Matahari sudah hampir terbenam menandakan si senja yang indah sudah datang. Dan beberapa menit lagi adzan maghrib berkumandang.
Seorang gadis berhijab terlihat sedang melamun menghadap jendela kaca di depannya.
Gadis itu Rania. Matanya menatap kosong ke arah luar jendela. Hening. Suasana di ruangan ini terasa senyap tatkala Rania masih asik dengan lamunannya. Hingga suara gagang pintu membuyarkan lamunannya.
“udah maghrib, nggak baik melamun. Mending kita ke mesjid yuk” ujar Yanti sembari menghampiri Rania dan memegang pundak gadis itu. Yanti, sahabat sekaligus partner kerjanya dibutik ini.
Rania hanya tersenyum sembari bangkit dari duduknya. Ia kemudian mengikuti langkah Yanti yang mengambil mukena dan mereka pergi bersama ke Mesjid yang tak jauh dari butik.
Rania menjadi seorang yang pendiam dan sering melamun semenjak beberapa waktu terakhir ini. Yaitu semenjak beberapa kali ia dilabrak oleh gadis-gadis yang tidak ia kenal, yang mengaku sebagai pacar sahabat abangnya yang juga merupakan sahabatnya sendiri, Hilmi Wahyudi.
Lelaki yang disebut-sebut Rania sebagai idola para wanita diluar sana, yang sejatinya menaruh hati pada gadis manis itu.
Bukan menjadi rahasia lagi bagi Rania dan teman-temannya kalau Hilmi menyukai Rania. Karena, memang sudah beberapa kali ia mengungkapkannya pada gadis itu meskipun ditolak dengan berbagai alasan.
Tak hanya itu, Hilmi juga selalu memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan.
Rania bukannya menolak tanpa alasan. Dari dulu ia memang tak ingin ada rasa cinta dalam hubungan pertemanannya. Dan juga ada seseorang yang sudah mengisi hatinya jauh sebelum ia mengenal Hilmi.
Dan kini yang sering ia fikirkan adalah ada sesuatu yang ia rasa telah hilang, kedekatan dan kebersamaannya dengan Hilmi. Rania sudah jengah, karena itu ia lebih memilih menjaga jarak dengan Hilmi agar para wanita itu tidak lagi mengganggunya.
Sulit memang menahan kekecewaan karena harus menjaga jarak dengan orang yang kita sayang. Karena Rania sudah menganggap Hilmi seperti abangnya sendiri, sama seperti Reno. Bahkan dulu ia sering bersikap manja pada Hilmi.
Sebenarnya ia bisa saja melawan gadis-gadis itu, tetapi ia tak ingin memperpanjang masalah setelah tau apa sebenarnya yang menjadi penyebab mereka itu mendatanginya. Dan kini, Rania menjalani kehidupannya tanpa ada lagi gangguan dan candaan yang terasa menyenangkan bersama Hilmi.
...~@~...
Rania tersenyum saat memasuki mesjid karena ia melihat Bu Karin, pelanggan tetap butiknya yang tinggal tak jauh dari tempat tersebut. Ia kemudian menghampirinya berbarengan dengan Yanti yang langsung menyalami wanita paruh baya itu.
“Assalamu’alaikum, bu” ujar mereka berdua dengan ramah.
“wa’alaikumsalam. Tumben Cuma berdua, Dini nggak ikut?”
“oh,, nggak bu. Dia lagi nggak shalat” jawab Yanti ramah.
“ohh” respon bu Karin sambil mengangguk pelan. “ya udah. Ayo kita ke saff depan”ajaknya yang kemudian melangkah ke barisan depan menyamakan saff.
Shalat berjamaah dimulai hingga berakhir setelah rakaat ketiga. Para jamaah pun berdzikir kemudian merapat mendengar tausiyah jelang isya yang disampaikan oleh Ustadz yang bernama Arifin.
Rania dan Yanti menyimak dengan serius apa yang disampaikan ustadz Arifin. Setelah Shalat Isya mereka kembali ke butik, namun mampir dulu untuk membeli makanan.
Mereka mampir ke tempat penjual nasi goreng di pinggir jalan. Langganan mereka.
Memang hanya pedagang kaki lima, tapi Nasi goreng disana sangat enak sehingga banyak yang suka dan sudah menjadi pelanggan tetap.
Namanya, Pak Agus. Penjual sekaligus pelopor kedai nasi goreng tersebut.
“Assalamu’alaikum Pak Agus. Nasi gorengnya 5 ya Pak. Seperti biasa” ujar Rania sekaligus memesan makanannya.
“Wa’alaikumsalam. Oke,, siap mbak Yanti, mbak Rani. Silahkan duduk dulu sembari menunggu” jawabnya ramah yang kemudian kembali ke tempat memasak.
“ehh, Lihat deh Ran anaknya lucu banget.” ujar Yanti saat melihat seorang anak kecil yang tengah berjalan-jalan di depan mereka.
“iya yah." Jawab Rania sambil memandang sekelilingnya. "Kayaknya anak mbak yang itu deh.” Rania mengacungkan sedikit telunjuknya dan mengarahkan ke meja yang tidak jauh dari mereka.
Yanti mengangguk mengiyakan. “kayanya bener. Agak mirip juga. Ihh, gemes aku loh. Jadi pengen nyubit.”
“kamu, ada-ada aja Yan..” Rania terkekeh mendengar penuturan sahabatnya itu.
Saat tengah asik menunggu pesanan, tiba-tiba saja anak kecil tadi tersandung kakinya sendiri. Ia terjatuh di hadapan Rania dan Yanti, yang membuat hati Rani tersentuh dan segera menggendongnya.
“Astaghfirullah,,,,” ucap mereka berdua yang diikuti oleh Rania yang menggendongnya.
Seorang wanita cantik berhijab yang tadi diperkirakan Rania adalah ibu si bocah segera berlari menghampiri mereka.
"Cup cup cup,” Rania berusaha menghentikan tangisnya.
“duh, sayang. Kasihan” ucapnya sambil mengelus pantat si kecil itu. Kemudian ia menyerahkannya kepada sang ibu dari balita tersebut.
“sayang. Kasihan anak Bunda. cup cup cup,,, jangan nangis ya, pinter.” Ucapnya sembari menepuk-nepuk pantat anaknya.
“makasih ya mbak. Maaf juga udah ngerepotin.” Ujarnya pada Rania dengan ekspresi yang tidak enak.
“iya,mbak. Sama-sama. Nggak ngerepotin juga.”
Sementara itu, Pak Agus yang sudah selesai dengan pesanan Rania dan Yanti, mengantarkannya ke mereka.
“ini, mbak Rani, mbak Yanti.” Pak Agus menyerahkan dua kantong kresek berukuran sedang yang berisi 5 bungkus nasi goreng. Yanti mengambilnya dan mebayarnya.
“makasih ya pak.” Ucapnya dengan sedikit tersenyum.
“iya, mbak. Sama-sama. Oh,iya. Mbak Rani kelihatan benget keibuannya tadi.”
Puji Pak Agus dengan sedikit kekehan, yang membuat Rania tersenyum kikuk.
“iya, pak. Bener banget. udah pas lah ya buat jadi ibu.” Yanti ikut menimpali dengan meledekinya.
“ah, nggak. Ada-ada aja kamu, Yanti. udah Pak. Nggak usah didengerin. Kami permisi ya, Pak. Assalamu’alaikum” ia pun menarik pelan tangan Yanti.
...~@~...
Sebuah mobil berhenti di depan pagar sebuah rumah minimalis. Pintu penumpang bagian depan terbuka, memperlihatkan seorang gadis cantik berhijab yg kemudian melambaikan tangannya ke seseorang di kursi kemudi.
Sesaat kemudian mobil itu berlalu meninggalkannya yang kemudian masuk ke rumah tersebut.
Rania, gadis itu baru saja pulang bekerja. Ia baru menutup butik setelah makan malam tadi bersama keempat rekannya. Karena memang kebetulan hari ini sedang banyak orderan. Sehingga mereka harus menambah jam kerja.
Gadis 23 tahun itu memasuki rumah setelah membaca salam. Hanya ada Clara, adik bungsunya yang sedang bersantai sambil menonton TV, juga Asisten Rumah Tangganya yang merangkap menjadi pengasuh mereka sejak kecil, terlihat sedang mengerjakan sesuatu di ruang belakang yang terhubung dengan dapur.
“Assalamu’alaikum Ra, Bi” Ucapnya yang kemudian mendudukan dirinya di Sofa.
“Wa’alaikumussalam” jawab Clara.
“haahhhh..” ia menghela napas kasar.
“pada kemana? Kok sepi”tanya Rania setelah memperhatikan sekeliling rumah.
“Mama di kamar, ganti baju. Katanya mau bikin Pisang krispy sama Mbok Mimi. Kalau Papa ke Palembang.” Jawabnya sambil asyik mengunyah keripik kentang balado kesukaannya. Yang pasti itu bukan dibeli, tapi bikinan sang Mama.
Rania mengangguk sebagai respon dari penjelasan sang Adik. Ia kemudian meraih gelas di atas meja yang tak lain milik adiknya itu, dan meneguknya. Alhasil, Clara hanya memberi tatapan sinis pada sang kakak, karena memang sudah biasa seperti itu.
Rania hanya tersenyum tanpa dosa dan kemudian berlalu hendak ke kamarnya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara adiknya itu.
“bang Hilmi tadi kesini, katanya nyariin kakak.” Rania mengendikkan bahunya dan melanjutkan langkahnya.
Ia berjalan sambil sedikit melompat-lompat seperti anak kecil. Ia kemudian memasuki kamar dan menghempaskan diri ke kasur kesayangannya. Ia teringat bocah kecil tadi membuat sudut bibirnya tertarik ke atas.
Ia membayangkan bagaimana nanti ia menjadi seorang Ibu, memiliki anak yang cantik dan lucu. Alangkah bahagianya nanti ia dan keluarga kecilnya. Rasanya ingin sekali ia cepat-cepat mempunyai anak.
“Astaghfirullah,, ada-ada aja yang aku pikirin.” Ia kemudian bangkit dari baringannya dan berjalan ke arah lemari, kemudian meraih baju tidur lengan panjang dan membawanya ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan setelan piyama motif bunga-bunga berwarna pink dengan jilbab instan senada. Ia menggeplak kasur dan merapikannya sebelum membaringkan tubuhnya disana. Ia benar-benar lelah hari inj.
“Ya Rabb,,, semoga usaha hatiku tak sia-sia. Berilah yang terbaik untuk hamba, wahai zat Yang Maha Penyayang” doanya lagi sebelum ia benar-benar memejamkan mata.
~bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments