...Teruntuk hati~...
...Jangan mengeluh, tak kan ada gunanya mengumpati semua yang sudah terjadi. Allah lebih tau mana yang terbaik untuk hambanya. Kita hanya bisa menjalani....
...Keep Calm!!...
...😊😊...
...___________________...
Rania melangkah gontai saat memasuki rumah. Ia melewati begitu saja orang-orang yang sedang sibuk mendekorasi rumahnya. Sementara Reno hanya bisa pasrah mengikuti langkah sang adik.
Di ruang tamu ada Bude Ranti, Oma dan Mama Sari yang sedang berbincang sembari melihat pekerjaan para anggota WO. Mereka hampir berbarengan menoleh saat Rania mengucap salam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawab semua orang yang ada di ruangan itu meskipun tidak keras.
Rania berusaha bersikap seolah tak ada masalah, saat menghampiri ketiga wanita tersebut. Ia kemudian menyaliminya satu persatu.
"Gimana nak? Ketemu sama Gian?" Tanya Mama Sari saat Rania mencium tangannya.
Gadis itu hanya menggeleng sambil tersenyum paksa. Namun, mereka melihat dengan jelas wajah sedih dan kecewa yang tergambar di wajahnya.
Bu Sari menatap Reno meminta jawaban yanh hanya dibalas gelengan oleh Reno.
"Kok kamu lemes gitu?" Tanya Oma heran.
"Kita telat karena tadi macet." Jawab Reno yang mengerti dengan tatapan sang Ibu.
"Rara mana, Mah?" Kali ini Rania yang bertanya.
Jelas sekali gadis itu mencari-cari pengalihan.
"Ada di kamar sama Mitha. Ada Lala dan Hanif juga." Jawab Mama yang dibalas anggukan oleh Rania.
"Ya udah. Nia ke kamar dulu, Mah, Oma, Bude. Oh iya. Nanti anterin Nia ke butik ya Bang." Kata Rania.
"Iya." Jawab Reno.
Rania segera berlalu menuju ke kamarnya yang ditatap sendu oleh Oma, Mama dan Bude.
Bude pun langsung melontarkan pertanyaan mengenai apa yang sebenarnya terjadi saat mereka pergi. Reno menghela napas lelah dan mengangkat bahunya.
"Reno nggak nyangka kalau semuanya akan serumit ini." Jawab Reno.
"Maksudnya gimana, Bang?" Tanya Mama yang belum paham.
"Respon Rania diluar dugaan waktu tau Gian udah pergi. Dia nangis. Nggak tega aja lihatnya." Ujar Reno dengan pandangan menerawang.
Ia ingat sekali bagaimana adiknya menangis dengan suara yang memilukan hingga tersedu.
"Hahh,,, harusnya kemaren-kemaren itu Papa kalian nggak maksa Rania buat nerima Kevin." Ujar Oma sewot.
"Jadi begini, kan sekarang. Aryo itu emang nggak bisa dibilangin. Ibu udah larang suami kamu itu, Sar. Tapi dia malah mendesak Rania terus." lanjut Oma.
"Yaa mau gimana lagi Bu." Kata Mama Sari tak enak pada mertuanya itu.
Sudah terjadi mau bagaimana lagi. Tak mungkin juga waktu diputar kembali.
.
.
Sementara itu, Rania yang baru memasuki kamarnya lagi-lagi tak dapat menahan air matanya. Ia sudah berusaha untuk tak lagi menangis. Tapi, air matanya tetap tak mau diajak kompromi.
Penyesalan itu kembali menghinggapinya. Ia menyesal telah menunda untuk membaca surat itu, surat yang dikirimkan oleh Gian untuknya bersama barang-barang miliknya.
"Hikss,, hikss,," Rania masih menangis sesenggukan sembari membaca berulang-ulang kalimat yang tertulis di kertas putih itu.
"Ya Allah... apa ini takdir hamba? Apa ini memang kehendakmu, Ya Rabb??" Air matanya masih mengalir deras.
Ia memilih bersandar di kepala ranjang. Mungkin karena menangis sedari tadi ia menjadi sedikit pusing. Rania menjangkau kembali kotak tersebut. Lalu ia menyingkapnya.
Satu persatu benda didalamnya ia keluarkan. Mulai dari gantungan kunci kura-kura yang masih terlihat sama seperti pertama kali ia membelinya. Ia mengusap benda tersebut.
Lalu beralih ke sapu tangan biru pastel, yang sudah sangat ia rindukan. Kain mini itu ia genggam erat tanpa mengalihkan pandangannya. Kemudian ia melihat diarynya. Buku kecil itu, masih sama.
Namun, ia mengernyit saat melihat sebuah kalung. Ia mengambilnya dengan ragu. Liontinnya sudah bertambah dengan hati.
Liontin perak yang diukir sedemikian rupa dengan huruf R ditengahnya.
Air matanya semakin deras. Melihat ada tulisan di sticky notes dibawah kalung itu yang bertuliskan 'kenang-kenangan dari aku, jika nanti kita tak akan bertemu lagi'.
Rania merasakan sesak di dadanya. Bagaimana mungkin ia bisa mencintai Gian sedalam ini. Mungkin cinta ini salah.
"Nggak seharusnya aku seperti ini. Cinta ini salah. Dia pergi. Ya Allah,, kenapa seperti ini? Aku hanya ingin cinta yang benar-benar untukku. Tapi, kenapa begini yang kudapatkan? Apa cinta ini memang salah." Lirihnya dalam hati.
Ia terus menangis hingga tubuhnya terasa benar-benar lelah. Dan ia merebahkan badannya di kasur sambil terisak pilu.
Sejujurnya ia tak suka ketika menjadi cengeng seperti ini. Ia benci harus menangis hanya karena masalah perasaannya. Dari dulu pun ia selalu diledeki Reno dan Hilmi jika menangis.
Tapi, sekarang ia malah menjadi benar-benar lemah, pikirnya.
Seseorang berdiri di balik pintu, mendengarkan tangisan pilu Rania yang sangat menyayat hati. Clara, gadis itu mendengarnya. Ia tadinya berniat ke bawah. Namun, melihat Rania yang baru saja menutup pintu, membuatnya menghampiri sang kakak. Tapi, pintu sudah lebih dulu terkunci membuat Clara terheran.
Clara pun memilih untuk menunggu hingga Rania membuka pintu. Namun, tak ada sedikitpun perubahan sampai terdengar tangisan yang membuatnya ikut merasakan kepedihan yang dirasakan sang kakak.
.
.
Waktu berjalan, dan Gian sudah sampai di Palangkaraya. Ia menginap di salah satu rumah milik sahabatnya, Beni. Dan sekarang ia baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, yaitu shalat Dzuhur.
Gian mengusap wajahnya dengan telapak tangan setelah memanjatkan dzikir dan doa kepada Yang Maha Kuasa.
"Gue harus fokus biar cepat selesai." Ujarnya sendiri.
Ia tak ingin lagi menunda untuk melaksanakan niat baiknya. Kenapa niat baik? Karena ia sudah tau jika Rania tidak jadi menikah dengan Kevin.
Tapi, semua niat baiknya itu harus tertunda sementara, sampai urusannya di sini selesai.
"Aku harap kamu bisa bersabar. Bukannya aku gak peduli, tapi belum waktunya. Aku akan membahagiakan kamu nanti." Gumamnya dengan pandangan menerawang ke luar jendela.
Gian lalu bangkit dari duduknya. Ia kemudian mulai melihat berkas-berkas yang sudah ia bawa. Berkas itu berisi desaign arsitektur bangunan yang sudah ia rancang.
Ia kemudian mulai menghitung perbandingan gambar dengan lapangan asli di kertas. Kemudian memperkirakan semua kebutuhan yang diperlukan nantinya, mulai dari material bangunan, hingga waktu dan anggaran.
Sebenarnya ini sudah ia bahas saat meeting sebelum berangkat. Namun, ia hanya ingin mengulang. Hitung-hitung sebagai pengalihan pikirannya saja.
Saat sedang asik dengan kegiatannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera mengangkatnya setelah melihat nama kontak di layar pipih tersebut.
"Assalamu'alaikum." Ucapnya.
"Wa'alaikumsalam. Ian. Lo udah sampai kan?" Tanya Reno
"Alhamdulillah udah. Kenapa?"
"Sori banget, Ian. Gue telat nyamperin lo ke Bandara." Reno terdengar menyesal.
Gian terheran mendengar perkataan sahabatnya itu. Berarti Reno tadi menyusulnya ke Bandara. Tapi, kenapa dia seperti menyesal? Pikir Gian yang masih bingung.
"Ya,, gak papa sih, Ren. Nggak usah sedih gitu. Bulan depan juga gue balik." Canda Gian menggoda Reno.
"Nanti lo bisa kangen-kangenan sama gue." Tambahnya dengan sedikit kekehan.
"Ya elah. Gue serius. Kalo gue sih gak kangen sama lo. Adek gue palingan yang bakal kangen. Tadi aja sampai nangis kejer pas tau lo udah take off." Reno sedikit sewot menjelaskannya.
Tak terdengar lagi balasan dari Gian. Lelaki itu terpaku mendengar pernyataan Reno. Ia mencoba menenangkan jantungnya terlebih dahulu yang kini sudah berpacu cepat.
Ada kupu-kupu yang seperti bertebaran di dekatnya. Sedikit rasa senang kini ia rasakan mendengar Rania ternyata memenuhi permintaannya.
"Jadi,, maksudnya.." Gian mendadak seperti orang gagu. Tak tau apa yang ingin ia ucapkan karena saking bahagianya.
"Iyaa. Tadi gue sama Rania ke bandara. Tapi, karena macet jadinya kita telat. Dan lo udah berangkat. Sori ya Ian. Gue cuma mau bilang, kalo lo serius sama adek gue, tolong lo perjuangin dia. Dan gue harap lo gak bikin dia kecewa setelah lo kasih harapan. Dia udah rapuh banget Ian. Gue nggak tega lihat dia. Udah 8 tahun dia nunggu lo. Suka sama lo diam-diam."
Jadi benar.. Gian tak menyangka bisa mendapatkan hal seperti ini. Ternyata ada orang yang sudah menjaga hati hanya untuk lelaki tak peka seperti dirinya.
"Oke, Ren. Gue janji nggak bakalan bikin dia kecewa dan ini bukan harapan palsu. Tolong lo jaga dia dulu, Ren. Tapi, lo jangan kasih tahu dia sekarang. Tunggu sampai gue selesai di sini. Thanks ya karena lo udah kasih tau gue. Gue janji, Ren." Ucap Gian tulus.
Entah kenapa matanya malah memanas. Baru kali ini ia terharu dengan ucapannya sendiri. Sekarang ia yakin dengan hatinya, kalau ia memang mencintai Rania. Bahkan sangat.
Ia tak menyangka bahwa gadis itu menuruti permintaannya untuk datang ke bandara. Hanya saja waktu yang tidak tepat dan ia sudah terlambat.
Kini ia sedikit lega. Setidaknya satu masalah yang mengganjal di hatinya sudah beres. Ia tak perlu lagi untuk berpikir keras bagaimana perasaan gadis itu untuknya.
Perasaan mereka sama. Tinggal menunggu waktu saja. Apakah mereka akan dipersatukan atau tidak.
Mungkin lost contact dulu akan lebih baik. Pikirnya sambil tersenyum aneh.
.
Adit dan Beni mengernyit heran melihat Gian yang menurut mereka sangat aneh. Lelaki itu tak henti-hentinya tersenyum. Bahkan hal yang menurut Adit dan Beni tidak lucu, malah membuatnya tertawa.
Udah gila nih orang.. Beni menggeleng.
Apa segitunya efek dari patah hati??... pikir Adit yang semakin bingung.
Adit dan Beni saling tatap. Mereka saling melempar tatapan bingung mereka satu sama lain.
"Ekhmm,,," deheman Adit berkali-kali membuat Gian menoleh.
"Kenapa?" Tanya Gian acuh.
"Lo yang kenapa bro?" Adit mulai angkat suara. "Dari tadi cengar cengir gak jelas gitu. Kaya orang gila dapat mainan aja lo."
"Tau tuh. Bikin gue parno aja lo, Ian." Beni ikut menyeru.
Gian mengulum senyum. "Gue gak papa." Jawab Gian singkat.
Adit dan Beni kembali menggeleng. Mereka melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Gian yang sedang fokus pada beberapa kertas di hadapannya. Beni yang sedang sibuk dengan laptopnya, dan Adit dengan ponsel dan juga beberapa buku.
Bersambung.......
.
.
Hello Readerss...
Sorry ya karena, ceritanya lebih banyak tentang percintaan. Karena memang itu temanya.
Jangan lupa likea dan koment jika ada masukan.
🤗🤗🤗🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments