Untuk nemanin malam minggu kalian ini aku kasih up sedikit ya, hihi. Sebagai hadiahnya jangan lupa like komennya. Uwuuu
🌸🌸🌸
“Ya udah, kita selesaikan makan dulu, nanti aku mau nanya-nanya lagi sama kamu!” ucap Rafkha.
Dira mengangguk, terserahlah... terserah lelaki itu saja. Dira makan dengan lahapnya, sama halnya dengan Rafkha. Dua tahun di luar negeri membuatnya rindu dengan cita rasa masakan dan makanan khas negara tercintanya ini.
Sebenarnya, masih banyak makanan lain yang ia rindukan. Dan tak menyangka malam ini akan menyantap sate dengan salah satu bawahannya, atau juniornya di kampus.
Selama sepuluh menit, mereka makan dan hanya berdiam tanpa bicara. Sesekali saling mencuri pandang, entah mimpi apa Dira semalam bisa makan bareng cowok pujaannya. Satu meja, berhadapan ya meski bukan candle light dinner. Atau makan malam romantis dan sejenisnya. Seperti ini saja, sudah lebih dari cukup bagi Dira.
“Kenapa nangis?” akhirnya Rafkha menanyakan hal yang sejak tadi membuatnya penasaran.
“Nggak kok, siapa yang nangis?” Dira mengelak.
“Bukan sekarang, tadi. Tadi waktu di mushola.” Rafkha tak melepaskan pandangannya dari Dira.
“Oh, itu tadi... nggak apa-apa lagi pingin nangis aja.” Sementara Dira tak kuasa berbalas tatapan dengan Rafkha, ia menyibukkan penglihatannya untuk melihat lampu-lampu kendaraan yang melintas, melihat kemana saja asal bukan ke wajah lelaki dihadapannya itu.
“Diputusin?”
“Eh... Nggak, bukan.”
“Terus? Sorry nggak maksud untuk kepo tapi... kalau ada masalah cerita aja.”
Perlahan Dira memberanikan diri untuk melihat Rafkha, ternyata lelaki ini ada sisi kemanusiaannya juga. Tapi Dira tak mungkin menceritakan urusan pribadinya dengan Rafkha, mereka tidak sedekat itu untuk berbagi suka dan duka.
“Udah malam, Pak... saya mau—“
“Pak?”
“Bang maksudnya, ehm.. saya, aku... mau balik ke kantor.”
“ Apa ada kerjaan yang mendesak?”
“Nggak kok.”
“Ya udah kalau gitu, kita pulang aja. Aku antar kamu.”
“Aku... nggak pulang kerumah.”
“Terus?”
Dira mengambil napas dalam, bagaimana situasi seperti ini harus jujur kah?
“Kenapa?” Lelaki itu masih mendesaknya memaksa untuk tahu yang sebenarnya terjadi pada Dira. Dan dengan sangat terpaksa Dira menceritakan semuanya bahwa saat ini ia tak ada tempat untuk pulang, sedang mencari hunian yang layak dan ramah kantong tapi belum menemukan yang pas.
“Jadi kamu tinggal sama tante kamu? Orang tua kamu?”
“Iya, sejak SMA. Maaf... aku nggak bisa bahas orang tua aku,” tolak Dira.
Rafkha terdiam sejenak, sudah lama kenal dengan gadis itu tapi ternyata banyak yang tidak ia tahu tentang kehidupan Dira, membuatnya semakin penasaran, untuk tahu lebih banyak. Ternyata, nasibnya tak seberuntung gadis-gadis lain seumurannya.
“Ya udah maaf... maaf kalau gitu, ayo kamu ikut aku!”
Lelaki itu berdiri, kemudian mengeluarkan dompet dari saku celananya, menghampiri penjual sate.
“Ikut kemana?” tanya Dira saat mereka mulai berjalan kembali menuju gedung perusahaan.
Tapi pertanyaan Dira diabaikan oleh Rafkha.
“Abaaang... kita mau kemana?” tanya Dira dengan nada pelan. Ada perasaan yang aneh yang Rafkha rasakan saat mendengarnya memanggil dengan cara seperti itu.
Rafkha berhenti sejenak, langkahnya yang panjang meninggalkan Dira yang kini agak jauh dibelakangnya. Lelaki itu berbalik, menatap wajah perempuan yang barusan berhasil menggetarkan kembali hatinya seperti masa itu.
“Ke hati aku aja gimana?” Rafkha menunduk sedikit, hingga wajah mereka berdekatan. Dira yang mulai terbiasa dengan kehadiran dan kebersamaan dengannya pun kembali terguncang jiwa, hati dan pikirannya. Tapi Dira tak mau terkecoh, Rafkha pasti hanya bercanda dan sekedar menghiburnya saja.
“Jangan bercanda, aku lagi sedih,” ucap Dira sambil melangkah, meninggalkan lelaki itu.
Rafkha menyamakan langkahnya dengan gadis itu, jika beberapa saat yang lalu mereka jalan berjauhan, kini mereka jalan berdampingan.
“Ya justru karena kamu lagi sedih, aku hibur.”
“Makasih.”
Dira menyembunyikan kegugupannya, langkahnya ia percepat. Sangat memalukan jika Rafkha menyaksikan wajahnya yang saat ini pasti bersemu merah. Barusan, lelaki itu mengatakan sedang menghibur, tapi tidak begitu juga caranya.
Aduh, bisa mati berdiri kalo kayak gini. Batin Dira.
“Tunggu bentar ya Bang, aku ambil koper dulu tadi aku tinggal di mushola. Tapi... kita mau kemana sebenarnya?”
Saat sudah tiba di parkiran, dimana mobil Rafkha berada.
“Iya, aku temenin. Kamu nggak tau ‘kan gimana bahaya sendirian di gedung ini?”
“Aku udah sering kok, malam-malam disini, ya nggak sendirian sih, kamu belum jawab pertanyaanku.”
Sambil berjalan masuk mereka berbincang.
“Pokoknya ikut aja, aku bakalan kasih kamu tempat yang aman!”
Tiba di lift, Dira tidak lagi protes dan bertanya, tapi... bisakah ia percayai lelaki disampignya ini? situasi seperti ini tiba-tiba mengingatkan Dira dengan adegan rangkulan secara mendadak waktu itu.
🌸🌸🌸
Mau dibawa kemana tuh anak gadis orang 🙄🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
wah jangan2 Dira mau di bawa ke penghulu... mau wkwkwk
2023-08-08
0
Sunarti
Rafkha emang udah siap mw nerima hati Dira
2023-04-23
0
fifid dwi ariani
trus sehat
2023-01-03
0