Love Is Never Wrong
.
.
Kring,,,kring,,,kring,,,
Suara telepon mengalihkan Rania dari kesibukannya. Ia menaruh sebentar pensil yang ia pegang dan mengangkat telepon tersbut.
“halo, Assalamu’alaikum. Dengan Hidayah Butik. Ada yang bisa saya bantu?" Ujar Rania.
“.......................”
“oh,, iya buk. Hari ini saya ada di butik kok.”
“.....................”
“baik, buk. Terima kasih.”
Rania Zahrani, seorang desaigner muda yang kini sedang sukses dalam karirnya dibidang fashion. Sejak kecil ia sangat suka menggambar, dan sudah menjadi hobi menggambar apapun yang ada dalam fikirannya.
Dan kini, bersama dua orang sahabatnya ia merintis usaha butik, dan sudah mulai sukses dengan banyaknya pelanggan butiknya itu.
Dulu, Rania bukanlah tipe wanita yang sangat memperhatikan penampilan. Ia termasuk orang yang cuek dan santai.
Ia tidak terlalu menyukai hal-hal rumit, dan lebih memilih menggunakan pakaian yang simple dan tidak membuat repot. Berbeda dengan sahabatnya Yanti dan Dini yang sangat memperhatikan penampilan.
Mereka tidak akan mau jika keluar dengan penampilan yang tidak bergaya sedikitpun.
Mereka sudah berteman semenjak SD. Oleh karena itu mereka sudah saling mengerti satu sama lain. Bahkan mereka sering bertukar cerita tentang masalah pribadi masing-masing yang sekiranya mereka perlu berbagi cerita.
Rania adalah gadis yang lembut, shalehah, pintar, penyayang, dan pengertian. Ia sering menjadi penengah jika ada sahabatnya itu yang sedang bertengkar kecil. Ia akan mengalah dalam hal yang semestinya.
Yanti dan Elina sering berkata disaat mereka sedang ada masalah atau apapun yang membuat mereka galau, ‘Rania adalah moodbuster kita’. Karena, Ranialah yang selalu berusaha untuk memecahkan suasana jika terasa tegang atau dalam situasi yang tidak mengenakkan.
Back to topic,,
Hari ini seperti biasa, Rania sibuk dengan pekerjaannya menggambar desaign baju yang kemaren dipesan oleh pasangan calon pengantin yang fiting di butiknya.
Biasanya ada yanti yang membantu di bagian gambar, tapi hari ini sahabatnya itu belum juga muncul. Ia agak kesulitan dengan mengatur ukuran gambarnya.
“jreng,, jeng...” terdengar suara seseorang datang dari arah luar. Siapa lagi kalau bukan Dini, sahabatnya yang satu lagi yang sangat suple. Dini datang dengan nampan berisi toples cemilan dan teh.
“dih,, serius amat, neng. Sampai gue yang cantik ini dicuekin.” Sindirnya menggoda sahabatnya itu.
Rania hanya menghentikan aktivitasnya sejenak. “hufft" ia mengehembuskan napas lelah.
"gimana nggak serius. Ini orang yang punya pesanan mau bajunya selesai dalam sepuluh hari. Ya kita harus beneran fokus pada desaign yang ini. Tapi, Yanti kemana ya? Udah jam segini belum muncul juga.”
“iya, ya. Tumben tuh anak ngaret banget.” Dini mencomot keripik yang ada di toples.
“ehemm,,, ini teh buat aku?” tanya Rania dengan senyum manisnya.
Dini menautkan alisnya. “hah, ya nggak lah. Numpang doang di meja lo.” Jawabnya dengan gaya menyebalkan menurut Rania.
“kirain"
“lagian sejak kapan lo jadi suka ngeteh?” tanya Dini heran yang kemudian kembali mengunyah keripik yang baru ia masukkan ke mulutnya.
Saat asik mengobrol, tiba-tiba Yanti datang sambil menghentakkan kakinya dengan wajah kesalnya. Ia seperti menahan amarah. Ia kemudian menghempaskan tasnya ke atas meja dan melangkah ke arah Rania dan Dini.
Dini dan Rania saling menatap karena bingung melihat sikap Yanti. Mereka hanya bisa tersenyum heran satu sama lain, melihat tingkah sahabat mereka yang baru datang sudah langsung cemberut.
“kesal deh gue. Pagi ini rasanya nyebelin banget.”
“kenapa, sih? Jangan marah-marah gitu deh. Masih pagi tau.” ujar Dini .
“gue tuh kesel, Din. Masa pagi-pagi si Irfan udah dateng ke rumah gue, maksa-maksa gue bareng, dan dia ngajakin gue sarapan di luar. Telat kan jadinya.” Umpatnya kesal.
Bukan apa-apa. Tapi, ia harus mengejar target busananya hari ini karena nanti sore akan dilihat oleh customer.
“kan lo bisa minta anterin abang lo.” Kata Dini sambil memperbaiki duduknya.
“itu dia. Abang gue malah nyuruh gue bareng sama si manusia rese.”
“udah-udah. Yang penting sekarang kan kamu udah sampai di sini. Sekarang kamu tenang dulu deh. Abis itu kita langsung ngedesaign gaun pengantin yang kemaren.” Rania mencoba menenangkan Yanti yang semakin kesal.
Yanti mengikuti kata Rania. Ia mencoba menenangkan fikirannya yang sangat kesal semenjak tadi.
Rania kembali melanjutkan pekerjaannya, Dini memeriksa persediaan kain bahan untuk produksi di butik mereka. Sedangkan Yanti pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
.
.
Sudah masuk jam makan siang namun Yanti masih sibuk dengan gambar desaignnya yang tadi dikerjakan oleh Rania. Sekarang tinggal ia mengatur ukuran baju yang akan ia buat, menyesuaikan dengan ukuran asli.
Rania dan Dini tengah memotong bahan kain di ruang jahit. Ada Ica juga disana, karyawan yang bekerja bersama mereka. Rania melihat jam tangannya. Ia teringat kalau hari ini ia ada janji dengan Reno untuk menemuinya di kafe. Ia pamit pada Dini dan yang lain untuk break lebih dulu.
Setelah mengambil tas samping miliknya, Rania langsung bergegas ke depan butik untuk menghentikan taksi. Karena hari ini ia tidak membawa mobil.
Sesampai di Resto, Rania langsung menghampiri abangnya di ruangannya. Resto itu milik keluarga Rania dan saat ini Reno yang mengelola. Papanya mengurus cabang yang satunya lagi.
“Assalamu’alaikum, bang.” Ujar Rania saat menghampiri Reno
“Wa’alaikum salam. Masuk, dek!”
“Ada apa bang? Kok tumben nyuruh Nia ke sini?”
“begini, dek. Abang mau minta tolong sama kamu buat memantau Resto hari ini sampai minggu depan. Soalnya, Abang harus ke Pekanbaru. Ada masalah sama kafe di sana.” Jelas Reno.
“hmm,, aku sih bisa. Tapi nggak full time ya. Soalnyo lagi ada pesenan gaun pengantin yang harus selesai delapan hari lagi. Gaunnya ribet lagi.”
Reno nampak berpikir sebentar. Lalu ia mengangguk seperti mendapat ide. “ nggak apa-apa deh. Kalau pas kamu nggak ada, mama aja yang di sini.”
“oke deh.”
Ting,, ting,, Bunyi notifikasi whatsapp dari ponsel Rania. Ia mengeceknya dan mendapati disana pesan dari grup whatsapp. Disana tertulis chat dari Elina kalau mereka sudah sampai.
Rania tersenyum samar. Kemudian pamit pada Reno untuk menghampiri teman-temannya di luar.
“bang, Nia keluar ya. Ada anak-anak di luar.” Yang dibalas anggukan oleh Reno.
Benar saja, kalau di meja depan yang terhubung langsung dengan halaman depan sudah ada Elina, Tari, Dini, dan Winda. Rania segera menghampiri mereka.
“Rania sayang,,, gue kangen tau.” Winda langsung bangkit dan bergelayut manja pada sahabatnya itu. Begitulah Winda, manja dan terbilang paling labil diantara mereke semua.
Winda baru saja kembali dari penelitiannya di Jambi. Karena ia memang sedang mengambil pendidikan S2 ilmu Sosial.
Yang lain hanya memberi senyum smirk, memaklumi sikap manja Winda. Kemudian mereka kembali duduk dan tak lama pesanan datang menghampiri mereka.
“Lin, aku jus jeruk sama nasi goreng ya.” kata Rania pada pelayan yang baru saja mengantar makanan ke meja mereka.
“oh, iya. Kapan nih kita liburan? Udah lama loh.” Ujar Winda sambil menyeruput lemon tea miliknya.
“iya. Sekali-kali kita butuh refreshing loh, buk.” Tambah Dini yang ditujukan pada Rania.
Mereka nampak berpikir. Tari sibuk melihat-lihat spot wisata yang kira-kira cocok untuk mereka pergi berlibur. Memang sudah lama mereka tidak berlibur bersama.
Jika diingat-ingat lagi terakhir mereka berlibur adalah saat sebelum tahun baru. Karena memang akhir tahun adalah waktu libur bagi pegawai kantoran seperti Elina. Dan itupun sudah 4 bulan yang lalu.
“oke, mumpung mau ramadhan, gimana kalau dua minggu sebelum ramadhan kita ke Jogja.” Ujar Rania ikut memberi saran.
Mereka pun serentak mengucap setuju. Kecuali Elina yang nampak memikirkan sesuatu. Hal itu mengundang rasa heran dari teman-temannya.
“El. Lo kok bengong,sih? Lo nggak mau ikut?”tanya Winda memastikan.
Mereka kemudian saling pandang. Sejujurnya mereka mengerti dengan apa yang membuat Elina tampak ragu. Namun mereka hanya bisa menghela napas panjang dan membuangnya tanpa bersemangat.
“hah,,, gue sih udah yakin, kalau lo pasti nggak bakal dikasih izin sama tuh makhluk pemaksa.” Kali ini Dini yang angkat bicara.
“El, sekali-sekali lo harus tegas. Jangan mau aja diatur. Emangnya dia bapak lo.” Tari ikut kesal dengan sikap Vano yang terlalu mengekang Elina.
“aku coba deh. Aku mau banget ikut sama kalian.” Jawab Elina akhirnya.
Senyum lebar terukir di wajah mereka berlima. Elina memang sangat susah untuk ikut bersama mereka karena ada suatu hambatan yang benar-benar yang menghambat segala geraknya , yaitu boss nya di kantor.
Bos nya yang tak lain adalah orang yang dulu ia sukai diam-diam, dan tanpa ia sadari lelaki itu juga menyukainya. Bahkan, lelaki itu melarangnya untuk pergi jauh-jauh darinya karena takut ada yang mendekati Elina.
Tetapi, di depan Elina alasannya adalah banyak pekerjaan yang harus Elina kerjakan dan tidak bisa ditunda. Sampai saat ini Elina masih menyimpan perasaannya untuk lelaki itu. Meskipun sikap Vano yang selalu membuatnya kesal.
...~@~...
-
-
-
Love is Never Wrong _ love story..
🤗🤗🤗🤗🤗😊😊😊😊
-
-
Jangan lupa like ya, readers...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments