Warning!!!.
Maaf kalau banyak typo...
.
.
"Gue bingung banget Dit." Ucap Gian lirih.
Ia sudah menceritakan apa yang sebelama ini menganggu pikirannya dan juga apa yang dikatakan oleh Anggi padanya. Adit mendengarnya dengan seksama.
"Oke. Menurut gue, sekarang mendingan lo pastiin dulu apa yang dibilang Anggi semua itu bener atau cuma akal-akalan Anggi aja. Dan gue bakalan bantu lo." Kata Adit.
Gian mengusap wajahnya Lelah dengan pekerjaannya, dan lelah dengan masalah hatinya.
"Untuk kali ini lo dengerin gue. Kalau memang benar Rania itu suka sama lo, lo harus perjuangin dia. Gue tau lo itu sebenarnya juga suka kan sama Dia." Jelas Adit tegas.
"Kenapa lo bisa mikir gitu? Gue aja ragu sama perasaan gue sendiri, Dit."
"Ya, kalau lo emang nggak ada perasaan apapun sama dia, nggak mungkin lo sepusing ini karena kepikiran omongan Anggi. Mungkin lo nggak bakal peduli sama apa yang dibilang Anggi, Ian. Gue yakin itu." Jelas Adit lagi yang menatap Gian serius.
Gian memejamkan mata, ia semakin pusing dibuatnya. Ia pun ragu dengan apa yang dikatakan Adit. Namun, jujur saja hatinya nyeri saat mendengar cerita Anggi yang mengatakan Rania akan menikah.
"Dari awal juga gue udah yakin kalau lo itu suka sama Rania. Karena gue lihat lo sering senyum nggak jelas kalau dulu ketemu sama dia. Dan gue juga tau kalau selama ini lo simpan beberapa barang milik dia kan?" Tanya Adit yang sukses membuat Gian terkejut.
Tak ada kata lagi selain tatapan tak percaya yang diberikan Gian. Bagaimana Adit bisa tahu mengenai barang-barang Rania yang ada padanya. Ia juga merasa malu sendiri.
Setelah itu, keadaan terasa hening. Adit sibuk dengan ponselnya sedangkan Gian sibuk dengan lamunannya. Hingga Adit kembali membuka suara yang membuat Gian teralihkan dari keterdiamannya.
"Oh, iya. Lusa kita ada meeting sama Departemen PU buat ngebahas pembangunan di Kalimantan. Dan proyek nya itu bakalan mulai 2 minggu lagi." Kata Adit.
"Berarti 2 minggu lagi kita berangkat?" Tanya Gian.
"Bener. Jadi, kemungkinan yang bakalan terjadi itu setengah-setengah. Dan lo bisa manfaatkan dulu waktu 2 minggu ini buat mikirin semuanya." Gian tertegun mendengar pernyataan dari Adit.
"Ian, cinta itu harus diperjuangin. Tetapkan dulu hati lo. Dan lo bakalan tau apa yang harus lo lakuin. Wanita itu butuh kejelasan. Karena sekali dia mencintai, dia nggak akan main-main sama perasaannya." Jelas Adit lagi sambil menatap serius sepupunya itu.
Gian mengangguk mengerti. Dalam hati ia merasa lega karena setidaknya Adit telah membukakan pikirannya.
.
.
Suasana ruang makan terasa hening. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring yang menghiasi suasana makan malam saat ini.
Tak lama, satu persatu anggota keluarga itu selesai dengan aktivitas mereka. Anggi kemudian membantu Mama membereskan piring-piring makan dan makanan.
"Ian. papa dengar kamu akan ada proyek di Kalimantan. Kapan perginya?" Tanya Papa memecah keheningan.
"Iya Pah. Rencananya proyek itu akan dimulai dua minggu lagi. Dan mungkin lusa baru mau bahas lokasinya Pah. Doain ya Pah, biar lancar." Kata Gian.
"Ohh, begitu. Papa pasti doain, semoga semuanya lancar." Jawab Papanya kemudian.
Namun, ada yang mengganjal di pikiran Pak Faris. Ia menyadari ada yang berbeda dari putranya itu. Semenjak tadi, Gian terlihat seperti orang linglung. Banyak diam dan melamun.
"Ian. Kamu kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Pak Faris membuat Gian tersentak.
"Ng,,nggak, Pah. Nggak ada apa-apa." Jawabnya yang diikuti senyuman.
Pak Faris hanya menangguk meskipun masih merasa aneh dengan sikap Gian. Gian kemudian pamit pada sang Papa untuk ke kamarnya.
Saat berbalik, matanya bertemu dengan mata Anggi yang juga sedang menatapnya. Ia hanya menatap datar sang Adik yang terlihat gugup saat melihatnya. Tanpa pikir lagi, ia segera beranjak meninggalkan dua orang itu.
Hal itu tak luput dari perhatian Pak Faris yang masih berada di tempatnya semula. Kemudian, ia memanggil Anggi agar menghampirinya.
"Kenapa, Pah??" Tanya Anggi.
"Kamu berantem sama Abang kamu?" Tanya lelaki paruh baya tersebut.
"Nggak, Pah." Jawab Anggi jujur.
"Lalu kenapa kalian seperti orang musuhan?"
Anggi mengernyit. "nggak kok, pah. Abang aja tuh. Kesal kali dia."
"Kesal kenapa? Memangnya apa yang kamu lakukan?" Tanya Pak Faris lagi.
"Ya,, jadi kemaren Anggi keceplosan, Pah. Papa tau teman Anggi kan yang namanya Rania?" Katanya. Pak Faris mengangguk.
"Nah. Anggi tuh ngerasa kalau Bang Gian suka sama Rania. Tapi, abang tuh nggak pernah mau ngaku, Pah. Anggi bilang aja kalau sebenarnya Rania itu suka sama Bang Gian."
Pak Faris mengernyit bingung. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran kedua anaknya itu. Lantas apa yang membuat Gian marah? Pikirnya.
"Papa pasti bingung kan maksud Anggi. Jadi, Rania itu udah mau nikah, tapi dia nggak cinta sama orang itu. Dia udah lama suka sama Abang. Cuma ya,, gitu. Dia nggak berani ngomong dan ngelarang Anggi bilang sama Abang." Jelas Anggi lagi.
Pak Faris mengangguk. " jadi, maksud kamu Abang kamu itu kesal karena teman kamu itu mau nikah?" Tanya sang Papa menebak.
Anggi mengangguk ragu. Ia sendiri bingung entah Gian marah karena apa. Mereka kemudian beralih membahas yang lain setelah berdiam diri sejenak dengan pikiran masing-masing.
.
Di ruang bernuansa biru dengan motif kupu-kupu itu seorang gadis berjilbab tengah melamun sambil duduk di kursi yang terletak di depan jendelanya. Ia menatap kosong ke luar jendela.
Rania teringat kembali pertemuannya dengan Gian. Orang yang sudah lama mengisi hatinya. Sungguh melihat wajahnya saja membuat hati Rania teramat bahagia. Namun, sedetik itu juga ia tersadar bahwa apa yang sedang ia pikirkan adalah salah.
"Astaghfirullah..." ucapnya. Ia berusaha menghilangkan angan-angannya tadi.
"Oh iya, Aku penasaran apa yang mau dibilang Kevin kemaren." Ujarnya sendiri. Kini ia teringat dengan percakapannya dengan calon suaminya kemaren.
.
.
Keesokan paginya, Rania dimintai Mamanya untuk mengantarkan kue yang dibuat sang Mama untuk calon mertuanya. Dan Rania sudah siap untuk berangkat.
Setelah memasukkan kue dan boxnya ke dalam kantong plastik, ia berpamitan pada Mamanya. Bu Sari mengelus lembut kepala putrinya yang tertutup hijab.
Sejujurnya ia terharu melihat sikap baik putrinya itu. Ia benar-benar sangat menyayangi Rania. Mungkin jika gadis lain yang dihadapkan pada masalah seperti ini, bisa jadi ia lebih memilih kabur. Tapi tidak dengan anaknya, Rania lebih memilih menuruti permintaan konyol Ayahnya.
"Ya Allah, berilah kebahagiaan untuk putriku selalu." Gumam Bu Sari setelah Rania berlalu dari hadapannya.
.
Butuh waktu 20 menit bagi Rania untuk sampai di perumahan elit namun tidak terlalu megah itu. Kini ia sudah berdiri di depan gerbang setelah turun dari taksi online yang mengantarnya.
Ia pun mengucap salam dan permisi kepada tukang kebun yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah tersebut.
"Assalamu'alaikum. Permisi, Pak!" Ucap Rania yang diiringi senyum.
Lelaki paruh baya itu melangkah mendekati gerbang. "Wa'alaikumsalam. Maaf, ada yang bisa saya bantu, mbak."
"Saya Rania. Bisa ketemu sama tante Yuni?" Tanya Rania sopan.
"Oh, iya Mbak. Silahkan masuk.!" Jawab lelaki yang diketahui bernama Mamat itu sambil membukakan gerbang.
Rania pun melangkah dengan pasti ke arah pintu masuk rumah tersebut setelah mengucapkan terima kasih kepada Pak Mamat.
Rania tersenyum tipis saat melihat pintu depan yang terbuka. Ia pun semakin mendekat hendak memasuki rumah. Namun, saat hampir sampai di pintu langkahnya terhenti mendengar perdebatan kecil di dalam rumah tersebut.
"Tapi, Pah. Kevin beneran cinta sama Clara. Bahkan saat pertama kali kita ketemu di acara nya Om Aryo, saat itu Kevin udah suka sama Clara. Bukan Rania." Sayup-sayup Rania mendengar suara itu.
"Tapi, pernikahan kalian tinggal 3 minggu lagi, Vin. Nggak bisa dibatalin. Om Aryo pasti akan marah sama kita." Terdengar suara Om Handi.
"Kevin nggak akan batalin pernikahan ini. Tapi, Kevin akan bilang yang sebenarnya sama Rania dan keluarganya." Jawab Kevin lagi.
Rania tertegun, hatinya mencelos mendengar pernyataan dari Kevin yang tak lain adalah calon suaminya. Bukan, lebih tepatnya akan menjadi mantan calon suami.
Bagaikan terhantam batu besar, hati Rania sakit. Matanya sudah memperlihatkan genangan-genangan bening yang siap tumpah kapan saja. Hatinya benar-benar hancur.
Baru saja ia ingin membuka lembaran baru di hidupnya, namun malah membuatnya semakin terluka. Mungkin ini memang sudah ujian hidupnya dari Allah. Dan ia harus kuat.
Rania memejamkan matanya, ia memantapkan hatinya untuk terlihat baik-baik saja. Ia pun memasuki rumah tersebut setelah membaca salam terlebih dahulu. Dan tidak ada lagi pembicaraan dari dua orang yang berbeda generasi itu.
"Rania?" Ujar Kevin terkejut karena kedatangan Rania.
Rania hanya membalas ungkapan keterkejutan Kevin dengan senyum manisnya.
"Apa kabar Om?" Tanyanya basa-basi.
"Alhamdulillah, baik. Kamu gimana nak?" Kata Om Handi lembut.
Sejujurnya lelaki paruh baya itu juga terkejut akan kedatangan Rania yang tiba-tiba. Cemas-cemas jika gadis baik hati itu mendengar perdebatannya tadi. Ia benar-benar cemas jika hal itu menyakiti Rania.
"Rania baik Om. Oh iya, Tante mana? Ini Nia bawa Brownis dari Mama." Ucapnya tersenyum tulus.
"Tunggu sebentar ya, Om panggil dulu." Kemudian On Handi beranjak menuju dapur.
Suasana terasa canggung setelah kepergian Om Handi. Tak ada yang bicara. Baik Rania maupun Kevin, mereka diam tanpa mau berkata sedikitpun. Hingga terdengar suara wanita yang memanggil nama Rania dari arah dapur, mengalihkan perhatian mereka.
"Rania.. apa kabar sayang?" Sapa Bu Yuni sambil memeluk Rania.
"Baik kok tante. Oh iya. Ini Brownis bikinan Mama buat tante."
"Wah,, jadi nggak enak ngerepotin kamu."
" nggak apa-apa kok, tan."
"Tunggu sebentar ya tante siapin dulu, sekalian bikinin kamu minum."
"Nggak usah tante. Nia cuma bentar kok. Ini mau pulang." Kata Rania tak enak. "Tapi, Nia mau ngomong sesuatu dulu sama Tante, Om dan Kevin."
Setelah mengatakan hal itu, jantung Rania terasa berpacu lebih cepat. Om Handi dan Kevin saling berpandangan. Merek mulai cemas akan sesuatu yang akan terjadi setelah ini.
"Ya udah. Ayo duduk dulu."ajak Bu Yuni.
Rania menarik napas nya dalam-dalam.
"Om, Nia udah dengar semuanya kok tadi." Ucapnya terlihat tenang.
Hal itu sontak membuat Om Handi memejamkan matanya dan terengah.
"Jadi, Nia akan mundur." Kevin dan Om Handi terkejut mendengarnya. Sedangkan Bu Sari bingung dengan yang dikatakan oleh calon menantu kesayangannya itu.
"Maksud Nia apa, ya? Tante nggak ngerti loh."
"Tante, nanti biar Kevin aja yang jelasin ke tante. Dan Kevin, aku akan bilang sama Papa kalau kamu akan menikah sama Clara. Jadi, kamu nggak perlu takut pernikahannya batal." Rania tersenyum kembali.
Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja walaupun rasanya ia ingin menangis saat ini, tapi ia tak ingin terlihat rapuh di mata orang-orang di sekelilingnya.
"Kalau gitu, Nia pamit dulu ya Om, Tante." Pamitnya yang langsung menyalimi Bu Yuni yang terlihat masih bingung dengan apa yang baru saja ia dengar.
Sedangkan Kevin mencoba menawarkan untuk mengantar Rania. Namun Rania menolak dengan alasan sudah memesan ojek Online.
Ia pun berlalu meninggalkan ketiga orang yang masih diam dengan pikirannya masing-masing.
"Apa maksudnya ini?" Tanya Bu Yuni denan wajah memerah menahan marah.
"Mah, aku bakal jelasin. Tapi, Mama tenang dulu." Ujar Kevin.
Bu Yuni terduduk syok di sofa. Ia masih belum lepas dari keterkejutannya setelah Rania mengatakan akan membatalkan pernikahannya dengan anaknya.
Sementara Rania, gadis itu kini sudah menaiki ojek Online untuk menuju ke rumahnya. Ia tidak jadi ke butik. Namun, ia akan segera menjelaskan ke keluarganya.
Selama di perjalanan, air matanya terus saja menetes. Tangisnya tak dapat ditahan lagi. Sakit.
Bukan karena ia sudah mencintai Kevin, tapi hatinya terasa hancur karena ia baru saja mencoba untuk membuka hati, namun malah sakit yang ia dapat. Perasaannya sepertinya memang sedang diuji oleh Allah.
~Bersambung......
...Rencana Allah tak ada yang tahu. Manusia hanya bisa berencana, tapi Allah lah yang menentukan. Karena semua jalan hidup sudah ditakdirkan-Nya.....
.
.
Jangan lupa like dan komennya ya.....
Makasih....
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
AdeOpie
jujur aku bingung thor, harus' nya kan Rania bahagia mendengar bahwa calon suami yang tidak dia cintai juga dan sebaliknya knp harus nangis se? sedangkan dia mencintai orang lain yang slma ini belom bisa dia lupakan, terserah author deh, sampe sini ngga mudeng aku sama jln cerita'nya 🤔
2021-04-17
2