Alvin Robert sedang berada di perpustakaan di mansionnya, dia berdiri dan bersandar di samping jendela besar yang langsung menghadap ke arah taman, dia lalu tersenyum mengingat pembicaraan antara dirinya dan lovely.
"Aku tidak tahu jika aku punya keponakan lucu sepertinya, walaupun kemiripannya dengan kakak patut untuk dicurigai." Ucapnya sambil membolak-balik buku yang di pegangnya.
"Aku tidak sabar bertemu dengannya lagi." Sambil menyimpan kembali buku yang di pegangnya ke tempat semula. Dia melangkah kembali ke ruangannya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
~
Mereka semua masuk ke dalam dan berhenti di depan lift menunggu lift berdentang, mata lexia selalu melirik kepada william, dia berdiri gelisah menanti agar daren segera pergi dari sana.
"Jangan tidur terlalu larut, segera mandi lalu tidur, dan jangan lupa mengunci pintu kamarmu." Kata daren tanpa menatap lexia, ingin sekali lexia menyumpal mulutnya yang cerewet.
Lift membawa mereka ke lantai 5 di mansion ini, begitupun William mengantar lexia hingga ke depan pintu kamarnya.
"Sir, ada telepon penting dari New Jersey." Ucap Evan yang telah menunggu kedatangan daren di depan pintu ruangannya.
"Ok, aku ingin mendiskusikan sesuatu denganmu."
"Baik sir."
Mata daren mencari-cari lexia dan mengerlingnya setelah itu dia masuk ke dalam ruangannya bersama Evan.
Setelah memastikan daren dan Evan sudah masuk ke dalam ruangannya, lexia menarik William ke dalam kamarnya, setelah itu dia mengintip sebentar lalu menutup pintu kamarnya.
"Ada apa nona?"
"Kau...em kau memanggilku apa tadi?" Ucap lexia yang berdiri dihadapannya.
"Nona lovelia." Jawabnya.
"Apa..apa kau mengingat pembicaraan kita kemarin?" Tanyanya, matanya bulat memandang william.
"Ya nona tentu aku mengingatnya dengan jelas."
"Sial !" Umpat lexia.
"Jadi kau...kau mengingat namaku?" Tanyanya.
Wajah William seperti tersenyum.
"Tentu aku mengingatnya, nama anda lovelia." Ujarnya.
"Er..maksudku selain lovelia, apakah kau mengingat sesuatu?"
"Ya, nama anda lexia." Jawabnya.
Wajah lexia terlihat murung, "jadi kau mengingatnya, apakah kau tahu..mengapa aku ada di sini?" Tanyanya lagi.
"Ya, tentu aku tahu, semua orang yang bekerja di bawah perintah tuan Daren mengetahuinya, anda adalah nona lexia, bukan lovely tapi kami di perintahkan untuk memanggil anda dengan nama nona lovelia." Ujarnya.
Mata lexia membelalak, "Kau ! Ugh bodoh, aku mengkhawatirkan sesuatu yang tidak penting, harusnya kau bilang dari tadi kalau semua orang di rumah ini tahu siapa aku ! Kupikir aku sudah membongkar rahasiaku, bodoh !" Ucap lexia dengan suara kasarnya tanpa bisa di tahannya lagi.
Wajah pria yang berdiri dihadapannya terlihat tidak terganggu sama sekali dengan umpatan atau cacian lexia, matanya masih menatap lexia datar, meskipun begitu senyuman miringnya dapat terlihat.
"Kau menertawakan kebodohanku bukan?" Tuduhnya.
"Tidak ! Jawabnya.
"Cih, pembohong, aku sudah selesai kau boleh keluar." Ucap lexia sambil berjalan membelakanginya. William masih berdiri di sana, menatap lexia dari kejauhan.
"Kau tidak keluar?" Lexia berbalik dan heran ketika melihatnya masih berdiri kaku di sana.
Dia menyilangkan kedua Tangannya, sambil tersenyum miring. "Aku suka berdiri di sini dan menatapmu." Jawabnya.
Wajah lexia terlihat terkejut, tidak di sangka pria ini memperlihatkan sikap aslinya kepada lexia. "A..apa kau bilang?".
"Tidak ada, segeralah mandi nona dan tidur." Dia kemudian berbalik dan menutup pintu lexia.
"Siapa sebenarnya William Luther ini, wajahnya penuh dengan kepura-puraan, ck siapa yang peduli dia itu siapa, ugh sikapnya tadi membuatku merinding."
Lexia masuk ke dalam kamarnya dan segera melepaskan gaunnya hingga teronggok di lantai, dia melangkah ke dalam kamar mandi hanya mengenakan pakaian dalamnya saja.
Lexia yang sedang mandi lalu memikirkan tentang neneknya yang berada di rumah sakit, "aku akan bicara dengan daren, aku ingin mengetahui keadaan nenek di rumah sakit." Ucapnya. Setelah selesai mandi lexia masuk ke kamarnya lalu mengganti pakaiannya dengan baju tidur berbahan satin yang lembut kemudian memadamkan lampu kamarnya.
Siapa saja yang melihat senyuman itu di dalam kegelapan akan membuat buluk kuduk berdiri, sosok itu berjalan perlahan, mendekati lexia yang sedang tertidur lelap, wangi tubuhnya sehabis mandi membuatnya menghirup udara dalam-dalam.
Langkahnya begitu perlahan, tatapannya menari-nari mencoba menyentuh gadis yang membutakan dirinya dia memikirkannya siang dan malam, hari dimana dia bertemu dengan lexia, membuatnya terkejut karena gadis ini berada di mansion keluarga Burchard.
Dia tentu tahu siapa gadis ini setiap hari membawa barang rongsokan ke rumah george, dia gadis cantik tapi liar dan kasar serta bermulut pedas, hal itulah membuat segalanya lebih menarik.
~
Lari pagi merupakan rutinitas yang selalu dilakukan oleh daren, mengelilingi beberapa putaran di sekitar mansion Keluarga Burchard hingga peluh menetes di pelipisnya.
Dia berhenti sejenak sambil melihat jam yang ada di pergelangan tangannya, bunyi ponselnya di saku membuatnya melangkah perlahan.
"Ya evan, aku sedang berada di luar mansion ada apa?" Tanya daren yang berjalan kembali menuju mansion dengan ngos-ngosan.
"Sir, nenek nona lexia telah meninggal baru saja, dokter di rumah sakit Houston Manhattan meneleponku baru saja."
Daren berhenti berjalan, dia memegang keningnya, "Baik Evan, pergilah ke rumah sakit sekarang, urus semuanya aku akan segera menyusul, dan satu lagi....lexia tidak boleh tahu hal ini." Ucapnya.
"Baik sir."
"Sebaiknya gadis itu tidak boleh mengetahuinya jika tidak semuanya akan kacau dan yang terpenting lagi jika tuan Robert tahu aku membohonginya semua akan hancur."
Daren kembali berlari agar cepat sampai ke mansion.
~
Matahari pagi sudah memberikan cahaya di kamar lexia tetapi dia masih terlelap, hanya jam weker unik yang berbunyi nyaring meneriakkan nama lexia agar dia bangun.
"Ugh berisik ! Jam berapa sekarang?" Gumamnya serak, dia mengucek matanya kemudian mencoba bangun dan turun dari tempat tidur.
Rambutnya terurai berantakan, dia segera masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan dirinya setelah itu dia mengenakan handuk, tetapi sesuatu menghentikan lexia ketika dia hendak membuka pintu kamar mandi.
"Apa ini?" Ucapnya.
Sebuah tanda berwarna merah kebiruan di perut dan di dada lexia. "Apakah ada serangga di sini?" Sambil mengedarkan pandangannya menatap dinding kamar mandi.
Tanda dua hari yang lalu di tubuhnya masih berbekas dan sekarang tanda itu bertambah. "Apa ini?" Dia memegang bekas itu tetapi tidak sakit sama sekali.
"Mengapa tempat sebesar ini memiliki serangga?" Ucap lexia kembali berjalan dan keluar dari kamar mandi.
Sebuah ketukan terdengar dari ruang sebelah, lexia yang sudah rapi segera keluar dan membuka pintu kamarnya. Nampak wajah Daren yang berdiri dihadapannya.
"Kupikir kau masih tidur lexia, em..ayo kita sarapan." Ucap Daren nada suaranya terdengar tidak seperti biasanya, lebih lembut dan tidak memerintah.
"Kau kenapa?" Tanya lexia yang melihat daren seperti gelisah.
"Tidak usah kau perdulikan." Jawabnya tanpa menatap lexia.
"Sebenarnya sejak kemarin aku ingin memberitahumu, aku ingin menjenguk nenek di rumah sakit sudah beberapa Minggu kau tidak membiarkan aku bertemu dengannya, aku ingin tahu keadaannya." Ucap lexia.
Daren berbalik dan menatap lexia, dia lalu menghentikan lift yang ingin membuka.
"Tidak, hari ini kau belajar denganku." Ucap Daren.
"Kau bercanda kan? Memangnya aku bisa belajar apa denganmu?" Ujar lexia sambil mengernyitkan dahinya.
Senyum samar terpampang di wajah Daren.
"Kau akan tahu sebentar lagi, jangan banyak tanya lakukan saja apa yang aku perintahkan." Perintahnya.
Lexia mengikutinya tetapi wajahnya terlihat marah, mengapa aku tidak diizinkan untuk bertemu Sebentar dengan nenek Kenzo? Mengapa dia melarangku menemuinya. Pikir lexia menatapnya dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Anti@
Siapa serangganya ya🤔🤔
2021-08-13
0
Retno Dwi
siapakah serangga nakal itu...
2021-01-22
0
Rita Parlindungan
apa William berubah jadi serangga nakal....?????
2020-09-19
3