NovelToon NovelToon

Love Is Never Wrong

LiNW eps 1

.

.

Kring,,,kring,,,kring,,,

Suara telepon mengalihkan Rania dari kesibukannya. Ia menaruh sebentar pensil yang ia pegang dan mengangkat telepon tersbut.

“halo, Assalamu’alaikum. Dengan Hidayah Butik. Ada yang bisa saya bantu?" Ujar Rania.

“.......................”

“oh,, iya buk. Hari ini saya ada di butik kok.”

“.....................”

“baik, buk. Terima kasih.”

Rania Zahrani, seorang desaigner muda yang kini sedang sukses dalam karirnya dibidang fashion. Sejak kecil ia sangat suka menggambar, dan sudah menjadi hobi menggambar apapun yang ada dalam fikirannya.

Dan kini, bersama dua orang sahabatnya ia merintis usaha butik, dan sudah mulai sukses dengan banyaknya pelanggan butiknya itu.

Dulu, Rania bukanlah tipe wanita yang sangat memperhatikan penampilan. Ia termasuk orang yang cuek dan santai.

Ia tidak terlalu menyukai hal-hal rumit, dan lebih memilih menggunakan pakaian yang simple dan tidak membuat repot. Berbeda dengan sahabatnya Yanti dan Dini yang sangat memperhatikan penampilan.

Mereka tidak akan mau jika keluar dengan penampilan yang tidak bergaya sedikitpun.

Mereka sudah berteman semenjak SD. Oleh karena itu mereka sudah saling mengerti satu sama lain. Bahkan mereka sering bertukar cerita tentang masalah pribadi masing-masing yang sekiranya mereka perlu berbagi cerita.

Rania adalah gadis yang lembut, shalehah, pintar, penyayang, dan pengertian. Ia sering menjadi penengah jika ada sahabatnya itu yang sedang bertengkar kecil. Ia akan mengalah dalam hal yang semestinya.

Yanti dan Elina sering berkata disaat mereka sedang ada masalah atau apapun yang membuat mereka galau, ‘Rania adalah moodbuster kita’.  Karena, Ranialah yang selalu berusaha untuk memecahkan suasana jika terasa tegang atau dalam situasi yang tidak mengenakkan.

Back to topic,,

Hari ini seperti biasa, Rania sibuk dengan pekerjaannya menggambar desaign baju yang kemaren dipesan oleh pasangan calon pengantin yang fiting di butiknya.

Biasanya ada yanti yang membantu di bagian gambar, tapi hari ini sahabatnya itu belum juga muncul. Ia agak kesulitan dengan mengatur ukuran gambarnya.

“jreng,, jeng...” terdengar suara seseorang datang dari arah luar. Siapa lagi kalau bukan Dini, sahabatnya  yang satu lagi yang sangat suple. Dini datang dengan nampan berisi toples cemilan dan teh.

“dih,, serius amat, neng. Sampai gue yang cantik ini dicuekin.” Sindirnya menggoda sahabatnya itu.

Rania hanya menghentikan aktivitasnya sejenak. “hufft" ia mengehembuskan napas lelah.

"gimana nggak serius. Ini orang yang punya pesanan mau bajunya selesai dalam sepuluh hari. Ya kita harus beneran fokus pada desaign yang ini. Tapi, Yanti kemana ya? Udah jam segini belum muncul juga.”

“iya, ya. Tumben tuh anak ngaret banget.” Dini mencomot keripik yang ada di toples.

“ehemm,,, ini teh buat aku?” tanya Rania dengan senyum manisnya.

Dini menautkan alisnya. “hah, ya nggak lah. Numpang doang di meja lo.” Jawabnya dengan gaya menyebalkan menurut Rania.

“kirain"

“lagian sejak kapan lo jadi suka ngeteh?” tanya Dini heran yang kemudian kembali mengunyah keripik yang baru ia masukkan ke mulutnya.

Saat asik mengobrol, tiba-tiba Yanti datang sambil menghentakkan kakinya dengan wajah kesalnya. Ia seperti menahan amarah. Ia kemudian menghempaskan tasnya ke atas meja dan melangkah ke arah Rania dan Dini.

Dini dan Rania saling menatap karena bingung melihat sikap Yanti. Mereka hanya bisa tersenyum heran satu sama lain, melihat tingkah sahabat mereka yang baru datang sudah langsung cemberut.

“kesal deh gue. Pagi ini rasanya nyebelin banget.”

“kenapa, sih? Jangan marah-marah gitu deh. Masih pagi tau.” ujar Dini .

“gue tuh kesel, Din. Masa pagi-pagi si Irfan udah dateng ke rumah gue, maksa-maksa gue bareng, dan dia ngajakin gue sarapan di luar. Telat kan jadinya.” Umpatnya kesal.

Bukan apa-apa. Tapi, ia harus mengejar target busananya hari ini karena nanti sore akan dilihat oleh customer.

“kan lo bisa minta anterin abang lo.” Kata Dini sambil memperbaiki duduknya.

“itu dia. Abang gue malah nyuruh gue bareng sama si manusia rese.”

“udah-udah. Yang penting sekarang kan kamu udah sampai di sini. Sekarang kamu tenang dulu deh. Abis itu kita langsung  ngedesaign gaun pengantin yang kemaren.” Rania mencoba menenangkan Yanti yang semakin kesal.

Yanti mengikuti kata Rania. Ia mencoba menenangkan fikirannya yang sangat kesal semenjak tadi.

Rania kembali melanjutkan pekerjaannya, Dini memeriksa persediaan kain bahan untuk produksi di butik mereka. Sedangkan Yanti pergi ke dapur untuk mengambil minuman.

.

.

Sudah masuk jam makan siang namun Yanti masih sibuk dengan gambar desaignnya yang tadi dikerjakan oleh Rania. Sekarang tinggal ia mengatur ukuran baju yang akan ia buat, menyesuaikan dengan ukuran asli.

Rania dan Dini tengah memotong bahan kain di ruang jahit. Ada Ica juga disana, karyawan yang bekerja bersama mereka. Rania melihat jam tangannya. Ia teringat kalau hari ini ia ada janji dengan Reno untuk menemuinya di kafe. Ia pamit pada Dini dan yang lain untuk break lebih dulu.

Setelah mengambil tas samping miliknya, Rania langsung bergegas ke depan butik untuk menghentikan taksi. Karena hari ini ia tidak membawa mobil.

Sesampai di Resto, Rania langsung menghampiri abangnya di ruangannya. Resto itu milik keluarga Rania dan saat ini Reno yang mengelola. Papanya mengurus cabang yang satunya lagi.

“Assalamu’alaikum, bang.” Ujar Rania saat menghampiri Reno

“Wa’alaikum salam. Masuk, dek!”

“Ada apa bang? Kok tumben nyuruh Nia ke sini?”

“begini, dek. Abang mau minta tolong sama kamu buat memantau Resto hari ini sampai minggu depan. Soalnya, Abang harus ke Pekanbaru. Ada masalah sama kafe di sana.” Jelas Reno.

“hmm,, aku sih bisa. Tapi nggak full time ya. Soalnyo lagi ada pesenan gaun pengantin yang harus selesai delapan hari lagi. Gaunnya ribet lagi.”

Reno nampak berpikir sebentar. Lalu ia mengangguk seperti mendapat ide. “ nggak apa-apa deh. Kalau pas kamu nggak ada, mama aja yang di sini.”

“oke deh.”

Ting,, ting,,  Bunyi notifikasi whatsapp dari ponsel Rania. Ia mengeceknya dan mendapati disana pesan dari grup whatsapp. Disana tertulis chat dari Elina kalau mereka sudah sampai.

Rania tersenyum samar. Kemudian pamit pada Reno untuk menghampiri teman-temannya di luar.

“bang, Nia keluar ya. Ada anak-anak di luar.” Yang dibalas anggukan oleh Reno.

Benar saja, kalau di meja depan yang terhubung langsung dengan halaman depan sudah ada Elina, Tari, Dini, dan Winda. Rania segera menghampiri mereka.

“Rania sayang,,, gue kangen tau.” Winda langsung bangkit dan bergelayut manja pada sahabatnya itu. Begitulah Winda, manja dan terbilang paling labil diantara mereke semua.

Winda baru saja kembali dari penelitiannya di Jambi. Karena ia memang sedang mengambil pendidikan S2 ilmu Sosial.

Yang lain hanya memberi senyum smirk, memaklumi sikap manja Winda. Kemudian mereka kembali duduk dan tak lama pesanan datang menghampiri mereka.

“Lin, aku jus jeruk sama nasi goreng ya.” kata Rania pada pelayan yang baru saja mengantar makanan ke meja mereka.

“oh, iya. Kapan nih kita liburan? Udah lama loh.” Ujar Winda sambil menyeruput lemon tea miliknya.

“iya. Sekali-kali kita butuh refreshing loh, buk.” Tambah Dini yang ditujukan pada Rania.

Mereka nampak berpikir. Tari sibuk melihat-lihat spot wisata yang kira-kira cocok untuk mereka pergi berlibur. Memang sudah lama mereka tidak berlibur bersama.

Jika diingat-ingat lagi terakhir mereka berlibur adalah saat sebelum tahun baru. Karena memang akhir tahun adalah waktu libur bagi pegawai kantoran seperti Elina. Dan itupun sudah 4 bulan yang lalu.

“oke, mumpung mau ramadhan, gimana kalau dua minggu sebelum ramadhan kita ke Jogja.” Ujar Rania ikut memberi saran.

Mereka pun serentak mengucap setuju. Kecuali Elina yang nampak memikirkan sesuatu. Hal itu mengundang rasa heran dari teman-temannya.

“El. Lo kok bengong,sih? Lo nggak mau ikut?”tanya Winda memastikan.

Mereka  kemudian saling pandang. Sejujurnya mereka mengerti dengan apa  yang membuat Elina tampak ragu. Namun mereka hanya bisa menghela napas panjang dan membuangnya tanpa bersemangat.

“hah,,, gue sih udah yakin, kalau lo pasti nggak bakal dikasih izin sama tuh makhluk pemaksa.” Kali ini Dini yang angkat bicara.

“El, sekali-sekali lo harus tegas. Jangan mau aja diatur. Emangnya dia bapak lo.” Tari ikut kesal dengan sikap Vano yang terlalu mengekang Elina.

“aku coba deh. Aku mau banget ikut sama kalian.” Jawab Elina akhirnya.

Senyum lebar terukir di wajah mereka berlima. Elina memang sangat susah untuk ikut bersama mereka karena ada suatu hambatan yang benar-benar yang menghambat segala geraknya , yaitu boss nya di kantor.

Bos nya yang tak lain adalah orang yang dulu ia sukai diam-diam, dan tanpa ia sadari lelaki itu juga menyukainya. Bahkan, lelaki itu melarangnya untuk pergi jauh-jauh darinya karena takut ada yang  mendekati Elina.

Tetapi, di depan Elina alasannya adalah banyak pekerjaan yang harus Elina kerjakan dan tidak bisa ditunda. Sampai saat ini Elina masih menyimpan perasaannya untuk lelaki itu.  Meskipun sikap Vano yang selalu membuatnya kesal.

...~@~...

-

-

-

Love is Never Wrong _ love story..

🤗🤗🤗🤗🤗😊😊😊😊

-

-

Jangan lupa like ya, readers...

LiNW eps 2

Mentari  pagi sudah menampakkan sinarnya.  Cuaca hari ini pun terlihat sangat cerah. Rania sudah siap untuk pergi ke butik. Tetapi ia ingat harus ke Resto terlebih dahulu sesuai pesan abangnya untuk mencek apakah baik-baik saja atau mungkin ada kendala yang terjadi.

Namun, sebelum berangkat Rania mengirim pesan pada Dini kalau ia tidak dapat datang awal karena harus mengurus kafe terlebih dahulu.

Ia sudah memesan taksi online tadinya. Dan taksi yang dipesannya itu sudah nampak stand by di depan gerbang rumahnya.

Sedangkan di Resto sudah ada Lula, kasir disana yang kini tengah menyusun kursi-kursi dan meja bersama pelayan-pelayan lainnya. 

“pagi semua.” Sapa Rania sambil berjalan memasuki Resto.

“pagi, mbak.”

“Lula, gimana hari ini? Nggak ada masalah kan?” tanya Rania pada Lula.

“hmm, semuanya aman mbak. Tapi, kalau masalah keperluan dapur tadi Sari bilang hari ini jadwal belanja.”

“oke. Nanti ambil uang nya sama aku ya. Aku masuk dulu.” Rania tersenyum sekilas kemudian berlalu.

Sesampai di ruangan yang biasa ditempati abangnya itu, Rania menaruh tas nya dan menduduki kursi yang juga biasa diduduki abangnya.  Perhatiannya tertarik pada foto yang terpajang diatas meja

Ada dua foto disana dan satu yang membuat mata gadis itu terpaku. Reno dan teman-temannya saat di pesantren dulu.

Matanya jelas menyiratkan kerinduan. Orang itu, yang berdiri di sisi kanan abangnya. Dia yang selama ini menghilang dari hadapan Rania.

Entahlah, Rania merasa mood nya sudah sedikit buruk. Tak tau kenapa ia hanya merasa sedih saat mengingat lelaki itu. Padahal sudah lama mereka tak bertemu, tapi rasa itu masih saja seperti dulu. Bodoh memang, tapi ia tak bisa berbohong bahwa ia masih mencintainya.

Cinta dalam diam. Begitulah yang sering diledeki oleh teman-temannya. Karena memang orang yang disukainya tak tau mengenai perasaannya. 

Tok tok tok.... ketuka pintu membuyarkan lamunannya.

"Masuk!!"

Cklek,, “permisi, mbak.” sahut Lula masuk.

Rania langsung merubah raut wajahnya menjadi tersenyum. “ya, La.”

Lula kemudian memberikan catatan keperluan  dapur yang sudah habis beserta dengan biaya yang dibutuhkan. Rania mengambil alih buku tersebut dan membacanya.

Ia  meneliti satu persatu rincian catatan keuangan Resto. Kemudian ia mengambil uang dari laci dan memberikannya pada Lula. Lalu, setelah pamit Lula keluar dari ruangan itu. Rania hanya menatap kepergian Lula sampai sosok  tersebut hilang dibalik pintu.

Ia mengingat kembali kejadian 5 tahun lalu, saat dirinya melihat kakak sepupunya bersama lelaki yang ia idam-idamkan. Sakit,, jika mengingat  kejadian itu. Apalagi saat Ayu yang terlihat sangat dekat dengannya.

...~@~...

Flash back.

Hari ini adalah hari kelulusan bagi siswa-siswi kelas 12 SMA Bakti. Rania dan teman-temannya merayakan kelulusan mereka dengan makan bersama di Resto keluarganya.

Mereka terlihat bahagia, tak terkecuali Rania. Tak henti-hentinya senyuman terukir di wajah mereka.

Namun, senyum kebahagiaan itu hilang begitu saja dari wajah Rania saat melihat kedatangan kakak Sepupunya, Ayu. Hatinya serasa membeku melihat sosok yang berjalan disamping sang kakak.

Dia.. Orang yang selama ini telah berhasil mencuri hatinya. Gian Hasbi Pranata.

Jantungnya terasa berdetak lebih cepat. Dan juga, hatinya mencelos melihat tawa sumringah mereka berdua. Ia cemburu.

Mereka terlihat sangat bahagia. Seperti sepasang kekasih. Begitulah fikir Rania.

Tanpa ia duga, kini lelaki itu berada di hadapannya. Harusnya ia senang bisa berhadapan langsung dengan pangeran tampan yang selama ini ia kagumi. Bukan kagum lagi, tetapi rasa itu telah melebihi kekaguman.

“hai...” sapa Ayu menghampiri Rania dan teman-temannya. “kalian udah lulus,ya. selamat ya.” kata Ayu dengan senyum tulusnya.

Mereka hanya membalas perkataan Ayu dengan senyum kikuk. Mereka bingung dan heran melihat kedekatan Ayu dan Gian. Apakah mungkin mereka pacaran? Itulah pertanyaan yang berputar di fikiran mereka.

Sedangkan Rania, ia hanya diam menatap makanan yang ada di depannya. Terlihat tak peduli. Namun, Elina dan Dini sudah melayangkan tatapan geram mereka padanya.

"Nia,,” Dini memanggilnya agar gadis itu menatapnya.

"iiihhh, sumpah ya gua nggak ngerti sama lo. Hebat banget lo bisa kaya tadi.” Ujarnya terdengar menyindir.

Rania tersenyum sambil memasang tampang cueknya. Benar-benar membuat sahabatnya geram. Mereka tak  habis pikir dengan kepintaran Rania menyembunyikan perasaannya.

Flashback off

...~@~...

Nada dering dari ponselnya membuyarkan lamunan Rania. Ia mengeluarkan ponsel tersebut yang masih tersimpan cantik ditasnya. Disana tertera notifikasi panggilan dari Yanti.

"Assalamu’alaikum, Yan.”

“.......................”

“oh, itu. Kemaren aku taruh di laci meja aku. Kamu ambil aja, kuncinya nggak aku bawa, kok.”

“......................”

"iya. wa’alaikumussalam.”

Rania mencek laporan sebentar, kemudian menyimpannya. Ia lalu berangkat ke butik.

Sesaat setelah menutup pintu, ia dikejutkan dengan Hilmi yang tiba-tiba ada di belakangnya.

"astaghfirullah. Kamu ngapain,sih? Kalau aku jantungan gimana?” ujar Rania sedikit kesal.

Hilmi hanya tersenyum, “kalau jantung kamu kenapa-kenapa, ya aku kasih aja jantung aku buat kamu.”

Rania hanya memutar bola matanya jengah. Ia sudah bosan mendengar gombalan-gombalan receh dari sahabatnya itu. Ia melewati Hilmi yang masih berdiri di tempatnya begitu saja.

Hilmi hanya menatap Rania dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah ia kesal karena dicueki Gadis itu. Ia kemudian mengikuti langkah Rania hingga sampai ke depan.

"Ran. Aku anterin kamu ke butik,ya?”

Rania menautkan alisnya. Ia kemudian menghela napas panjang.

"nanti pacar-pacar kamu marah lagi. Datangin aku, terus jambak-jambak,,,, hahhh,, aku nggak mau lagi berhadapan sama mereka-mereka yang kamu php-in”

"aku nggak pernah php-in mereka Ran. Tapi mereka aja yang kepedean. Aku juga nggak pernah suka sama mereka.”

Rania mendelik jengah. Akhirnya ia menerima tawaran Hilmi untuk mengantarnya, hitung-hitung hemat biaya. Toh jika menunggu ojol akan lama.

“ya udah.” Ia kemudian memasuki mobil Hilmi tanpa disuruh.

Hilmi tersenyum puas. Setidaknya ia bisa bersama dengan Rania walaupun gadis itu tak pernah menanggapi perasaannya. Ia menyusul Rania untuk masuk ke mobil dan mereka berangkat ke Butik. Rania hanya diam sepanjang perjalanan.

"kamu kenapa tadi datang?” tanya Rania

“aku mau ketemu Reno. Ada perlu sih sebenarnya. Eh, nggak taunya malah ketemu kamu. Mungkin kita jodoh kali ya.” ujarnya tanpa memperhatikan raut wajah Rania.

“Hilmi iihh... modus kamu"

“iya, iya. bercanda kali ah. Sewot amat.”

Rania menghembuskan napas kasar sambil melipat tangan di dada. “serius deh.” Ujarnya jutek. “kamu nggak tau emangnya, kalau bang Reno ke Pekanbaru tadi malam?”

“hah,, beneran?” tanya nya bingung. “wah, trus ngapain dia nyuruh aku kesana?"

“mana aku tau.” jawab Rania sambil mengedikkan bahunya.

Hilmi terlihat bingung dan kesal. Ia bingung kenapa Reno memintanya untuk datang pagi ini. Dan ia kesal tak mendapati Reno di Resto sahabatnya tersebut.

Bahkan di waktu yang biasanya ia masih asik duduk santai di pinggir kolam ikan miliknya. Hilmi memang penyuka binatang. Terutama ikan dan kucing.

Sesampai  di butik, Rania pamit setelah mengucapkan terima kasih pada Hilmi. ia hanya membalasnya dengan menggombali Rania lagi. 

Setelah gadis itu menjauh Hilmi mengambil ponselnya dan mendial kontak Reno.  Dan panggilan tersambung  setelah dua detik.

“woii, lo ngapain sih nyuruh gua ke Resto  sementara lo di Pekanbaru. Bikin kesal gua aja lo.” Ujar nya langsung mendumel pada sahabatnya di seberang telepon.

“Gua mau minta tolong sama lo buat ngehandle Resto gua sementara. Gua ada urusan nih di kampung nenek. Lo kan sahabat gua Mi. Please ya.” jelas Reno di seberang.

“hahhh, giliran begini aja lo nyuruh gua.”

...~@~...

Hallooooo.........

Okey.. buat para readers mohon di like ya. Dan kalau ada masukan atau apapun silahkan dikoment..

Karena komentar dan masukan dari kalian itu sangat penting untuk ku...

Okey. Terima kasih... 🤓🤗🤗

LiNW eps 3

Di sebuah ruangan yang bernuansa abu-abu putih terlihat seorang lelaki yang tengah fokus pada layar monitor di depannya. Tangannya tak henti menari-nari diatas keyboard PC tersebut. Ia terlihat  sibuk sekali.

Lelaki itu Gian Hasbi Pranata. Seorang arsitek muda yang sukses dan kini karir bisnisnya itu sedang lancar-lancarnya.

Gian adalah seorang yang terbilang taat beragama dan ramah. Ia tidak membeda-bedakan untuk dekat dengan siapapun.

Contohnya saja dengan karyawannya. Ia tidak bersikap arogan dan menjaga jarak dengan bawahannya.

Aditia Putra Hadli adalah sepupu yang merangkap menjadi sekretaris dan penasehatnya mengenai masalah hati.

Kenapa Adit bisa menjadi sekretarisnya? Jawabannya adalah dikarenakan saat merekrut sekretaris baru Adit kebetulan sedang tidak ada job dan hanya duduk santai di rumah.

Adit adalah seorang fotografer. Dulu Ia sangat hobi mengambil gambar dan selalu mencoba berbagai gaya jepretan.

Hingga akhirnya  pun ia menekuni hobinya itu sebagai profesi disamping membantu sepupunya di kantor.

 

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.40. Gian mematikan dan menutup laptopnya. Ia mengeluarkan benda pipih kekinian itu dari saku celananya.

“lo dimana?” tanyanya pada seseorang di seberang telepon.

“...................”

Gian bangkit dari duduknya. Namun, baru saja ia hendak melangkah pergi, kakinya tidak sengaja menyenggol paper box maroon di rak bawah meja hingga isinya berserakan. Gian langsung mengumpulkan isi paper box tersebut dan memasukkannya kembali.

Tapi, gerakannya terhenti saat melihat benda kecil yang juga berada diantara isi box tersebut. Gian menyentuhnya, menatap benda itu lama.

Benda itu, kalung perak dengan berliontinkan lumba-lumba. Mungkin hanya benda biasa, namun sangat berarti baginya dan mungkin bagi si pemilik.

Sudah hampir 5 tahun semenjak ia menemukan benda itu berserakan di lantai bersama beberapa lainnya yaitu sapu tangan kecil berwarna biru toska, buku catatan harian berwarna biru, miniatur kura-kura kecil dari stainlees.

Gian masih menyimpan benda itu. Ia tahu siapa pemiliknya, namun entah kenapa hatinya enggan untuk mengembalikannya segera. Dan sekarang, sudah hampir tiga tahun mereka tak pernah lagi bertemu.

Tak bisa dipungkiri, Ia merindukan gadis itu, senyuman dan tawa lucunya yang selalu membuatnya ikut tersenyum, meskipun harus sembunyi-sembunyi. Gadis kecil dan cantik yang telah berhasil mencuri hatinya.

Bukan kisah tentang jatuh cinta pada pandangan pertama yang terjadi ketika dua insan tak sengaja bertemu. Lalu, mereka menjadi dekat karena berbagai kebetulan yang mendukung.

Tapi, perasaannya timbul karena memang terbiasa. Terbiasa karena setiap hari harus bertemu, melihat senyumnya dan sifat manjanya yang kadang membuatnya menggeleng.

Itu dulu, sekarang jangankan melihat senyumnya, bertemu saja tidak pernah. Ia benar-benar merindukannya saat ini.

Dan kini, ia tak memungkiri ungkapan 'cinta ada karena terbiasa'. Memang sudah terbukti pada dirinya sendiri.

Namun, hatinya masih ragu. Apakah benar ia sudah mencintainya. Atau hanya sebatas kagum.

“woii,” Tiba-tiba Adit mengagetkannya. Lamunannya buyar seketika.

“katanya nungguin di kantin. Eh, ternyata disini. Ngapain sih lo bengong begini.” Ujar Adit yang kemudian tak sengaja melihat kalung yang dipegang Gian.

“ooohh,,, ternyata lagi nostalgia nih.” Sindirnya sambil melemparkan tatapan mengejeknya pada Gian yang masih diam.

“apaan sih.” Gian terlihat salah tingkah. “udah yuk. Keluar.” Ajaknya mengalihkan pembicaraan.

Adit kembali tersenyum sinis melihat sikap sahabatnya itu. Ia tahu kalau selama ini Gian memiliki perasaan pada Gadis kecil yang ia tau dulu sempat mengagumi Sahabatnya. Hanya saja ia masih meragukan perasaannya sendiri.

Bahkan saat Ia sudah berusaha meyakinkannya, Gian masih saja mengelak dengan berbagai alasan. Walaupun Adit sudah merecokinya dengan berbagai wejangan-wejangan, tapi Gian masih saja diam tanpa bertindak sedikitpun.

“Ian, lo nggak cemas apa, kalau tiba-tiba nanti pas ketemu tuh cewek, dia udah punya pacar?" ujar Adit yang dibalas tatapan tajam oleh Gian.

Entah kenapa ia merasa kesal dengan perkataan Adit barusan. Tapi, ia lebih memilih diam, karena yang ia tahu gadis itu bukan tipe  wanita yang mau berpacaran.

Karena itu ia lebih memiih menunggu dari pada harus mengajaknya menjalin hubungan yang dilarang agama tersebut.

Sesampai di kantin, mereka duduk di meja yang masih terdapat dua kursi kosong disana dan Adit langsung memesan makanan.

Gian masih terdiam mencerna kata-kata Adit tadi. Jujur saja apa yang dibilang Adit tadi mengganggu pikirannya.

“Ian.” Panggilnya membuatnya tersadar dari lamunan Gian.

“hmm...”

“gue tau lo sebenarnya suka kan sama dia. Tapi, gengsi aja.” Adit mencoba memancing Gian.

“gue nggak gengsi.” Gian menyangkal

“trus, kalau nggak gengsi apa?”

Gian menarik napas dalam dan menlepasnya.

"Gue juga nggak ngerti sama perasaan gue sendiri"

Adit menatap Gian tak percaya. Sudah selama ini dan sepupunya yang kelewat pintar itu masih belum sadar juga sama perasaannya.

Ingin rasanya ia mengguncangkan kepala manusia di depannya ini agar otaknya tak lelet lagi dalam urusan perasaan. Tapi, itu tak mungkin ia lakukan.

Gian kembali diam, apa yang dikatakan Adit barusan terngiang-ngiang di benaknya. Perkataan Adit benar-benar menyentil hatinya.

...~@~...

Suasana kantin sudah terlihat ramai. Para  karyawan di kantor Gian memang sedang makan siang bersama.

Saat mereka tengah asik menikmati makan siangnya tiba-tiba Anggi datang dan bergabung bersama  mereka.

Syamila Anggraini, biasa dipanggil Anggi. Adik kandung Gian, tapi lebih manja pada Adit karena memang Adit itu lebih humoris dan juga lebih sering menjahilinya.

“halo abang-abangku tersayang.” Sapanya dengan gembira.

“halo adikku yang bawel.” Ujar Adit sambil memasang ekspresi menggemaskan menatap Anggi.  “sama siapa lo kesini?” tanya Adit sambil menyendok makanannya.

“sendiri.”  jawabnya sambil tersenyum imut.

“jalan kaki?” tanya Gian yang ikut bersuara.

“ya, nggak lah. yang ada ngesot aku pas nyampe sini.” Jawabnya yang kemudian meneguk jus jeruk milik Adit hingga membuatnya terbengong.

Gian beralih memainkan smartphone nya. Ia terlihat serius sambil men-scrooll  layar ponselnya. Sesekali ia terlihat memikirkan sesuatu dan sesekali  mengangguk.

“trus naik apa kesininya?” tanya Adit yang ditujukan pada Anggi.

“nebeng sama teman.”

“cowok apa cewek?” kali ini Gian yang menyahut.

“ya cewek lah. Kalo cowok, yang ada kalian berdua pada ngomel kan” jawabnya membuat Gian mencebikkan bibirnya.

Anggi tersenyum kikuk melihat reaksi Gian. ia tau kalau Gian tidak akan suka saat dirinya mengatai abangnya itu. Mereka kemudian mengobrol bertiga. Sesekali Adit mengusili Anggi yang membuat gadis 23 tahun itu kesal.

Hingga suasana berubah hening. Mereka sibuk dengan kegiatan dan pikiran masing-masing.

“Oh, iya. Bang Gian, aku mau minjam flashdisk yang kemaren, soalnya kemaren aku lupa buat mindahin drakornya.”  Ujar Anggi.

“kamu,  ya. Suka banget nonton cowok-cowok cantik itu. Nggak berfaedah banget.”  jawab Gian yang terlihat jengah dengan dengan adiknya itu. “ambil sana di laci”

“oke.” jawabnya langsung beranjak pergi meninggalkan dua pemuda jomblo tersebut.

...~@~...

Di ruangan Gian, Anggi bersenandung berjalan menuju meja kerja milik abangnya itu. Ia langsung saja menarik lacinya, dan kemudian matanya mulai mencari keberadaan benda kecil  itu. Dan dapat.

Anggi berniat untuk segera pergi dari ruangan yang kelewat monoton menurutnya. Namun, kakinya tak sengaja ia menyenggol paper bag maroon di dekat kaki meja.

Benda itu menarik perhatian Anggi. Ia pun berjongkok dan mengambil paper bag tersebut. Mukanya berubah seperti tak percaya dengan apa yang ia dapati saat ini.

Benda pertama yang ia lihat adalah miniatur kura-kura, dan juga,,, kalung lumba-lumba. Dua benda itu membuat Anggi mengernyit seperti mengingat sesuatu. Ya, iya ingat.  Bahkan sangat ingat.

“ini,, ini,, bukannya..” Sambil memungut kalung tersebut dan mengangkatnya. “lumba-lumba ini.." Gumamnya.

“apa ini punya Rania...” gumamnya yang masih berpikir dan memperhatikan kalung itu.

Ia kemudian berniat ingin mengambil benda  lain yang masih ada di dalam paper bag itu. Terlihat seperti buku. Ia benar-benar penasaran.

Namun, suara gagang pintu mengagetkannya dan membuat ia segera memasukkan kembali kedua benda tersebut ke tempatnya.

Gian melangkah santai ke arah meja kerjanya tanpa merasa curiga dengan gerak-gerik Anggi. Ia lalu langsung mengambil beberapa berkas di rak yang terletak di belakang meja kerjanya. Kemudian Anggi pamit pulang setelah menyadari keterdiamannya.

...~@~...

Setelah pamit pada abangnya, Anggi langsung saja pergi dengan rasa penasarannya. Ingin sekali ia menanyakannya pada Gian langsung. Namun, entah kenapa rasanya mulutnya untuk mengatakan langsung.

"Aku yakin banget itu kalungnya Rania. Tapi,, kenapa bisa sama abang??" Pikirnya dengan kernyitan di keningnya yang mulus itu.

"Aku harus cari tahu." Gumam Anggi masih dengan rasa penasarannya...

...~@~...

...

...

...Holla!!!!...

🤓

Jangan lupa like nya ya!!!!

~ silvifuji

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!