LiNW eps 6

...Aku menunggu sekiranya do'aku dikabulkan Allah. Tapi, tidak. Semuanya berbeda. Mungkin bukan kamu calon Imam yang telah disiapkan Allah untukku....

...~Rania Zahrani...

..._ _ _ _ _ _ _ _ _ _...

Suasana di ruang keluarga terasa menegangkan. Oma hari ini memang menginap karena Reno yang mengajak Oma ikut sewaktu ke Pekanbaru minggu lalu.

Oma menurut, katanya ingin menghabiskan waktu mereka lebih lama bersama cucu-cucunya. Dan kebetulan sekali hari ini Oma mendapat kejutan bahwa salah satu cucunya dilamar.

Rania, gadis itu baru saja dinyatakan dilamar oleh anak dari teman Ayahnya. Lebih mirip seperti perjodohan, karena mereka memang belum pernah bertemu dan orang tua mereka sama-sama menginginkan pernikahan itu.

Mendengar apa yang baru saja disampakan Ayahnya, Rania menganga tak percaya. Ia berusaha menahan emosinya untuk tidak menolak permintaan Papanya langsung.

"Gimana Nia?” tanya Papa Aryo sambil menatap lekat putrinya itu. Ia tak mau salah mengambil keputusan, karena itu ia benar-benar memastikan dulu bagaimana pendapat Rania.

“Pah,, Rania minta waktu ya.” ujarnya lembut.

“baiklah. Kapan kira-kira kamu bisa menjawabnya?” tanya Papa lagi membuat Oma menatap nyalang ke arah Papa Rania.

“Aryo,, kamu kenapa seperti menuntut anakmu?” ujar Oma.

Papanya terlihat gelagapan dan menggaruk kepalanya yang tak katal. “bukan Bu. Aku hanya tidak enak dengan Handi. Karena ia sangat ingin putriku menjadi menantunya.”

“biarlah dia berfikir dulu.” kata Oma lagi.

“Nia berangkat dulu, Assalamu'alaikum” satu sahutan itu membuat semua orang yang berada di sana saling tatap. Tanpa bersalaman dengan orang tuanya, Rania pamit begitu saja.

...~@~...

Rania Pov.

“Om Handi melamar kamu untuk anaknya, Nia. Kamu mau?” ujar Papa yang membuatku seketika terkejut.

Tak dapat kupungkiri, rasanya jantungku seperti berhenti berdetak. Darahku mengalir deras hingga ke ubun-ubun. Aku bingung harus bagaimana dengan apa yang baru saja Papa katakan. Jujur saja aku tidak bisa menerima semua ini.

“Bagaimana Rania?”  tanya Papa lagi.

Pagi ini moodku sudah dibuat hancur.

Ya Rabb,, apa ini? Kenapa rasanya sangat sakit saat aku mendengar apa yang dikatakan Papa.

Aku ingin menolak, tapi melihat muka Papa yang penuh harap membuatku takut mengecewakan lelaki yang sangat aku sayangi ini. Tapi, aku juga tak ingin menerima begitu saja karena hatiku masih belum bisa terbuka untuk menerima orang baru.

Aku mencintai seseorang yang sudah lama mengisi hatiku. Dan aku sangat berharap agar Allah menjodohkan ku dengannya.

Oh, aku benar-benar bingung sekarang. Berbagai kemelut kini memenuhi otakku. Rasanya aku ingin menangis saat semua pandangan tertuju padaku. Papa, Oma, Bang Reno, dan Rara. Mereka menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan.

Aku menarik nafas dalam dan melepasnya. Aku harus mengatakannya. Harus,,,,

“Pah, Rania minta waktu” ujarku menatap Papa dengan pandangan memohon.

Entahhlah, rasanya sekarang bercampur aduk. Kesal, cemas, sedih berbaur  menjadi satu. Kulihat semua mendengus lega. Kecuali Papa. beliau hanya menatap datar padaku. Namun, tersirat kekecewaan dimatanya.

“baiklah. Kapan kira-kira kamu bisa menjawabnya?” tanya Papa yang terdengar manuntut.

Aku bingung sekarang. Kenapa Papa sepertinya sangat menginginkan aku menikah dengan anak temannya itu. Aneh.

Aku mulai kesal dan aku merasa Papa sudah keterlaluan dengan  hidupku. Bukannya aku sok jual mahal, tapi aku benar-benar belum terpikir untuk menikah dengan siapa pun, kecuali dia. Karena, saat ini hatiku masih menunggunya meskipun belum jelas bagaimana dengan perasaannya.

Katakanlah aku bodoh. Tapi, memang inilah yang aku rasakan. Akupun bingung dengan hatiku sendiri yang sampai saat ini masih mencintainya.

“Aryo,, kamu kenapa seperti menuntut anakmu?” Aku merasa diatas angin saat Oma membelaku.

Papa terlihat tegang dan menggaruk kepalanya. Namun sekejap kemudian beliau tersenyum kikuk pada wanita tua yang masih terlihat cantik menurutku.

“bukan Bu. Aku hanya tidak enak dengan Handi. Karena ia sangat ingin putriku menjadi menantunya.”

“biarlah dia berfikir dulu.” Ujar Oma lagi.

“Nia berangkat dulu, Assalamu'alaikum” satu sahutan itu membuat semua orang yang berada di sana saling tatap. Tanpa bersalaman dengan mereka aku segera pergi meninggalkan mereka yang entahlah aku tak tau sedang apa.

Katakanlah aku tidak sopan. Tapi itu kulakukan karena aku takut jika semakin lama mendengar omongan  Papa akan membuatku menjadi anak durhaka karena melawan perkataan Papa nantinya.

Maka lebih baik aku pergi. Lagipula Dini katanya sudah hampir sampai di depan rumahku.

Tak lama Dini datang dan Aku langsung saja membuka pintu samping kemudi dan duduk didalam sana. Tanpa berkata, aku menghela napas dalam dan membuangnya. Dini sepertinya menyadari sikapku saat ini tapi ia tak menanyakannya langsung.

Waktu berjalan, sudah jam sebelas siang. Hari ini aku ingin makan di luar bersama teman-temanku. Tapi, tidak untuk ke Resto bang Reno. Aku takut nanti Bang Reno ikut-ikutan memojokkan ku. Alhasil, aku mengajak sahabat-sahabatku untuk makan di Cafe dekat Butikku. Mereka  menyetujui ajakanku.

Sepanjang obrolan mereka aku hanya diam. Jujur saja aku masih kesal dengan Papa. Tapi aku tak mungkin melawan. Aku harus memikirkannya perasaan papa juga.

“Ran...” intrupsi dari Winda membuyarkan lamunanku.

“hmm” jawabku dengan wajah terkejut.

“kamu kenapa? Ada masalah?” tanya Tari sambil menggulung-gulung mie di piring dengan garpu.

“nggak. Nggak apa-apa.”jawabku sambil memaksakan senyum.

Aku yakin mereka menyadari kemurunganku. Kami bukan baru mengenal selama beberapa hari , tapi sudah dari kecil. Mereka terus mendesakku dengan pertanyaan-pertanyaan agar aku mau bercerita. Hingga aku menyerah dan mengeluarkan semua  unek-unekku.

“hahhh,,,, aku dijodohin. Lebih tepatnya ada yang ngajak aku nikah. Aku nggak mau....” aku mulai menceritakan pada mereka.

“sebenarnya aku nggak bisa terima. Tapi, Papa nggak terima penolakan.” air mata ku tak dapat kutahan lagi.

Winda, Tari,  Dini, Yanti, dan Anggi hanya bisa diam prihatin mendengar penuturan ku yang mungkin bagi mereka terdengar sangat memilukan. Mereka mengerti alasanku tidak mau menerima lamaran dari orang tak dikenal itu.

Aku menghapus air mata yang mengalir di pipiku dengan tisu wajah yang diberikan oleh Winda tadi. Rasanya sedikit lega setelah aku menceritakan pada mereka. Mereka memang selalu ada untukku.

...~@~...

Setelah mendengar curahan hati Rania, mereka semua hanya bisa menanggapi dengan kata2 yang sekiranya bisa membuat gadis itu mengikhlaskan semua yang terjadi padanya. Toh semua sudah terjadi.

Lagipula tak ada sesuatu pun yang tak luput dari kehendak yang telah Allah tetapkan.

Mereka bingung harus menjawab apa. ini jelas urusan keluarga Rania. Tak mungkin mereka berani ikut campur.

Yanti dan Tari yang berada di kedua sisi Rania hanya bisa mengelus Rania yang bahunya terlihat bergetar. Ia menangis tanpa bersuara sambil menyembunyikan wajahnya nya di kedua tangannya yang ditelungkupkan di atas meja.

“sabar ya Ran. Semua pasti ada jalan keluarnya.”  Anggi mencoba menenangkannya.

“Iya,,Ran. Kalau memang kamu jodoh sama dia, berarti kamu harus mencoba membuka hati kamu.” tambah Yanti yang kemudian menarik Rania ke pelukannya.

“dan juga, kita bakalan selalu ada buat lo kok.” Ujar Winda menimpali.            

                             

“terima kasih ya. Aku bersyukur punya kalian. Semoga aku bisa menerima nanti.”  Kata Rania  dengan tatapan penuh dengan kesedihan.

...~@~...

Rania balik ke Butik bersama Yanti dan Dini. Mereka kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing yang sempat tertunda tadi.  Yanti kembali mengukur dan memotong bahan kain  yang akan dijahit.

Sedangkan Dini, ia langsung ke meja tempat membuat pola pada desaign yang tadi terbengkalai itu. Rania masuk ke ruangannya.

Memang mereka terlihat sibuk. Namun, percayakah Rania kini sedang tidak fokus. Lihat saja matanya yang menerawang meskipun pandangannya mengarah ke kertas yang digambarnya.

Entah apa yang ia buat,  pensilnya hanya menorehkan garis-garis tak beraturan yang hampir memenuhi kertas.

Namun, seketika ia tersadar dan berucap istighfar.  Ia memejamkan mata sejenak lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi putar dibelakang.

“apa aku coba terima aja permintaan Papa?" gumamnya.

Apa yang baru saja ia lakukan itu tak luput dari pandangan kedua sahabatnya. Mereka kemudian menghampiri Rania dan menyuruhnya untuk pulang saja. Karena, Yanti berfikir saat ini Rania butuh ketenangan.

“Ran, mending sekarang lo pulang deh. Nggak fokus gitu, lebih baik lo tenangin diri dulu.” Ujar Dini dengan tatapan prihatin.

Rania hanya mengangguk mengiyakan perkataan dari Dini. Ia mengerti sahabatnya itu juga sedih melihat ia seperti ini.

Selepas obrolan singkat itu, Rania langsung pamit pulang. Benar yang dikatakan Dini dan Yanti bahwa ia butuh menenangkan diri.

Sesampai di rumah, ia langsung masuk ke kamar. Ia merebahkan diri di kasur empuk kesayangannya. Waktu masih menunjukkan pukul setengah tiga sore. Sebentar lagi Ashar.

Ia memilih memejamkan mata sejenak menjelang masuk waktu shalat. Setelah lima menit, terdengar suara pintu diketuk dari luar.

Rania segera membuka mata sambil menengok ke arah pintu yang sudah dibuka perlahan. Mamanya masuk sambil tersenyum ke arahnya. Senyum seorang Ibu memang mampu membuat hati anaknya tenang.

Ia merasa lega dan mendapat pelita saat menatap Bidadari tak bersayapnya. Namun, Rania tak dapat lagi membendung air matanya saat sang Bunda semakin mendekat padanya. Ia kemudian bangkit dan merentangkan tangannya memeluk sang Mama.

Pelukan terhangat yang pernah ia rasakan dan takkan terganti oleh siapapun.

“Maaa,,” ujarnya terdengar mulai terisak.

Mama Sari memeluk erat putrinya itu. Jujur saja, seorang ibu tak mungkin tega melihat anaknya yang bersedih.

“ssttt,,, udah. Jangan nangis. Udah gede masa masih nangis. Malu tuh sama Clara.” Mamanya mencoba menenangkan.

“Mamaaa,,,” rengeknya manja. “aku lagi sedih Mah,, Mama malah ledekin aku. Aku harus gimana sekarang?” tanyanya masih dengan terisak.

Bu Sari menghela napas dalam, ia juga bingung harus melakukan apa. Ini saja sudah membuatnya bingung harus menuruti siapa. Di satu sisi ia kasihan pada putrinya, di sisi lain ia juga merasa tak enak jika menolak lamaran dari Sahabat suaminya.

“Mah,,, aku harus gimana? Apa Nia harus terima lamaran itu?” tanyanya lagi masih dalam pelukan sang Mama.

“kalau menurut Mama, kamu fikirkan dulu. Kalau kamu siap ya kamu terima. Tapi, kalau nggak kamu bisa ngomong lagi sama Papa buat nolak. Tapi, Nia. Jika kamu terima siapa tau dia memang jodoh yang terbaik buat kamu. Lagi pula, Papa nggak mungkin kan menjerumuskan anak-anaknya ke jalan yang salah.” Jelas Bu Sari sambil mengelus kepala Rania yang tertutup hijab.

Rania sudah menghentikan tangisnya, namun masih sedikit sesenggukan. Ia menengadahkan kepalanya ke atas menatap sang Mama dalam. Ia terlihat berpikir sesaat. Hingga ia melonggarkan pelukannya.

“Mama yakin?” tanyanya menatap sang Mama dengan penuh harap.

Mamanya mengangguk sambil tersenyum meyakinkannya. Kemudian menghapus air mata sang putri yang masih mengalir di pipinya.

“aku,, aku,, aku mau coba. Tapi,, Nia mau ta’aruf aja.” Jawabnya yang membuat Mama Sari menatap tak percaya Rania menerima lamaran itu.

Rania kembali memeluk Mamanya. Ia hanya ingin berada di pelukan sang Mama saat ini. Ia butuh Mamanya. Setelah itu mereka shalat Ashar bersama.

...~@~...

Hi readers!!!!!

Jangan lupa like ya...

😉😉😉

~silvifuji

Episodes
1 LiNW eps 1
2 LiNW eps 2
3 LiNW eps 3
4 LiNW eps 4
5 LiNW eps 5
6 LiNW eps 6
7 LiNW eps 7
8 LiNW eps 8
9 LiNW eps 9
10 LiNW eps 10
11 LiNW eps 11
12 LiNW eps 12
13 LiNW eps 13
14 LiNE eps 14
15 LiNW eps 15
16 LiNW eps 16
17 LiNW eps 17
18 LiNW eps 18
19 LiNW eps 19
20 LiNW eps 20
21 LiNW eps 21
22 LiNW eps 22
23 LiNW eps 23
24 LiNW eps 24
25 Episode 25
26 LiNW Episode 26
27 Episode 27
28 LiNW Eps 28
29 LiNW Eps 29
30 Just Info
31 LiNW Eps 30
32 LiNW Eps 31
33 LiNW Eps 32
34 LiNW Episode 33
35 LiNW eps 34
36 Episode 35
37 LiNW Eps 36
38 LiNW Eps 37
39 LiNW Eps 38
40 LiNW Eps 39
41 LiNW Eps 40
42 Episode 41
43 Episode 42
44 Episode 43
45 Episode 44
46 Episode 45
47 Episode 46
48 Episode 47
49 Episode 48
50 Episode 49
51 Episode 50
52 Episode 51
53 Episode 52
54 Episode 53
55 Episode 54
56 Episode 55
57 Episode 56
58 Episode 57
59 Episode 58
60 Episode 59
61 Episode 60
62 Episode 61
63 Episode 62
64 Episode 63
65 Episode 64
66 Episode 65
67 Episode 66
68 Episode 67
69 Episode 68
70 Episode 69
71 Episode 70
72 Episode 71
73 Episode 72
74 Episode 73
75 Episode 74
76 Episode 75
77 Episode 76
78 Episode 77
79 Episode 78
80 Episode 79
81 Episode 80
82 Episode 81
83 Episode 82
84 Episode 83
85 Episode 84
86 Episode 85
87 Eps 86
88 Eps 87
89 Episode 89
90 Eps 90
91 Eps 91
92 Eps 92
93 Eps 93
94 Eps 94
95 Eps 95
96 Eps 95
97 Eps 96
98 Eps 97
99 Eps 98
100 Eps 99
101 Eps 100
102 Eps 101
103 Eps 102
104 Eps 103
105 Eps 104
106 Eps 105
107 Eps 106
108 Eps 107
109 Eps 108
110 Eps 109
111 Eps 110
112 Eps 111
113 Episode 112
114 Episode 113
115 Eps 114
116 Eps 115
117 Eps 116
118 Eps 117
119 Eps 118
120 Eps 119
121 Eps 120
122 Eps 121
123 Eps 122
124 Eps 123
125 Eps 124
126 Eps 125
127 Eps 126
128 Eps 127
Episodes

Updated 128 Episodes

1
LiNW eps 1
2
LiNW eps 2
3
LiNW eps 3
4
LiNW eps 4
5
LiNW eps 5
6
LiNW eps 6
7
LiNW eps 7
8
LiNW eps 8
9
LiNW eps 9
10
LiNW eps 10
11
LiNW eps 11
12
LiNW eps 12
13
LiNW eps 13
14
LiNE eps 14
15
LiNW eps 15
16
LiNW eps 16
17
LiNW eps 17
18
LiNW eps 18
19
LiNW eps 19
20
LiNW eps 20
21
LiNW eps 21
22
LiNW eps 22
23
LiNW eps 23
24
LiNW eps 24
25
Episode 25
26
LiNW Episode 26
27
Episode 27
28
LiNW Eps 28
29
LiNW Eps 29
30
Just Info
31
LiNW Eps 30
32
LiNW Eps 31
33
LiNW Eps 32
34
LiNW Episode 33
35
LiNW eps 34
36
Episode 35
37
LiNW Eps 36
38
LiNW Eps 37
39
LiNW Eps 38
40
LiNW Eps 39
41
LiNW Eps 40
42
Episode 41
43
Episode 42
44
Episode 43
45
Episode 44
46
Episode 45
47
Episode 46
48
Episode 47
49
Episode 48
50
Episode 49
51
Episode 50
52
Episode 51
53
Episode 52
54
Episode 53
55
Episode 54
56
Episode 55
57
Episode 56
58
Episode 57
59
Episode 58
60
Episode 59
61
Episode 60
62
Episode 61
63
Episode 62
64
Episode 63
65
Episode 64
66
Episode 65
67
Episode 66
68
Episode 67
69
Episode 68
70
Episode 69
71
Episode 70
72
Episode 71
73
Episode 72
74
Episode 73
75
Episode 74
76
Episode 75
77
Episode 76
78
Episode 77
79
Episode 78
80
Episode 79
81
Episode 80
82
Episode 81
83
Episode 82
84
Episode 83
85
Episode 84
86
Episode 85
87
Eps 86
88
Eps 87
89
Episode 89
90
Eps 90
91
Eps 91
92
Eps 92
93
Eps 93
94
Eps 94
95
Eps 95
96
Eps 95
97
Eps 96
98
Eps 97
99
Eps 98
100
Eps 99
101
Eps 100
102
Eps 101
103
Eps 102
104
Eps 103
105
Eps 104
106
Eps 105
107
Eps 106
108
Eps 107
109
Eps 108
110
Eps 109
111
Eps 110
112
Eps 111
113
Episode 112
114
Episode 113
115
Eps 114
116
Eps 115
117
Eps 116
118
Eps 117
119
Eps 118
120
Eps 119
121
Eps 120
122
Eps 121
123
Eps 122
124
Eps 123
125
Eps 124
126
Eps 125
127
Eps 126
128
Eps 127

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!