Meeting akan segera dimulai, seluruh karyawan berkumpul diruang meeting tak terkecuali Dira dan Fatya. Jantung Dira kembali bergemuruh bak petir disiang bolong saat melihat Rafkha berbicara membuka meeting dan kembali memperkenalkan dirinya.
“Kalian sudah kenal saya ‘kan? Sekarang giliran saya yang ingin mengenal kalian, silahkan perkenalkan diri satu persatu,” Titah Rafkha. Nadanya begitu tegas tanpa basa-basi. Dari urutan terdepan, satu-persatu karyawan mulai memperkenalkan diri.
Saat ini giliran Dira, Rafkha menatap lekat pada gadis itu yang sedang berdiri dengan kegugupannya, tangannya gemetaran.
Kayaknya ini cewek nggak asing, tapi... siapa ya?
Batin Rafkha. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk kecil meja dihadapannya sambil terus berpikir.
“Perkenalkan, nama saya Andira Faranisa, usia dua puluh... lima tahun, jabatan Architect Engineering. Ehm sekian Terimakasih.” Tak mau panjang lebar, ia memperkenalkan diri seperlunya saja. Dira kembali duduk ditempatnya. Ia yakin Rafkha sudah tidak lagi mengingatnya sebagai juniornya di kampus. Terlebih saat ini penampilan Dira sangat berbeda, mulai dari gaya berpakaian hingga kacamata yang menghiasi wajahnya.
“Baik, lanjut.” Rafkha tersadar setelah puas memandangi Dira sambil berpikir siapa perempuan itu, nama dan wajahnya sangat tidak asing. Tapi Rafkha benar-benar belum mengingatnya.
Gue bisa gila sebentar lagi. Kenapa saat gue yang perkenalkan diri, Rafkha ngeliatin gue segitunya?
Dira sambi mereemas sedikit rok yang ia kenakan. Tangannya dingin seperti habis memegang batu es.
Semuanya sudah kena giliran memperkenalkan diri. Rafkha juga sudah menyampaikan visi dan misinya bagaimana baiknya menjalani perusahaan versi dirinya selaku pimpinan baru yang berpengalaman.
“Baik, terimakasih semuanya. Kita akhiri sampai disini, tapi saya minta kepada tim yang menangani project penting terkait kontrak dengan PT. Nusantara Indah, saya harap tetap tinggal. Kita akan membahas kelanjutan dan perkembangan dari project itu.” Tutur lelaki itu panjang lebar. Semua karyawan yang tidak berkepentingan, meninggalkan tempat.
Sementara Dira masih kelimpungan, ia juga ingin meninggalkan tempat untuk mengambil sebagian berkas penting dan juga flashdisk miliknya yang berisi data untuk ia presentasikan hari ini.
Dira keluar ruangan meeting menyusul Fatya. “Lo kok ikut keluar Ra? memang lo nggak dengar tadi Bos besar bilang apa?” tanya Fatya.
“Ingat, ini gue mau ngambil berkas sama flashdisk.” Dira mempercepat langkahnya, tergesa-gesa. Mendahului Fatya.
Selang lima menit, Dira kembali masuk keruanga meeting. “Permisi, maaf Pak tadi saya—“
“Silahkan duduk kembali!” titah Rafkha tanpa basa-basi, tanpa mau mendengar penjelasan Dira terlebih dahulu.
Kejam banget sih. Batin Dira.
“Kita mulai ya, saya minta gambar gedung yang sudah direncanakan, siapa yang berwenang disini?” Rafkha menatap satu persatu karyawan yang duduk dihadapannya.
“Sa-saya Pak.” Jantung Dira kembali berdentum cepat, serasa ingin keluar dari tempatnya. Dira mulai memasangkan flashdisk pada laptop yang memang sudah tersedia diruangan meeting dan perlahan mulai menampilkan slide hasil gambar yang sudah di konsep sebagai bentuk pembangunan resort di Bangka Belitung milik PT. Nusantara Indah.
“Jadi kamu arsiteknya?” tanya Rafkha sambil mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat Dira yang kala itu tengah berdiri tak jauh darinya.
“I-iya saya Pak.” Tangan Dira kembali dingin, tak pernah ia segugup ini saat akan presentasi. Sungguh mendebarkan.
“Lanjutkan, penjelasan detil ya!” titah Rafkha.
Perlahan Dira mulai menjelaskan dari awal, tengah hingga akhir tentang gambar yang ia tampilkan. Sedetil mungkin mulai dari ukuran dan bahan material yang akan digunakan nantinya.
“Sebentar. Apa kamu nggak bisa bicara lebih santai? Nggak perlu terburu-buru,” Sejenak, lelaki dihadapannya itu memutus kalimat yang akan dilontarkan Dira.
Santai Dira, santai. Dira memegang dadanya, mengambil napas agar tak mati berdiri karena gugup saat ini.
“Apa kejadian kemarin membuat kamu nggak bisa bicara dengan baik sampai hari ini?” lanjut Rafkha saat melihat Dira semakin gugup, bukannya makin membaik. Kejadian kemarin yang dimaksud bos nya itu adalah Bian yang menyatakan cinta padanya dihadapan khalayak ramai. Oh sunggu memalukan Pikiran Dira semakin kacau, terlebih saat ini ia seolah dipermalukan oleh Rafkha.
Rasanya ingin sekali ia menangis, dan kabur saja dari hadapan lelaki itu dan dari hadapan beberapa rekan-rekan lainnya.
“Dira, biasanya kamu nggak gini. Kamu sakit?” Faiz, salah satu rekan Dira membuka suaranya. Sebenarnya ia kasihan melihat Dira dengan keadaan seperti itu.
“Saya...”
“Kalau kamu lagi nggak fit, ya udah kita berhenti sekarang. Tapi nanti setelah ini, tolong kamu keruangan saya ya!” ucapan Rafkha begitu tegas.
Dira bernapas lega, Faiz memang penyelamatnya saat ini. Lelaki itu selalu saja baik terhadapnya, meski sudah ia tolak berkali-kali. Karena Dira belum bisa membuka hatinya untuk siapapun. Kecuali untuk...
“Kamu dengar saya bilang apa barusan?” untuk lelaki yang saat ini membuat hari dan pikirannya kacau.
“Dengar Pak, baik Pak saya mengerti,” Jawab Dira kemudian mundur satu langkah.
Rafkha mengakhiri rapat dengan memasang tampang kecewa dan malas. Lelaki itu kembali ke ruangan barunya.
Andira Faranisa
Andira Faranisa
Nama yang terus terngiang-ngiang dikepalanya.
Beneran nggak asing, tapi kenapa gue nggak ingat sama sekali?
🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
aq klo gugup malah suka pengen pi**s🤭😁
2023-08-08
0
Sunarti
beneran Kha,, kamu gak ingat sama Dira dulu itu dia mahasiswa yg kehilangan kertas kecil
2023-04-22
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-01-02
0