Sekali lagi Okan harus menahan rasa kesalnya karena kehilangan jejak buronan yang sudah memakan banyak korban wanita muda.
" shittt,,,, Lagi dan lagi seperti ini." Mengumpat dengan wajah penuh kekecewaan.
Di dalam situasi seperti ini, tiba-tiba ada yang memegang pundak kiri Okan sehingga membuatnya refleks berbalik menyerang orang di belakangnya tanpa tau siapa dia.
Emine selalu siap siaga dengan jurus-jurusnya. Saat ia memegang pundak pria yang berdiri di depannya, sudah di duga Emine akan mendapat respon yang tak bersahabat. Dengan gesit Emine menangkap pukulan yang tertuju ke arah kepalanya lalu melipat tangan si pria ke belakang dan membuat pria tersebut menunduk sambil meringis pelan kesakitan.
" Aghhhh,,,,," Walaupun meringis tapi suara Okan tetap cool dengan suara beratnya.
" Siapa kau?" Tanya Emine yang sedang mengunci tangan Okan.
Mendengar suara itu membuat Okan merasa kehilangan harga dirinya. Hanya seorang perempuan mampu membuat seorang polisi tak bisa berkutik.
" Lepaskan aku!! Aku bukan penjahat." Meminta dengan suara yang masih menahan rasa sakit.
" Bohong. kau pembunuh yang sudah mengincar para wanita disini bukan? Kau juga yang sudah menatapku dengan tatapan aneh. Berani-beraninya tadi kau tersenyum padaku. Apa kau pikir ini lucu hah?" Emine menggretak Okan, menarik keras kedua tangan yang terkunci hingga membuat Okan kembali meringis.
" Aghhhhhh,,,, Wanita Gila." Tidak tahan lagi dengan semua ini, Okan mengatai Emine. Ia benar-benar dibuat kesal oleh Emine. "Apa kau tidak bisa membedakan penampilan ku dengan pembunuh itu? Aku adalah polisi. Cepat lepaskan aku!!" Memerintah Emine.
" Apa? Po,,,Polisi?" Sadar dengan jaket yang dikenakan Okan adalah jaket kulit sedangkan pria yang dikejarnya adalah pria yang berjaket Hoddie, Emine langsung melepaskan Okan.
Okan merenggakan kedua bahunya setelah mendapat kebebasan. Rasanya kedua lengan tanganya akan segera lepas dari tubuhnya. Kini ia bersiap-siap untuk menghantarkan kemarahannya pada wanita di belakangnya yang sudah mengganggu pekerjaannya
Emine tau ini adalah kesalahan yang sangat ceroboh. Berurusan dengan polisi adalah pantangan besar bagi dunianya. Satu hal yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri, yaitu kabur sebelum pria ini membalikan badan.
" Etsssss,,, kau mau lari kemana Nona?" Dengan wajah yang masih terlihat kesal, Okan menangkap pergelangan tangan Emine tepat setelah Emine melangkahkan satu kakinya.
" Kau,,," Ucap Emine setelah membalikan badan.
" Kau,,," Ucap Okan sama setelah melihat wajah wanita yang membuatnya kesal.
Sekarang mereka berdua sama terkejutnya.
Okan menarik paksa tangan Emine, membawanya keluar dari tempat ini ketempat yang lebih terang dan aman.
" Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Okan.
" Lalu kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Emine balik tak mau kalah.
" Haruskah aku menjelaskan kenapa aku disini? Kau tau sendiri situasi dan kondisi di lingkungan ini."
" Aku hanya kebetulan lewat." Ucap Emine hanya sebuah alasan.
Insting seorang polisi sangat tajam, ia tau mana yang jujur dan mana yang bohong. Okan menatap Emine tajam, membuat Emine semakin gugup.
" Jangan berbohong!! Katakan yang sebenarnya!! Kenapa kau disini? Dan apa urusanmu dengan pembunuh itu?"
Emine menghela nafas. Tidak ada salahnya untuk jujur karena ini tidak merugikannya.
" Seseorang yang sangat mencurigakan menatapku dengan tatapan aneh, entah kenapa aku sangat tergangu. Hari ini aku datang kesini untuk membuatnya lebih jelas, tentang siapa pria itu dan kenapa menatapku seperti itu." Sebenarnya Emine tidak mood untuk menceritakan hal ini. Bisa dilihat dari mimik wajahnya yang terlihat santai.
" Lalu?" Tanya Okan ketika Emine berhenti di tengah-tengah cerita.
" Lalu,,,, Lalu tadi seorang wanita muda berlari dan terjatuh karena dikejar oleh seorang pria, dan pria itu adalah pria yang sama yang menatapku dengan tatapan aneh. Dari sana aku tau bahwa dia adalah pembunuh yang meresahkan warga disini."
" Jadi kau tau pria itu adalah pembunuh dan kau masih mengejarnya? Apa kau sudah tidak waras? Bagaimana jika dia menangkapmu dan membunuh mu? " Entah Kenapa Okan merasa jengkel dengan sikap Emine yang tidak perduli akan keselamatanya.
" Kau kawatir dengan ku?" Mendengar nada suara Okan yang terdengar penuh dengan kekawatiran.
" Tentu." Okan menjawab dengan refleks membuat Emine kini terbang melayang di udara. Emine tersenyum bahagia di dalam hati. " Maksudku, aku kawatir jika ada korban yang bertambah. Ini adalah tugasku untuk melindungi semua orang." Merasa canggung dengan ucapan pertamanya, Okan mencoba mengelak.
" Ohhhhh,,,," Mulut Emine membulat dilanjutkan dengan senyum kecil mendengar ucapan okan terdengar jelas gugup.
" Hmmm,,, Sekarang pulanglah,,,,!!!" Perintah Okan.
" Aku ingin ikut dengan mu." Tanpa ada rasa malu, Emine membuat Okan mengerutkan dahinya.
" Ikut denganku?" Tanya Okan lalu mendapat anggukan dari Emine.
" Kenapa aku harus mengajak mu?"
" Pertama, aku kabur dari panti asuhan dan aku tidak ingin kembali kesana. Kedua, aku butuh perlindungan. Ketiga, aku tidak punya tempat tinggal. Ke'empta, Hanya untuk satu hari saja. Aku mohon." Dengan mata berbinar-binar seperti kucing, Emine memelas-melas. Hanya untuk bisa dekat dengan Okan, ia rela bersikap konyol.
Tidak tahan dengan sorot mata Emine yang menyedihkan, Okan akhirnya mengiyakan permintaan Emine.
" Hanya untuk sehari?" Tanya Okan memperjelas.
" Iya, hanya sampai besok pagi. Aku akan mencari tempat tinggal." Jawabnya dengan polos saat dimobil menuju rumah Okan. " Maafkan aku telah berbohong." Gumam Emine dalam hati namun ia tersenyum ke arah jendela seakan-akan kebohonganya adalah kebahagian Emine untuk bisa bersama Okan walau hanya dalam waktu singkat. Sebenarnya Emine sudah menyadari perasaan yang ia miliki untuk Okan semenjak Okan membantu Emine lolos dari kasus itu.
" Oh ya,,, aku ingin berterimakasih soal waktu itu. Kau sudah menyelamatkan ku." Ucap Emine memecah keheningan sesaat.
" Itu adalah tugasku." Okan kembali menunjukan sikap dinginnya dengan menatap jalanan sepi di depan. " Berhati-hatilah!!! sepertinya kau adalah target berikutnya."
" Tidak, aku bukan targetnya." Menatap wajah Okan sekilas lalu melempar pandangan ke arah depan.
" Bagaimana kau bisa yakin?"
" Entahlah, dia seperti menghindari ku."
" Benarkah?"
" Iya,,, Jika kau mau, aku bisa membantumu menangkap pembunuh itu." Emine menawarkan diri untuk membantu Okan. Namun Okan hanya tersenyum meremehkan.
" Apa yang bisa kau lakukan? Kau hanya seorang wanita."
" Aku bisa melakukan banyak hal. Kau tidak percaya dengan ku?" Emine menatap Okan yang masih dengan senyum meremehkannya.
" Tentu kau bisa melakukan banyak hal, kau bisa melakukan segalanya. Tapi aku tidak ingin membuat masalah ini tambah rumit hanya karena wanita gila seperti mu."
Entah kenapa ucapan Okan membuat Emine tertuju pada sikapnya saat ia membuka baju di depan Okan di tempat pengintrogasian. Emine terdiam karena malu.
" Tapi jika kau butuh bantuan, katakan saja!!!" Kembali meyakinkan.
" Baiklah."
Rumah minimalis 2 lantai sudah nampak dari luar. Emine keluar dari mobil mengikuti Okan yang berjalan didepannya. Rumah itu tidak sebesar rumah kakek tua, namun terlihat cantik dan rapi dengan warna monokrom mendominasi rumah itu. Karena ini sudah larut malam, tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan kecuali langsung tidur.
" Itu kamarmu!!" Menunjuk ke pintu kamar yang tertutup dengan gantungan papan nama bertuliskan *Kamar Tamu*.
" Aku ingin tidur dengan mu." Ucap Emine tanpa berfikir sebelum Okan meninggalkannya.
Okan mengerutkan dahinya, ia benar-benar tidak menyangka telah membawa wanita yang otaknya sudah terganggu. Bagaimana bisa lawan jenis tidur di kamar yang sama.
" Tidak bisa!!" Okan menolak keinginan Emine mengingat ia adalah laki-laki normal yang bisa khilaf kapan pun dan dimana pun ia berada.
" Aku mohon. Aku takut tidur sendiri. Aku akan tidur dibawah atau disofa kamarmu." Emine melakukan ini karena ia ingin melihat Okan lebih lama lagi, ia tidak bermaksud untuk bersikap murahan. Emine percaya bahwa Okan tidak sama dengan lelaki setan di luar sana.
" Kau tidak takut dengan ku?"
" Takut kenapa?"
" Aku juga pria biasa yang bisa melakukan apa pun." Okan mendekati Emine dengan tatapan mengancam berhiaskan senyum penuh arti.
Emine tau bahwa Okan hanya menakut nakutinya agar Emine mengurungkan niat untuk tidur satau kamar dengannya. Bukannya menjauh saat Okan semakin mendekatkan tubuhnya, Emine malah membalas pergerakan Okan lalu berbisik ditelinganya.
" Lakukan saja apa yang kau mau!! Aku tidak takut." Sontak ucapan lembut yang berngiang ditelinga Okan membuat Okan terkekeh.
" Kau,,, kau memang sudah tidak waras." Okan pergi meninggalkan Emine dengan wajah yang tak menyangka akan mendapat tantangan dari Emine. Sedangkan Emine hanya tersenyum karena berhasil menggoda pria dingin yang sekarang menuju kamarnya, lalu Emine mengikuti Okan.
Tidak sama dengan lantai bawah, Kamar Okan lebih berwarna meski masih didominasi dengan warna putih dan hitam.
" Kau tidur di sofa." Mengeluarkan selimut dari dalam lemari dan meletakannya di sofa berwarna biru yang terletak tepat di samping tempat tidur Okan yang berukuran King dengan seprai putih selimut hitam.
" Baiklah,,," Emine melihat-lihat sekeliling kamar, Kamar yang sangat rapi, berbeda dengan kamarnya yang seperti kandang kambing.
Lemari pintu kaca transparan mencuri pandangannya. Emine menatap piama wanita berwarna merah yang tergantung di dalam lemari. Saat itu Emine menyadari sesuatu yang sangat melukai hatinya.
" Bodoh kau Emine, Seharusnya kau sadar bahwa kau bukanlah siapa-siapa. Ternyata orang lain lebih dulu menghiasi kamar ini." Gumamnya dalam hati dengan senyum kecil dibibirnya. Senyum kecil untuk menertawakan diri sendiri karena telah berharap lebih.
" Tidurlah!! Ini sudah malam." Okan meihat Emine yang berdiri terdiam di depannya.
Emine mengarahkan pandangannya kepada Okan. " Aku akan tidur dibawah."
" Kau bilang kau takut tidur sendiri?"
Emine tersenyum namun sulit diartikan. " Aku kira kamar ini akan membuatku nyaman. Ternyata kamar ini jauh lebih menakutkan."
" Tadi aku hanya bercanda. Aku tidak serius dengan yang ku katakan." Okan merasa bahwa Emine terpengaruh dengan ucapannya saat ada di bawah.
" Aku tidak takut dengan ucapan mu. Aku tau kau bukan pria brengsek."
" Lalu apa yang membuatmu takut?" Okan merasa bingung dengan sikap dan raut wajah Emine yang tiba-tiba berubah.
" Kenyataan." Jawab Emine singkat lalu pergi meninggalkan Okan dengan ucapan yang semakin membuat Okan bertanya keras dalam hatinya.
" Kenyataan?" Gumam Okan dengan mencari-cari maksud tersembunyi dari ucapan Emine.
*
*
*
Jangan lupa klik like, comen, tip, fav dll!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Lomrah Susanti
ceritanya bagus banget, beda dari yang lain, menarik
2020-05-01
1
guest1053126236
perkataanx sepele,tp!!! membuat hati terenyuh dan sakit😢😢😢
2020-04-13
2
authorviviani
hai aku mampir 😍😍
sudah ku bom like semua episodenya.
mampir juga lapakku 😘
2020-03-15
0