Pagi ini suasana di sebuah rumah terlihat ramai dan sedikit heboh. Dikarenakan dua bocah kecil lucu yang menjadi pusat perhatian seluruh anggota keluarga tersebut. Mereka terlihat berebut boneka pinokio kecil lucu yang pas di gendongan salah satu gadis kecil tersebut.
“Ndaaa,,, abang iihh,,, nakall.” Celoteh si balita 4 tahun tersebut yang merasa kesal karena diganggu sang Abang.
“Bayuu, jangan ganggu adeknya terus.” Ujar Shanty yang tengah memotong apel.
“nggak, Bunda. Abang Cuma ngajakin adek main kok. Adeknya aja yang nggak mau.”
Lalu, tiba-tiba terdengar suara telapak sepatu menuruni anak tangga mengalihkan perhatian dua bocah kecil itu. Bayu pun segera berlari menyongsong om nya itu.
Gian, lelaki itu sudah rapi dengan setelan kemeja dan celana kerjanya. Ia pun menyambut keponakan sulungnya itu dengan merentangkan tangan dan mengangkat Bayu ke gendongannya. Tak lupa ia memberondong bocah itu dengan ciuman bertubi-tubi.
Gelak tawa mewarnai pergelutan dua lelaki beda usia itu yang tak luput dari perhatian gadis kecil yang tak lain adalah Sakina, keponakan Gian yang kecil.
“Ooooom,,,, jangan dendong dendong Abang. Iihh,,, ndak boleh..” pekik gadis itu sambil berlari mengahmpiri mereka.
Sakina marah melihat Gian menggendong Bayu. Ia tak suka dan hanya dirinya yang boleh digendong oleh Gian. Ia adalah gadis kecil lucu yang cemburuan dengan apa yang menurutnya miliknya, jika diganggu.
“awas.. tuluun abaaang... hwaaa,,, Ndaaa.. Abang nakaaalll.” Adunya pada sang Bunda.
Gian pun segera menurunkan Bayu dari gendongannya dan beralih menggendong Sakina sebelum bocah kecil itu benar-benar mengamuk.
“ayo sini Kina. Jangan nangis dong sayang.” Gian mencoba menenangkannya.
“dasar cengeng banget.” ledek Bayu yang lebih memilih duduk di samping sang Bunda.
“Sssttt,,, jangan gitu, deh. Nggak baik. Adek kamu itu kan masih kecil.” Shanty mengelus kepala anak sulungnya itu dengan sayang.
Gian pun ikut duduk di sofa ruang tengah dekat kakaknya. Sakina terlihat sudah tersenyum kembali sambil menciumi pipi Omnya itu. Hal yang sering ia lakukan ketika digendong oleh orang yang ia suka.
“udah dong adek, Om nya jangan dicium terus. Ntar bau adek nempel loh, kan Om Giannya mau ke kantor.” Kata Shanty yang sudah selesai dengan apel yang dipotongnya tadi.
Sudah dua hari ini Shanty dan kedua anaknya menginap di rumah Mamanya, karena suaminya harus ke luar kota. Memang biasanya mereka akan menginap dan juga kehebohan akan tercipta karena dua bocah kecil itu.
Setelah menurunkan Sakina dari gendongannya, Gian berjalan ke arah ruang makan. Disana sudah tersaji sarapan yang dimasak oleh Mamanya dan dibantu oleh Bi Sumi.
“pagi, mah.” Sapanya sambil mencium pipi sang Mama yang dibalas dengan senyum oleh wanita paruh baya tersebut.
“udah rapi aja kamu.”
“iya. Mau ngurusin semua urusan di kantor sebelum ke Pesantren”
"oh ya. Titip salam buat keluarga Ustadz Bandi yah.” Ucap Mamanya sambil ikut duduk di seberang Gian.
Setelah semua anggota keluarga berkumpul, mereka sarapan bersama. Bayu terlihat sangat lahap menyantap makanannya yang membuat Gian tersenyum geli melihatnya. Tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat gemas melihat keponakan tersayangnya itu.
“Mah, aku mau beli kebaya baru buat acara minggu depan. Kasih alamat butik langganan mama itu ya.” ujar Shanty saat teringat niatnya yang ingin membeli kebaya baru untuk acara pernikahan adik sepupu suaminya.
“iya. abis ini mama kasih tau. pokoknya kamu nggak bakalan nyesel deh kalo fittingnya disana.” Jawab sang mama antusias.
“kamu anterin kakak ya, Ian.” pinta Shanty pada Gian.
“oke. siap..”
Setelah selesai sarapan mereka segera beranjak dari meja makan. Gian menuntun Bayu untuk berjalan bersamanya menuju teras depan. Sedangkan Shanty menggendong Sakina yang masih asik dengan susu formula miliknya.
"ya udah. Kita berangkat ya Mah. Assalamu’alaikum” ucap Shanty yang kemudian mencium tangan sang mama.
Mobil melesat membelah jalanan yang masih sepi, hingga setengah jam kemudian, Gian menepikan mobilnya di depan sebuah butik Islami. Ia memarkir mobil miliknya tepat di samping sebuah mobil jazz silver di depan butik tersebut.
Shanty kemudian turun dan mematut tampilan bangunan di depannya ini dengan senyum tipis. “Hidayah Collection”, terpampang jelas di atas papan reklame di depan butik tersebut. Mereka kemudian masuk, dan langsung disambut baik oleh pelayan tokonya.
Gian melirik sebentar jam tangan miliknya, ia teringat dengan rencananya hari ini. dan waktu pun sudah berlalu sekian lama. Ia pun pamit pada Shanty untuk segera berangkat ke Kantor. Tanpa pikir panjang lagi, Gian segera bergegas ke mobilnya dan berlalu meninggalkan toko busana muslimah tersebut.
Ia bingung sendiri. Entah kenapa hatinya merasa tak rela untuk pergi, seakan ada sesuatu yang menahannya agar tinggal. Namun, fikirannya berkata lain. Tetap pada rencana awalnya.
Mobil Gian pun berlalu ke arah pusat kota, bertepatan dengan keluarnya seorang gadis berhijab dari mobil putih yang terlihat seperti orang bingung menatap kepergian mobil itu.
Rania, gadis itu baru saja sampai di depan butik ketika sebuah mobil berjalan mundur hendak meninggalkan pelataran butik tersebut. Ia terdiam heran ketika sebelumnya tak sengaja melihat sekilas seseorang yang baru saja memasuki mobil tersebut. Entah kenapa ia bingung sendiri, seperti ada magnet yang menariknya untuk memastikan sesuatu.
Namun, dengan segera ia menggelengkan kepala menepis segala prasangka tidak jelas di pikirannya. Ia kemudian menyusul Yanti yang sudah lebih dulu masuk ke toko pakaian muslim itu.
“Assalamu’alaikum. Pagi semua.” Sapa Rania saat sudah melewati pintu kaca besar tersebut.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab semua yang ada di dalam sana.
“eh, ada tamu ya. Selamat datang mbak.” Sapanya lagi pada wanita berhijab yang sedang menggendong balita perempuan. Ibu muda itu membalasnya dengan senyum manis.
"loh, mbak bukannya yang kemaren di kedai Pak Agus ya? yang dedeknya jatuh.” Tambah Rania setelah teringat sesuatu.
“iya. Kamu manager butik ini kan?” jawabnya sambil bertanya balik.
Rania kemudian duduk di sofa yang ada di tengah ruang lepas itu. Ia bergabung dengan Dini yang sudah dari tadi mengobrol dengan pelanggan barunya itu.
Rania tersenyum melihat balita perempuan digendongan sang Ibu yang menggeliat di gendongan karena terlihat ingin lepas. Shanty pun melepaskan Sakina yang langsung berlari menghampiri abangnya yang tengah sibuk dengan mainan mobil-mobilan miliknya.
Hal itu tak luput dari perhatian Rania dan Yanti, serta Shanty yang juga gemas sendiri melihat tingkah anaknya yang sok dewasa itu. Tanpa membuang waktu, mereka langsung membahas tujuan utama Shanty datang ke butik tersebut.
Ia meminta mereka untuk menunjukkan desaign baju kebaya yang ingin ia pesan. Dini pun mengajak Shanty masuk ke ruang desaign.
Rania mengecek ponselnya, tak ada notifikasi dari abangnya. Padahal sudah hampir satu minggu Reno di Lampung tapi ia tak memberi kabar kapan akan kembali ke Bandung. Hal itu tentu saja membuat Rania cukup kesal. Karena ia juga membebankan tanggung jawab lain padanya disaat satu pekerjaannya saja sudah sulit untuki ia handle.
Brukk’’
Perhatian Rania teralihkan pada pemandangan disampingnya. Balita perempuan itu kini tergolek disamping sofa yang ia duduki. Entah sejak kapan ia berada disana, Rania pun tak tau.
Sepertinya bocah kecil itu terjatuh saat hendak berpegangan pada tangan sofa yang sudah jelas tak sampai untuk ia jangkau.
“sssttttsstts,, sayang. Kenapa? Kok bisa jatuh sih.” Ujar Rania sambil menggendong anak tersebut.
“akit,,” katanya dengan bahasa yang belum tepat.
“uluuluu,, kasihan banget.” Rania yang gemaspun mencubit pelan pipi nya.
“namanya siapa?” tanyanya sambil menatap lucu anak itu.
“Ina.” Jawabnya lucu
“Ina?” tanyanya memastikan yang dibalas anggukan oleh Sakina.
“Ina kok gemesin banget sih?” Kata Rania yang tidak tahan untuk tidak menciumnya.
Tak ada respon dari anak itu, ia hanya memperhatikan dengan seksama wajah Rania. Ia terus menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Hal itu membuat Rania sendiri bingung. Ia kemudian tertawa sambil mencubit kembali pipi gembil anak itu.
“Ina kenapa liatin Aunty begitu?” tanya Rania membuat gadis kecil itu menggeleng pelan.
“onty cantik.” jawabnya asal.
“Ina juga cantik. bikin Aunty pengen nyium terus.” Ia pun mendusel-dusel pipi Sakina membuat anak itu tertawa geli.
Tak bisa dipungkiri, Rania memang sangat suka melihat anak kecil. ditambah lagi diusianya yang bisa dikatakan sudah cukup untuk menjadi seorang Ibu pun ia masih belum menikah. Tak salah memang, dikarenakan kakaknya sendiri belum melepas masa lajangnya. Jadi, tak masalah jika ia belum menikah.
Di dalam keluarganya pun kini belum ada cucu. Karena memang belum ada dari saudara sepupunya yang punya anak. Namun, ia sendiri sangat menyukai anak kecil. ingin rasanya ia membawa anak di pangkuannya ini ke rumah dan mengajaknya untuk tinggal bersama dirinya.
Hahh,, yang benar saja. mana mungkin Ibu nya mau memberikan anak kesayangannya. Apalagi untuk wanita yang tidak ia kenal. Rania tersenyum sendiri membayangkan kekonyolan fikirannya.
...~@~...
Pukul 10.27 wib. Seorang pria tampan dengan setelan jasnya terlihat menghembuskan nafas lega sambil membereskan meja nya yang sudah dipenuhi tumpukan berkas.
Gian baru saja selesai menandatangani laporan kantor. Karena, hari ini ia akan berangkat ke Pandeglang untuk berkunjung ke Pesantren Darus Salam. Sekaligus ingin melihat perumahan yang baru saja dibangun.
Gian mengalihkan pandangannya pada jalanan diluar sana melalui jendela kaca disebelah kirinya. Ingatan kembali mengingat kejadian di 5 tahun yang lalu saat dirinya pertama kali menyadari perasaannya pada seorang gadis yang baru saja mmengakhiri masa SMA nya. ia pun tersenyum sendiri mengingatnya.
Tutt,, tutt,,,,
Deringan ponsel di atas meja membuyarkan lamunan Gian. ia menatap sejenak benda pipih itu dan kemudian menjawab panggilannya.
“wa’aaikumussalam. Iya kak.”
“...............”
"iya ini baru mau pulang.”
“.......................”
“oke. aku jalan sekarang.” Ia mengakhiri telfonnya dan kemudian bangkit dari kursi kebesarannya.
Ia menyambar kunci mobil di atas meja. Tanpa pikir lagi ia pergi dari ruangan itu berniat untuk pulang karena akan menjemput kakaknya dan mengantar pulang.
Dengan langkah berwibawa ia berjalan menyusuri koridor kantor. Tak butuh waktu lama ia pun langsung masuk ke mobil dan melesat menyusuri jalanan. 10 menit waktu yang dibutuhkan Gian untuk sampai ke tempat tujuannya.
Dan kini mobil hitam itu menepi di depan “Hidayah Butik”. Tempat yang tadi pagi ia datangi dan entah kenapa ada perasaan aneh menhinggapinya.
Tanpa turun dari mobil, Gian menulis pesan singkat pada Shanty bahwa ia sudah sampai. Ia menunggu sebentar hingga tiga orang wanita muncul dari balik pintu kaca didepannya bersama dua anak kecil. Shanty bersama wanita yang tadi pagi ia temui saat datang ke sini.
Yang membuat nya terpaku adalah sosok wanita satunya lagi yang mengiringi sang kakak, gadis itu... Dia,, hatinya bergetar. Belum sampai setengah jam ia menggalaukan gadis itu yang selama ini benar-benar ia rindukan.
Dan kini ia sudah berada di depannya. Ingin rasanya Gian menghampirinya. Namun, ia sendiri tak tau untuk apa.
Rumit memang. Ketika sama-sama memiliki perasaan yang sama, saling merindukan tapi ego masih tetap ingin diam.
Bukannyaa ia tak mau mengungkapkan kerinduannya. Hanya saja Gian merasa belum saatnya ia untuk menjumpai gadis itu.
Gian masih setia memandangi Rania saat Shanty sudah masuk dan menutup kembali pintu mobil. Gian terlihat terkejut dengan yang baru saja dilakukan kakaknya itu.
“kenapa kamu?” tanya Shanty heran.
“ngeliatin apa sih? Kamu suka?” tanya nya dengan nada meledek yang hanya dibalas tatapan bingung oleh Gian. Ia mendadak merasa bodoh, tak tau harus menjawab apa.
“yang mana??” sekali lagi ucapan yang dilontarkan Shanty kembali membuatnya bingung.
“dia,,,” katanya seperti orang linglung. Namun, ia segera tersadar dari kebingungannya.
“hah,, apa sih kak” ucapnya malu bercampur kesal.
Shanty tertawa melihat tingkah adiknya itu. Entah kenapa ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gian saat ini. Namun, ia tak mau ambil pusing. Itu urusan adiknya. Gian pun memundurkan mobilnya sebelum melesat pergi dari tempat itu.
...~@~...
Hello readers!!!
Up lagi nih aku..
Maaf banget kalau ceritanya kurang seru karena mikirin idenya susah. Jadi, harap dimaklumi. 😊
Jangan bosan bacanya ya...
Jangan lupa like ya..🌝
~silvifuji
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
AdeOpie
ko jadi cowok ngga ada maco' nya si, apa harus se egois itu mengelak sama perasaan sendiri 🤔
2021-04-17
2