Emine membuka pintu perlahan, pintu yang sangat bersahabat karena saat Emine mendorong pintu ke dalam, pintunya tidak bersuara. Bukan sesuatu yang mengejutkan atau mengerikan yang pertama Emine lihat, melainkan tumpukan kardus dan kaleng makanan yang tergeletak berserakan di lantai.
" Kalengnya masih sangat baru. Sisa makanannya masih terlihat, aromanya juga tidak bau." Ucap Emine dalam hati ketika mengamati salah satu kaleng. " Duga'an ku benar. Ada seseorang disini." Emine semakin masuk ke dalam, matanya mengintip dari balik kardus.
" Itu darah? Darah atau kotoran?" Mata Emine menyorot ke bawah, ceceran-ceceran noda berwarna merah di lantai menjadi penghantar mata Emine untuk melihat lebih jauh.
Noda merah itu berhenti di suatu titik. Emine menatap jeruji besi yang di dalamnya juga penuh noda merah. " Ada penjara di dalam sini? " Gumamnya semakin bingung. Di sudut jeruji besi ada sebuah darah segar. Emine terkejut melihat darah segar itu, matanya semakin liar mengabsen setiap tetes darah yang kini menuju keluar dari jeruji besi. Emine sudah siap dengan apa pun yang akan tertangkap oleh matanya meski dia sedikit ragu.
Darah itu kembali berhenti di sebuah titik dimana ada darah segar yang mengumpul menjadi satu di lantai. Emine ragu tapi ia harus melihat keatas, melihat dari mana sumber darah itu.
Perlahan Emine mengangkat pandangannya, sepasang kaki menggantung, tak menyentuh lantai. " Apa-apa'an ini? Hantu? Hanya hantu yang bisa melayang seperti ini." Emine kambali mengangkat pandangannya perlahan. Kaki putih mulus, gaunnya sudah terlihat warnanya putih tapi di beberapa bagian gaun itu berwarna merah oleh darah. Emine semakin menelan ludah, menahan rasa takut jika benar bahwa yang sebentar lagi ia lihat adalah hantu.
" Haaahhhhhh" Emine terkejut refleks menutup mulutnya dengan tangan agar tidak mengeluarkan suara. Jantungnya berdetak tak karuan, Emine tidak takut dengan apa yang ia lihat, dia hanya sedikit terkejut.
Seorang wanita tergantung dengan leher sudah di gorok, yang membuat Emine terkejut adalah mata wanita itu mebelalak ke arahnya seperti ingin keluar, wajahnya penuh dengan luka. Emine kembali membranikan diri untuk melihat dalam skala luas.
" Dia? Pembunuh itu. Ternyata disini. Apa? Apa yang harus aku lakukan? "Batin Emine saat melihat seorang lelaki duduk menikmati setiap suara tetesan darah yang jatuh ke lantai.
" Aishhhhh,,, sekarang apa yang harus aku lakukan?" Emine kesal karena lupa membawa pistolnya. Tidak mungkin untuk melawan pembunuh seperti dia dengan tangan kosong. Mundur tak mau, maju pun dirasa ragu.
" akan ku akhiri saja pembunuh itu." Ujarnya dengan percaya diri melangkahkan satu kaki. " Tapi, bagaimana jika aku yang berakhir disini? Tidak lucu jika aku harus mati sekarang." Emine menarik satu kaki yang sudah di langkahkan karena ragu untuk maju. " Baiklah, aku tidak takut. Hanya saja aku harus keluar untuk mengambil pistol. Tunggu aku pembunuh!! Jangan kemana-mana!! Aku akan segera datang untuk mu." Emine memutuskan keluar, rasa takut dan ragu 11 12.
" Kita berpencar!! Ingat ada seorang wanita yang masuk ke sini, jangan sampai kalian melukainya!!" Okan dan kedua rekannya berpencar menyusuri setiap ruangan.
Emine kembali turun, langkahnya agak cepat namun tetap menjaga agar tidak mengeluarkan suara.
" Emine,,, kau tidak apa-apa? Bagaimana? Ada sesutu di dalam?" Serin merasa lega karena Emine sudah keluar.
" Tempat ini sangat berbahaya. Kau tidak boleh ada di sini. Ikut aku!!" Emine menarik tangan Serin menuju mobil dan memasukan Serin paksa ke dalam mobil.
" Dengar Serin, jangan keluar dari mobil!! Apa pun yang terjadi jangan pernah masuk ke dalam!!" Suara dan ekspresi Emine mencerminkan bahwa di dalam gedung itu ada sesutu yang berbahaya.
" Apa yang terjadi? Kau mau kemana?" Serin menggengam tangan Emine, menahan Emine agar tidak pergi. " Di dalam sudah ada~"
" Jangan kawatirkan aku!! Ikuti apa yang aku katakan padamu!! Kau mengerti?" Tadinya Serin ingin mengatakan bahwa di dalam sudah ada polisi namun Emine memotong pembicaraan.
" Apa yang kau cari?" Serin masih cemas, ia juga bingung karena sedari tadi Emine membongkar-bongkar isi mobil.
" Jangan keluar!! Ingat itu!!" Emine kembali mempringati saat ia sudah menemukan pistolnya. Sedangkan Serin saat ini harus menelan ludah, membatu, membisu dengan tatapan penuh kecemasan saat Emine meninggalkannya dengan membawa pistol. " Apa yang akan terjadi?" Gumamnya tidak menyangka akan menemukan situasi seperti ini.
" Jangan bergerak!! Atau akau akan memecahkan kepala mu." Emine mengarahkan pistolnya ke arah Orsan yang sedang duduk santai.
Orsan sangat terkejut dengan kedatangan Emine. Perlahan ia berdiri dari kursinya.
" Kau? Kenapa kau selalu ikut campur dengan urusan ku?"
" Aku tidak perduli ini urusan ku atau bukan. Yang jelas aku sudah melihat sesuatu yang tidak pantas dan aku harus menghentikannya."
Orsan tersenyum meremehkan, senyumnya berbicara seakan-akan tidak ada yang salah dengan perbuatannya.
" Kau yakin tau mana yang pantas dan tidak? Aku melakukan ini demi kedamaian. Aku hanya ingin menghukum mereka yang pantas di hukum. Aku hanya membunuh mereka yang pantas di bunuh." Orsan tidak merasa takut dengan pistol yang mengarah di kepalanya. Ia bahkan semakin menunjukan bahwa ia melakukan hal yang benar.
" Kaulah salah satu orang yang pantas di bunuh. Maafkan aku, aku tidak akan menyerahkan mu kepolisi. Tapi, aku akan langsung mengirim mu ke neraka." Emine bersiap menarik pelatuk untuk menghantarkan sebuah peluru yang akan menembus tengkorak kepala pria di depannya tapi Orsan tidak menunjukan rasa takutnya ia malah semakin menjadi-jadi dengan senyumnya yang menantang.
" Tersenyumlah untuk yang terakhir kalinya!!!"
" Dooooorrrrrrrrr,,,,,,,,,"
Okan, Tiras, Murat menghentikan aktivitas, lalu dengan cepat mereka bertiga lari ke arah sumber suara.
" Happpp,,,," Orsan mengambil alih tempat, merebut pistol Emine, dan membalikan keadaan. Emine yang sempat terdiam karena tembakannya yang meleset, kini tambah membatu. Mereka berdua saling berhadapan dengan sorot mata membeku
" Kau adalah penembak yang buruk." Orsan mengarahkan senjatanya tepat di dahi Emine. " Entah kenapa aku selalu senang saat melihat mu. Walaupun kau selalu menghalangi ku, tapi aku tidak pernah membenci mu. Siapa nama mu? "
Emine tidak bergeming sedikit pun. Untuk pertama kalinya ia merasa takut.
" Apa aku akan berakhir disini? Kenapa aku seperti kaku? Tidak bisa melawan? Kenapa aku gemetar untuk menyerangnya?" Emine bisa saja membalikan kedaan seperti awal tapi anehnya ia merasa tidak mampu untuk melakukannya. Walaupun Emine berhasil membalikan ujung pistol itu, tapi Emine tidak jamin mampu menembak Orsan.
" Jangan takut!! Aku tidak akan membunuh mu karena kau bukan daftar korbanku." Ucap Orsan membuat lega hati emine bersama angin yang bertiup dari jendela yang terbuka.
" Tap,,,tap,,,tap,,," Suara langkah kaki menaiki anak tangga.
" Apa kau mengundang seseorang untuk datang kesini? Baiklah,,, sampai jumpa,,," Orsan mendekati Emine, mengambil tangannya dan memberikan pistol Emine kembali. " Akan ku cari tau nama mu. Oh ya,,, jangan lupa untuk latihan menembak!!! Bidikan mu benar-benar buruk." Orsan pergi begitu saja lewat pintu lain ruangan itu dengan senyum mengiringi pelariannya.
" Emine,,,," Ucap Okan melihat Emine berada di dalam ruangan. Emine terkejut, refleks menyembunyikan pistolnya di balik punggung.
" Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Okan sangat cemas walaupun tidak terjadi apapun pada Emine.
" Pembunuhnya kabur." Emine menunjuk salah satu pintu yang terbuka.
Tiras dan Murat segera berlari ke arah pintu itu namun Emine menghentikannya.
" Berhenti,,,,!! Dia sudah jauh, jangan sia-siakan waktu kalian!! Lebih baik urus dia!!" Emine mengarahkan pandangannya ke wanita yang tergantung di belakang.
" Kita terlambat,,,," Sahut Tiras menatap korban yang sudah bertambah.
" Hubungi tim penyelidik!! Biarkan mereka yang mengurus mayatnya!! Kita fokus ke pelakunya. Ayo keluar!!" Perintah Okan pada rekannya.
Emine masih diam tak bergerak, Ia tak bisa mencerna kesalahan yang sangat tidak masuk akal. " Aku sengaja melakukannya, bukan masalah bidikan ku yang buruk, tapi aku tidak bisa menembak pembunuh itu. Kenapa? Kenapa aku melakukannya?" Gumam Emine mematung memikirkan kenapa dia mengarahkan pistolnya kesamping.
"Emine ayo keluar!!" Okan membubarkan lamunan Emine. Ia merasa ada yang aneh dengan wanita ini.
" Baiklah...." Emine hampir lupa bahwa dia sedang menyembunyikan pistol dengan cepat ia menarik kembali tangannya ke belakang
" Apa yang kau sembunyikan dari ku?" Okan curiga.
" Bukan apa-apa. Ayo kita keluar." Emine berusaha mengelak.
" Tunjukan padaku.!!" Okan merenggut paksa benda yang di sembuyikan Emine. " Ayo tunjukan padaku!!!" Okan memaksa. " Pistol? Jadi suara tembakan itu dari mu? Bukan dari pembunuh itu?" Okan terkejut mendapati Emine membawa senjata ilegal.
Emine tidak punya alasan untuk membela diri. Bibirnya mulai gugup tak karuan.
" Ikut aku sebelum orang lain tau." Okan menarik paksa tangan Emine. Saat mereka sudah di luar, Okan memerintahkan kepada Tiras dan Murat untuk mengantar Serin pulang ke rumah sedangkan Emine di bawa pergi entah kemana. Serin menatap Okan yang memaksa Emine ikut dengannya, begitu pula dengan Tiras. Ada sedikit rasa tidak terima dari Serin, namun ia percaya bahwa ini bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.
" Mungkin ada masalah yang harus di selesaikan antara mereka berdua." Gumam Serin menatap Okan yang menarik tangan Emine.
" Kita mau kemana?" Tanya Emine bingung akan di bawa kemana oleh pria di sampingnya.
" Ada banyak hal yang harus diperjelas. Kau sudah membohongiku." Jawab Okan yang sedang menyetir.
" Aku tidak boleh pulang terlambat. Turunkan aku!! Aku harus pulang?" Emine menjadikan jam pulangnya sebagai alasan.
" Pulang? Bukankah kau tidak punya rumah? Aku akan mengajak mu pulang kerumah ku. Kita selesaikan drama ini." Okan berbicara membuat Emine berhasil bungkam.
# Di rumah Okan.
Emine duduk di sofa, siap untuk mencari alasan dari setiap pertanyaan Okan.
" Siapa kau?" Tanya Okan sebagai pembuka.
" Emine. Emine Zarzat. Anak pertama dari Fifan Zarzat dan Mesut Zarzat." Jawab Emine.
" Aishhhh,,, aku tidak bertanya nama mu ataupun keluargamu. Sekarang jawab dengan benar!! Siapa kau dan kenapa membohongiku dengan berpura-pura kabur dari panti asuhan?"
" Aku tidak bisa mengatakan siapa aku" Emine tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya adalah pencuri yang sangat terkenal di istanbul. " aku juga tidak bisa memberitahumu kenepa aku berbohong." Emine juga tidak bisa mengatakan bahwa ia berbohong hanya untuk agar bisa bersama Okan. Pria yang di cintainya.
" Kenapa tidak bisa memeberitahuku?" Tanya Okan dengan ekspresi penuh rasa ingin tau.
" Karena itu privasi ku. Seorang polisi pasti bisa menghargai privasi orang lain." Jawab Emine.
" Privasi? Jangan menjadikan itu sebagai alasan!! Jika aku membawamu ke kantor polisi, privasi mu itu tidak akan berlaku lagi."
" Ehemmmm,,," Emine berdehem karena kalah satu poin, ia berfikir lagi untuk mencari alasan. " Aku akan menjawab semua pertanyaan mu. Tapi, aku sangat lapar buatkan aku mie!!"
Okan tertawa mendengar permintaan Emine lalu suara tawa itu berubah seketika menjadi tatapan tajam ke arah Emine.
" Kau pikir bisa membodohiku, saat aku pergi ke dapur membuatkan mu mie, saat itu kau akan kabur dari rumah ini. Begitukah rencana mu yang sangat pasaran itu?"
" Bagaimana bisa aku kabur? Kau mengunci pintunya." Emine menjawab ucapan Okan tanpa ragu dan membalas tatapan tajam pria itu" Kreoookkkk,,,krodokkkk,,krodok,," Sepertinya perut Emine bisa di ajak bekerja sama. Di tengah ketegangan mereka, tiba-tiba perut Emine membrontak.
" Eheeeemmmm,,,," Okan menarik tubuhnya yang sempat di condongkan ke wajah Emine lalu meluruhkan sorot matanya yang tajam. " Baiklah, tunggu disini!! Jangan coba-coba menipu ku lagi!!" Okan tidak tega membiarkan Emine kelaparan. " Jika kau menipu ku,,,, Aku,, akan,, membu,,~" Okan kembali mendekatkan wajahnya pada Emine dengan suara mengamcam spontan Emine menarik tubuhnya, menjaga jarak dari Okan.
" Membunuh ku?" Potong Emine.
" Memburumu sampai keplosok-plosok negri lalu mengurungmu agar tidak bisa kabur lagi." Okan pergi ke dapur.
Emine senyum-senyum sendiri menatap punggung Okan yang seksi sedikit demi sedikit menghilang di telan tembok besar yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang tamu.
Saat Okan tidak ada, ia mulai melancarkan rencananya. Okan tidak tau bahwa Emine adalah wanita yang cerdik meski tidak lulus SMA. Rencana pertama adalah meninggalkan sesuatu di ponsel Okan yang terletak di atas meja. Emine sangat pintar di bidang IT, membobol kata sandi ponsel bukanlah masalah besar baginya. Setelah selesai dengan ponsel, dilanjutkan dengan rencana kedua yang sangat penting, tentu saja rencana itu adalah KABUR.
Pintu rumah Okan memiliki kata sandi seperti pintu Apartemen atau hotel, tapi ini bukan halangan yang besar untuk Emine. Membobol sandi rumah sudah menjadi asupan makanannya. Dengan lincah Emine mengotak ngatik tombol-tombol yang tertempel di pintu.
" Sampai jumpa di lain waktu." Ucap Emine pelan lalu pergi secepat kilat.
*
*
*
Jangan lupa like+komen+ dan dukungan kalian!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Paryanti
seru thor
2020-05-30
0
Lomrah Susanti
serruuu
2020-05-01
0
Tribuniyati
dr sekian bnyk novel yg sy baca bru yg ini ad preman wanita jd peran utama lanjut nona seru abis
2020-04-24
1