LiNW eps 18

...Teruntuk hati~...

...Jangan mengeluh, tak kan ada gunanya mengumpati semua yang sudah terjadi. Allah lebih tau mana yang terbaik untuk hambanya. Kita hanya bisa menjalani....

...Keep Calm!!...

...😊😊...

...___________________...

Rania melangkah gontai saat memasuki rumah. Ia melewati begitu saja orang-orang yang sedang sibuk mendekorasi rumahnya. Sementara Reno hanya bisa pasrah mengikuti langkah sang adik.

Di ruang tamu ada Bude Ranti, Oma dan Mama Sari yang sedang berbincang sembari melihat pekerjaan para anggota WO. Mereka hampir berbarengan menoleh saat Rania mengucap salam.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab semua orang yang ada di ruangan itu meskipun tidak keras.

Rania berusaha bersikap seolah tak ada masalah, saat menghampiri ketiga wanita tersebut. Ia kemudian menyaliminya satu persatu.

"Gimana nak? Ketemu sama Gian?" Tanya Mama Sari saat Rania mencium tangannya.

Gadis itu hanya menggeleng sambil tersenyum paksa. Namun, mereka melihat dengan jelas wajah sedih dan kecewa yang tergambar di wajahnya.

Bu Sari menatap Reno meminta jawaban yanh hanya dibalas gelengan oleh Reno.

"Kok kamu lemes gitu?" Tanya Oma heran.

"Kita telat karena tadi macet." Jawab Reno yang mengerti dengan tatapan sang Ibu.

"Rara mana, Mah?" Kali ini Rania yang bertanya.

Jelas sekali gadis itu mencari-cari pengalihan.

"Ada di kamar sama Mitha. Ada Lala dan Hanif juga." Jawab Mama yang dibalas anggukan oleh Rania.

"Ya udah. Nia ke kamar dulu, Mah, Oma, Bude. Oh iya. Nanti anterin Nia ke butik ya Bang." Kata Rania.

"Iya." Jawab Reno.

Rania segera berlalu menuju ke kamarnya yang ditatap sendu oleh Oma, Mama dan Bude.

Bude pun langsung melontarkan pertanyaan mengenai apa yang sebenarnya terjadi saat mereka pergi. Reno menghela napas lelah dan mengangkat bahunya.

"Reno nggak nyangka kalau semuanya akan serumit ini." Jawab Reno.

"Maksudnya gimana, Bang?" Tanya Mama yang belum paham.

"Respon Rania diluar dugaan waktu tau Gian udah pergi. Dia nangis. Nggak tega aja lihatnya." Ujar Reno dengan pandangan menerawang.

Ia ingat sekali bagaimana adiknya menangis dengan suara yang memilukan hingga tersedu.

"Hahh,,, harusnya kemaren-kemaren itu Papa kalian nggak maksa Rania buat nerima Kevin." Ujar Oma sewot.

"Jadi begini, kan sekarang. Aryo itu emang nggak bisa dibilangin. Ibu udah larang suami kamu itu, Sar. Tapi dia malah mendesak Rania terus." lanjut Oma.

"Yaa mau gimana lagi Bu." Kata Mama Sari tak enak pada mertuanya itu.

Sudah terjadi mau bagaimana lagi. Tak mungkin juga waktu diputar kembali.

.

.

Sementara itu, Rania yang baru memasuki kamarnya lagi-lagi tak dapat menahan air matanya. Ia sudah berusaha untuk tak lagi menangis. Tapi, air matanya tetap tak mau diajak kompromi.

Penyesalan itu kembali menghinggapinya. Ia menyesal telah menunda untuk membaca surat itu, surat yang dikirimkan oleh Gian untuknya bersama barang-barang miliknya.

"Hikss,, hikss,," Rania masih menangis sesenggukan sembari membaca berulang-ulang kalimat yang tertulis di kertas putih itu.

"Ya Allah... apa ini takdir hamba? Apa ini memang kehendakmu, Ya Rabb??" Air matanya masih mengalir deras.

Ia memilih bersandar di kepala ranjang. Mungkin karena menangis sedari tadi ia menjadi sedikit pusing. Rania menjangkau kembali kotak tersebut. Lalu ia menyingkapnya.

Satu persatu benda didalamnya ia keluarkan. Mulai dari gantungan kunci kura-kura yang masih terlihat sama seperti pertama kali ia membelinya. Ia mengusap benda tersebut.

Lalu beralih ke sapu tangan biru pastel, yang sudah sangat ia rindukan. Kain mini itu ia genggam erat tanpa mengalihkan pandangannya. Kemudian ia melihat diarynya. Buku kecil itu, masih sama.

Namun, ia mengernyit saat melihat sebuah kalung. Ia mengambilnya dengan ragu. Liontinnya sudah bertambah dengan hati.

Liontin perak yang diukir sedemikian rupa dengan huruf R ditengahnya.

Air matanya semakin deras. Melihat ada tulisan di sticky notes dibawah kalung itu yang bertuliskan 'kenang-kenangan dari aku, jika nanti kita tak akan bertemu lagi'.

Rania merasakan sesak di dadanya. Bagaimana mungkin ia bisa mencintai Gian sedalam ini. Mungkin cinta ini salah.

"Nggak seharusnya aku seperti ini. Cinta ini salah. Dia pergi. Ya Allah,, kenapa seperti ini? Aku hanya ingin cinta yang benar-benar untukku. Tapi, kenapa begini yang kudapatkan? Apa cinta ini memang salah." Lirihnya dalam hati.

Ia terus menangis hingga tubuhnya terasa benar-benar lelah. Dan ia merebahkan badannya di kasur sambil terisak pilu.

Sejujurnya ia tak suka ketika menjadi cengeng seperti ini. Ia benci harus menangis hanya karena masalah perasaannya. Dari dulu pun ia selalu diledeki Reno dan Hilmi jika menangis.

Tapi, sekarang ia malah menjadi benar-benar lemah, pikirnya.

Seseorang berdiri di balik pintu, mendengarkan tangisan pilu Rania yang sangat menyayat hati. Clara, gadis itu mendengarnya. Ia tadinya berniat ke bawah. Namun, melihat Rania yang baru saja menutup pintu, membuatnya menghampiri sang kakak. Tapi, pintu sudah lebih dulu terkunci membuat Clara terheran.

Clara pun memilih untuk menunggu hingga Rania membuka pintu. Namun, tak ada sedikitpun perubahan sampai terdengar tangisan yang membuatnya ikut merasakan kepedihan yang dirasakan sang kakak.

.

.

Waktu berjalan, dan Gian sudah sampai di Palangkaraya. Ia menginap di salah satu rumah milik sahabatnya, Beni. Dan sekarang ia baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, yaitu shalat Dzuhur.

Gian mengusap wajahnya dengan telapak tangan setelah memanjatkan dzikir dan doa kepada Yang Maha Kuasa.

"Gue harus fokus biar cepat selesai." Ujarnya sendiri.

Ia tak ingin lagi menunda untuk melaksanakan niat baiknya. Kenapa niat baik? Karena ia sudah tau jika Rania tidak jadi menikah dengan Kevin.

Tapi, semua niat baiknya itu harus tertunda sementara, sampai urusannya di sini selesai.

"Aku harap kamu bisa bersabar. Bukannya aku gak peduli, tapi belum waktunya. Aku akan membahagiakan kamu nanti." Gumamnya dengan pandangan menerawang ke luar jendela.

Gian lalu bangkit dari duduknya. Ia kemudian mulai melihat berkas-berkas yang sudah ia bawa. Berkas itu berisi desaign arsitektur bangunan yang sudah ia rancang.

Ia kemudian mulai menghitung perbandingan gambar dengan lapangan asli di kertas. Kemudian memperkirakan semua kebutuhan yang diperlukan nantinya, mulai dari material bangunan, hingga waktu dan anggaran.

Sebenarnya ini sudah ia bahas saat meeting sebelum berangkat. Namun, ia hanya ingin mengulang. Hitung-hitung sebagai pengalihan pikirannya saja.

Saat sedang asik dengan kegiatannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera mengangkatnya setelah melihat nama kontak di layar pipih tersebut.

"Assalamu'alaikum." Ucapnya.

"Wa'alaikumsalam. Ian. Lo udah sampai kan?" Tanya Reno

"Alhamdulillah udah. Kenapa?"

"Sori banget, Ian. Gue telat nyamperin lo ke Bandara." Reno terdengar menyesal.

Gian terheran mendengar perkataan sahabatnya itu. Berarti Reno tadi menyusulnya ke Bandara. Tapi, kenapa dia seperti menyesal? Pikir Gian yang masih bingung.

"Ya,, gak papa sih, Ren. Nggak usah sedih gitu. Bulan depan juga gue balik." Canda Gian menggoda Reno.

"Nanti lo bisa kangen-kangenan sama gue." Tambahnya dengan sedikit kekehan.

"Ya elah. Gue serius. Kalo gue sih gak kangen sama lo. Adek gue palingan yang bakal kangen. Tadi aja sampai nangis kejer pas tau lo udah take off." Reno sedikit sewot menjelaskannya.

Tak terdengar lagi balasan dari Gian. Lelaki itu terpaku mendengar pernyataan Reno. Ia mencoba menenangkan jantungnya terlebih dahulu yang kini sudah berpacu cepat.

Ada kupu-kupu yang seperti bertebaran di dekatnya. Sedikit rasa senang kini ia rasakan mendengar Rania ternyata memenuhi permintaannya.

"Jadi,, maksudnya.." Gian mendadak seperti orang gagu. Tak tau apa yang ingin ia ucapkan karena saking bahagianya.

"Iyaa. Tadi gue sama Rania ke bandara. Tapi, karena macet jadinya kita telat. Dan lo udah berangkat. Sori ya Ian. Gue cuma mau bilang, kalo lo serius sama adek gue, tolong lo perjuangin dia. Dan gue harap lo gak bikin dia kecewa setelah lo kasih harapan. Dia udah rapuh banget Ian. Gue nggak tega lihat dia. Udah 8 tahun dia nunggu lo. Suka sama lo diam-diam."

Jadi benar.. Gian tak menyangka bisa mendapatkan hal seperti ini. Ternyata ada orang yang sudah menjaga hati hanya untuk lelaki tak peka seperti dirinya.

"Oke, Ren. Gue janji nggak bakalan bikin dia kecewa dan ini bukan harapan palsu. Tolong lo jaga dia dulu, Ren. Tapi, lo jangan kasih tahu dia sekarang. Tunggu sampai gue selesai di sini. Thanks ya karena lo udah kasih tau gue. Gue janji, Ren." Ucap Gian tulus.

Entah kenapa matanya malah memanas. Baru kali ini ia terharu dengan ucapannya sendiri. Sekarang ia yakin dengan hatinya, kalau ia memang mencintai Rania. Bahkan sangat.

Ia tak menyangka bahwa gadis itu menuruti permintaannya untuk datang ke bandara. Hanya saja waktu yang tidak tepat dan ia sudah terlambat.

Kini ia sedikit lega. Setidaknya satu masalah yang mengganjal di hatinya sudah beres. Ia tak perlu lagi untuk berpikir keras bagaimana perasaan gadis itu untuknya.

Perasaan mereka sama. Tinggal menunggu waktu saja. Apakah mereka akan dipersatukan atau tidak.

Mungkin lost contact dulu akan lebih baik. Pikirnya sambil tersenyum aneh.

.

Adit dan Beni mengernyit heran melihat Gian yang menurut mereka sangat aneh. Lelaki itu tak henti-hentinya tersenyum. Bahkan hal yang menurut Adit dan Beni tidak lucu, malah membuatnya tertawa.

Udah gila nih orang.. Beni menggeleng.

Apa segitunya efek dari patah hati??... pikir Adit yang semakin bingung.

Adit dan Beni saling tatap. Mereka saling melempar tatapan bingung mereka satu sama lain.

"Ekhmm,,," deheman Adit berkali-kali membuat Gian menoleh.

"Kenapa?" Tanya Gian acuh.

"Lo yang kenapa bro?" Adit mulai angkat suara. "Dari tadi cengar cengir gak jelas gitu. Kaya orang gila dapat mainan aja lo."

"Tau tuh. Bikin gue parno aja lo, Ian." Beni ikut menyeru.

Gian mengulum senyum. "Gue gak papa." Jawab Gian singkat.

Adit dan Beni kembali menggeleng. Mereka melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Gian yang sedang fokus pada beberapa kertas di hadapannya. Beni yang sedang sibuk dengan laptopnya, dan Adit dengan ponsel dan juga beberapa buku.

Bersambung.......

.

.

Hello Readerss...

Sorry ya karena, ceritanya lebih banyak tentang percintaan. Karena memang itu temanya.

Jangan lupa likea dan koment jika ada masukan.

🤗🤗🤗🤗🤗🤗

Episodes
1 LiNW eps 1
2 LiNW eps 2
3 LiNW eps 3
4 LiNW eps 4
5 LiNW eps 5
6 LiNW eps 6
7 LiNW eps 7
8 LiNW eps 8
9 LiNW eps 9
10 LiNW eps 10
11 LiNW eps 11
12 LiNW eps 12
13 LiNW eps 13
14 LiNE eps 14
15 LiNW eps 15
16 LiNW eps 16
17 LiNW eps 17
18 LiNW eps 18
19 LiNW eps 19
20 LiNW eps 20
21 LiNW eps 21
22 LiNW eps 22
23 LiNW eps 23
24 LiNW eps 24
25 Episode 25
26 LiNW Episode 26
27 Episode 27
28 LiNW Eps 28
29 LiNW Eps 29
30 Just Info
31 LiNW Eps 30
32 LiNW Eps 31
33 LiNW Eps 32
34 LiNW Episode 33
35 LiNW eps 34
36 Episode 35
37 LiNW Eps 36
38 LiNW Eps 37
39 LiNW Eps 38
40 LiNW Eps 39
41 LiNW Eps 40
42 Episode 41
43 Episode 42
44 Episode 43
45 Episode 44
46 Episode 45
47 Episode 46
48 Episode 47
49 Episode 48
50 Episode 49
51 Episode 50
52 Episode 51
53 Episode 52
54 Episode 53
55 Episode 54
56 Episode 55
57 Episode 56
58 Episode 57
59 Episode 58
60 Episode 59
61 Episode 60
62 Episode 61
63 Episode 62
64 Episode 63
65 Episode 64
66 Episode 65
67 Episode 66
68 Episode 67
69 Episode 68
70 Episode 69
71 Episode 70
72 Episode 71
73 Episode 72
74 Episode 73
75 Episode 74
76 Episode 75
77 Episode 76
78 Episode 77
79 Episode 78
80 Episode 79
81 Episode 80
82 Episode 81
83 Episode 82
84 Episode 83
85 Episode 84
86 Episode 85
87 Eps 86
88 Eps 87
89 Episode 89
90 Eps 90
91 Eps 91
92 Eps 92
93 Eps 93
94 Eps 94
95 Eps 95
96 Eps 95
97 Eps 96
98 Eps 97
99 Eps 98
100 Eps 99
101 Eps 100
102 Eps 101
103 Eps 102
104 Eps 103
105 Eps 104
106 Eps 105
107 Eps 106
108 Eps 107
109 Eps 108
110 Eps 109
111 Eps 110
112 Eps 111
113 Episode 112
114 Episode 113
115 Eps 114
116 Eps 115
117 Eps 116
118 Eps 117
119 Eps 118
120 Eps 119
121 Eps 120
122 Eps 121
123 Eps 122
124 Eps 123
125 Eps 124
126 Eps 125
127 Eps 126
128 Eps 127
Episodes

Updated 128 Episodes

1
LiNW eps 1
2
LiNW eps 2
3
LiNW eps 3
4
LiNW eps 4
5
LiNW eps 5
6
LiNW eps 6
7
LiNW eps 7
8
LiNW eps 8
9
LiNW eps 9
10
LiNW eps 10
11
LiNW eps 11
12
LiNW eps 12
13
LiNW eps 13
14
LiNE eps 14
15
LiNW eps 15
16
LiNW eps 16
17
LiNW eps 17
18
LiNW eps 18
19
LiNW eps 19
20
LiNW eps 20
21
LiNW eps 21
22
LiNW eps 22
23
LiNW eps 23
24
LiNW eps 24
25
Episode 25
26
LiNW Episode 26
27
Episode 27
28
LiNW Eps 28
29
LiNW Eps 29
30
Just Info
31
LiNW Eps 30
32
LiNW Eps 31
33
LiNW Eps 32
34
LiNW Episode 33
35
LiNW eps 34
36
Episode 35
37
LiNW Eps 36
38
LiNW Eps 37
39
LiNW Eps 38
40
LiNW Eps 39
41
LiNW Eps 40
42
Episode 41
43
Episode 42
44
Episode 43
45
Episode 44
46
Episode 45
47
Episode 46
48
Episode 47
49
Episode 48
50
Episode 49
51
Episode 50
52
Episode 51
53
Episode 52
54
Episode 53
55
Episode 54
56
Episode 55
57
Episode 56
58
Episode 57
59
Episode 58
60
Episode 59
61
Episode 60
62
Episode 61
63
Episode 62
64
Episode 63
65
Episode 64
66
Episode 65
67
Episode 66
68
Episode 67
69
Episode 68
70
Episode 69
71
Episode 70
72
Episode 71
73
Episode 72
74
Episode 73
75
Episode 74
76
Episode 75
77
Episode 76
78
Episode 77
79
Episode 78
80
Episode 79
81
Episode 80
82
Episode 81
83
Episode 82
84
Episode 83
85
Episode 84
86
Episode 85
87
Eps 86
88
Eps 87
89
Episode 89
90
Eps 90
91
Eps 91
92
Eps 92
93
Eps 93
94
Eps 94
95
Eps 95
96
Eps 95
97
Eps 96
98
Eps 97
99
Eps 98
100
Eps 99
101
Eps 100
102
Eps 101
103
Eps 102
104
Eps 103
105
Eps 104
106
Eps 105
107
Eps 106
108
Eps 107
109
Eps 108
110
Eps 109
111
Eps 110
112
Eps 111
113
Episode 112
114
Episode 113
115
Eps 114
116
Eps 115
117
Eps 116
118
Eps 117
119
Eps 118
120
Eps 119
121
Eps 120
122
Eps 121
123
Eps 122
124
Eps 123
125
Eps 124
126
Eps 125
127
Eps 126
128
Eps 127

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!