“Berani taruhan, Remy memasukkan cukup banyak ke dalamnya. Setiap ramuan punya rentang waktu efektif mereka. Ramuan Denise harus diminum teratur agar efeknya bertahan lebih lama. Semakin rutin kamu meminumnya, semakin kuat efeknya. Bahkan mungkin suatu hari nanti, kamu nggak perlu meminumnya lagi karena efeknya sudah permanen.”
“Kenapa tidak berpengaruh padaku? Aku makan makanan yang sama dengan Milo dan Libby, bahkan chocolate maple bar. Remy membuatkannya khusus untukku karena aku alergi kelapa.”
“Entahlah. Aku payah soal sihir apalagi soal ramuan. Aku buta sama sekali.”
Farrell mengingat-ingat ucapan Denise. “Kenapa Denise ingin kami patuh padanya? Dia bilang ingin kami membantunya mencari sesuatu. Mencari apa?”
Christo angkat bahu. “Soal itu, aku juga nggak tahu. Pastinya bukan berita baik.”
Farrell menunduk. Kepalanya terasa berat mendengar semua penjelasan Christo. “Kalau kamu tahu sebanyak ini, kenapa kamu nggak memberitahuku lebih awal?”
Christo mendengus geli. “Kamu bercanda? Kamu bahkan nggak ingat padaku, bagaimana mungkin kamu percaya pada ceritaku?”
Farrell membiarkan pikirannya terbang ke masa lalu. Dia pernah kesana bersama ayah dan ibunya. Ketika itu, Milo masih kecil. Mungkin umurnya baru dua atau tiga tahun. Farrell ingat bagaimana dia berkeliling ke sana kemari. Dia sempat kesepian di hari pertama tiba di sana. Tak ada yang menemaninya bermain. Ayah sibuk bekerja dan ibu sibuk dengan Milo. Dia pun menikmati penampilan yang disediakan. “Aku ingat kemari dan melihat atraksi di ruang makan,” Farrell tertawa geli. “Biar kutebak, itu bukan atraksi.”
“Aku nggak tahu apa yang ada dalam kepalamu, tapi kami nggak pernah mengadakan atraksi apa pun di ruang makan. Jadi, apa pun yang kamu lihat waktu itu pasti sihir.”
Farrell mengingat lagi. Ketika dia bosan, dia bertemu seorang remaja laki-laki sembilan tahun lebih tua darinya. Remaja itu menemaninya bermain berhari-hari. Farrell tak ingat namanya karena tak pernah bertanya. Dia hanya ingat kalau anak laki-laki itu memakai celana dengan rantai menjuntai ke dalam kantung. Mendadak, semuanya jadi masuk akal. Pikiran Farrell menyusun semuanya bak puzzle. Saat kepingannya lengkap, Farrell hanya bisa tersenyum. “Jadi kamu anak itu? Kukira kamu hanya pengunjung biasa sama sepertiku.”
“Waktu itu, kami nggak punya seragam. Jadi, kami bekerja mengenakan baju biasa.”
“Rantai yang masuk ke dalam sakumu, apa itu jam saku?”
Christo merogoh ke dalam kantung vest yang dia kenakan. Tangannya mengeluarkan jam saku bulat. Besarnya pas dengan genggaman tangan. Terbuat dari logam kelabu. Bagian tepinya berukiran lengkung sederhana. Penutupnya berupa kaca bening disertai ukiran logam matahari dan bulan. Christo menunjukkan bagian belakangnya dimana nama ‘Alan’ tertulis dengan tinta hitam. “Punya ayahmu. Dia memberikannya padaku.”
Farrell hanya bisa tersenyum lagi. Ayah mengelola Eden’s Lodge hinga mencapai masa keemasan. Dia tahu ayahnya pasti tak akan suka kalau Eden’s Lodge dijual begitu saja. “Aku harus menemui paman,” kata Farrell seraya berdiri. “Aku perlu bicara dengannya.”
Di luar dugaan Farrell, Christo malah terkekeh. “Untuk apa? Pamanmu nggak akan mendengarkanmu. Pamanmu ada di sisi Denise. Percaya atau nggak, pamanmu mengajak kalian kemari karena permintaan Denise. Seperti kataku tadi, dia punya rencana jahat untuk kalian.”
“Paman nggak jahat. Dia hanya—”
“Dibutakan uang.”
“Aku harus tetap kembali untuk menolong Libby dan Milo dari Denise.”
“Dengan cara menyerahkan diri padanya?”
Mendengar itu, Farrell hanya bisa terdiam. Dia benci mengakuinya namun Christo ada benarnya. Kalau Farrell ke sana sekarang, itu sama saja menyerahkan diri pada Denise. Semuanya dijamin lebih kacau kalau dia juga ikut berada di bawah pengaruh Denise. Wanita itu pasti punya tujuan buruk sampai harus menggunakan ramuan sihir untuk mengontrol pikiran mereka.
“Aku harus mencari tahu tujuan Denise,” kata Farrell setelah diam sesaat. “Dan, aku butuh bantuan.”
Christo melemparkan senyum padanya. “Aku ada di sini untuk menolong. Selama kamu bertujuan mempertahankan Eden’s Lodge, akan kulakukan apa pun untuk membantu. Tempat itu sudah seperti rumah sendiri buatku. Nggak akan kubiarkan Denise merebutnya.”
“Kamu tahu banyak hal detil soal penginapan, kan?”
Christo mengedikkan bahu. “Tentu saja. Aku tinggal di sana sejak kecil. Aku bisa menemukan ruangan-ruangan dengan mata tertutup. Aku hafal sejarahnya dan semua perubahan yang terjadi. Gizmo juga,” dia mendongak pada si burung hantu.
“Kenapa ada jalan rahasia seperti ini?”
“Untuk melarikan diri, tentu saja. Dunia sihir lebih berbahaya. Kamu bukan hanya bisa bertemu penyihir jahat yang mau merampokmu, kamu bisa bertemu makhluk magis yang mampu menelanmu bulat-bulat. Jalan ini dibuat untuk kabur dari bahaya. Sekali digunakan, kamu harus menunggu dua puluh empat jam berikutnya untuk menggunakannya lagi. Jadi, seandainya tadi Jim Joe menemukannya pun, mereka nggak akan sanggup membukanya. Well, kecuali dengan cara paksa. Maksudku, sihir ledakan atau semacamnya. Tapi, itu akan mengaktifkan sistem keamanan lainnya.”
“Sistem keamanan?”
“Jebakan. Seperti kastil. Kami menyimpan kejutan serupa.”
“Kalau kamu tahu jalan rahasia untuk kabur dari penginapan, berarti kamu tahu jalan untuk kembali. Maksudku, seharusnya ada jalan rahasia untuk kembali juga, ‘kan? Aku nggak mungkin masuk dari pintu depan untuk mencari Denise.”
“Kamu benar-benar mau kembali sekarang? Ini hampir tengah malam.”
“Bukankah itu waktu yang tepat?”
“Tepat untuk para serigala keluar mencari makan.”
“Serigala…” gumam Farrell. Itu mengingatkannya pada artikel yang dibaca Milo. Dia bilang penginapan mereka senantiasa dikunjungi badai salju dan serigala berkeliaran. Tapi, itu di sisi dunia yang normal. “Aku sudah cukup terkejut dengan hal-hal sihir hari ini. Serigala jelas bukan berita baik apalagi serigala dunia sihir. Serigala macam apa yang berkeliaran di sekitar sini? Manusia serigala?”
“Nggak, untungnya tidak ada sarang manusia serigala di dekat sini.”
“Jadi?”
“Apa menurutmu kecoa yang bisa terbang menakutkan?” Christo bertanya begitu santai. Farrell benar-benar mendapat firasat buruk sekarang. Christo melanjutkan untuk menyatakan kalau firasat buruk itu benar. “Serigala-serigala ini bisa terbang.”
“Kamu pasti bercanda.”
“Oh, ya, tentu saja. Mereka nggak punya sayap dan nggak benar-benar terbang. Tapi, mereka bisa melompat lebih dari sepuluh meter dan sejauh lima belas meter. Penampakannya sama seperti serigala biasa kecuali mereka punya sedikit warna merah di bagian ekor. Aku dengar itu untuk menjaga tubuh mereka tetap hangat di hari bersalju.”
“Mereka nggak menyerang penginapan?”
Christo menggeleng. “Kami punya supplier khusus patung pelindung. Selama mereka berjajar di luar penginapan, serigala nggak akan berani mendekat.”
Farrell menatap ke lorong, “Ujung gua ini… Di mana pintu keluarnya?”
“Ada di sisi tebing beberapa meter di bawah penginapan.”
“Masih di dalam area yang terlindung oleh — apa tadi namanya?”
Christo mengangguk. “Tentu saja.”
“Itu berita bagus—”
“Nggak juga. Sudah hampir setahun, patung pelindung di dekat sini hancur. Pamanmu nggak mau mendengar laporanku. Dia bilang itu nggak masalah karena kita punya dua lapis patung pelindung. Jadi, aku nggak benar-benar yakin kalau kita terlindung. Jadi, aku juga nggak akan kaget kalau sebentar lagi ada serigala masuk kemari.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
dyz_be
Oo oww...
😓😓😓😓😓
2022-08-16
1