menoleh, begitupun dengan Dira yang terlihat mati kutu. Dua orang yang belum pernah ia temui sebelumnya. Yang Dira yakin itu adalah orang tua Rafkha.
🌸🌸🌸
Penasaran ya? 😪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
mama jangan teriak dong kan kaget aq 😁😃
2023-08-10
0
Benazier Jasmine
terciduk bang 🤣🤣🤣
2023-07-02
0
Sunarti
awkwkwk ada yg di curigai dan marah" serta slh paham
2023-05-04
0