Fall Down

Christo mengatupkan mulutnya.

Milo ikut bertanya, “Kenapa banyak benda melayang di sini? Sihir? Serius?”

Christo bukannya menjawab, malah masih mengatakan hal yang sama. Sebuah peringatan. “Kalian nggak seharusnya ada di—”

“Kamu seharusnya menjawab pertanyaanku!” sahut Farrell. “Penginapan ini dulunya dikelola ayahku. Kamu bekerja cukup lama bersamanya. Tapi, Milo dan aku, anaknya, malah nggak tahu apa-apa soal sisi lain penginapan. Tempat apa ini?”

“Sisi lain Eden’s Lodge. Benar, ini dunia lain. Dan, benar. Itu semua sihir.” Christo memberikan jawaban yang akhirnya diinginkan Farrell. “Kalian nggak seharusnya ada di sini. Kalau Denise tahu, Milo dan Libby bukan hanya nggak bisa lepas dari pengaruhnya, tapi bahkan nyawa kalian bertiga akan ada dalam bahaya.”

“Tunggu sebentar! Aku perlu mencerna ini,” sahut Milo. “Libby dan aku ada dalam pengaruhnya? Pengaruh siapa? Pengaruh apa? Kenapa cuma aku dan Libby?”

“Kenapa Denise berbahaya? Siapa dia sebenarnya?” tambah Farrell.

Christo tak sempat menjawab. Dia melihat sosok Denise memasuki ruangan bersama dua pria besar. Farrell ikut berbalik. Dirinya pernah melihat kedua pria besar ini di ruang makan. Denise nampaknya bukan hanya mengenal mereka, dua pria tersebut ternyata menerima perintahnya.

“Coba lihat mereka, anak-anak! Rupanya mereka terlalu bersemangat berkeliling,” katanya pada dua pria besar tersebut. Denise menatap Farrell dan tersenyum. “Kalian nggak pantas berada di sini. Hanya mereka yang menguasai sihir layak masuk ke sini. Bukan begitu, Christo?”

Christo menempatkan posisinya di depan Eden bersaudara. “Jangan khawatir, aku akan membawa mereka kembali ke atas.”

Denise menggeleng. “Nggak, mereka akan ikut bersamaku.” Denise menjentikkan jari dan kedua bawahannya maju. “Jim, Joe, tangkap mereka! Kalian boleh pakai sedikit kekerasan. Aku harus bicara dari hati ke hati pada mereka dan juga paman mereka.”

“Tidak!” sahut Christo.

Jim menyeringai, “Minggir, kecil!” Jim mendorong bahu Christo. Itu gerakan yang pelan, tapi efeknya jauh lebih dari kelihatannya. Tubuh Christo seolah dihantam angin keras. Dia terjembab ke belakang sejauh beberapa meter dan berhenti setelah menabrak kursi kayu. Melihat itu, Farrell dan Milo hanya bisa terperangah.

Hanya sebentar.

Karena berikutnya, Joe, si pria dengan kumis, datang pada mereka. Farrell terkesiap. Dia mendorong Milo menjauh. Tangan Joe gagal menangkap salah satu dari mereka. Tentunya Joe tidak berhenti begitu saja, malah tertawa geli. Mungkin baginya ini seperti permainan. Joe memilih mengejar Milo.

Kini Jim menghampiri Farrell. Farrell menoleh ke sekeliling ruang berusaha mencari bantuan. Namun, tampaknya para tamu penginapan sudah biasa melihat hal semacam ini. Alih-alih membantu atau bersimpati, mereka malah ikut tertawa. Farrell mendadak merasa seperti berada dalam acara variety show dengan dirinya sebagai peran utama — korban.

Denise mendesah. Kedua bawahannya berputar-putar mengelilingi meja seperti anak kecil. Kejar-kejaran konyol itu harus segera dihentikan. “Milo, bukankah kamu seharusnya membantuku mencari sesuatu? Jadilah anak baik dan kemarilah! Sekarang!” pintanya.

Bagai terhipnotis, Milo berhenti mendadak. Tatapannya tidak lagi fokus. Badannya mematung. Joe terkekeh. Dia menghampiri Milo dan menangkap lengannya tanpa ada perlawanan. Lalu, dia menarik Milo ke arah Denise. Milo berjalan pelan tanpa protes.

Farrell hanya terdiam melihat itu. Jim ada di depannya. Mereka terpisahkan sebuah meja makan. Situasi ini bodoh sekaligus menakutkan baginya. Farrell tak mau tertangkap, tapi juga tak mau meninggalkan Milo. “Milo, jangan ke sana! Pergi!” serunya sambil mengawasi gerakan Jim. Milo seolah tak mendengar. Dia terus melangkah hingga berdiri di sisi Denise. “Milo!”

Masalah baru datang. Joe bergabung dengan Jim. Farrell tahu jelas dia tak punya kesempatan lari, tidak dari dua orang, apalagi dengan badan sebesar itu, dan mungkin menguasai sihir.

“Dia nggak berada dalam pengaruh sihir. Buat saja dia pingsan dan bawa kemari!” perintah Denise.

“Beres, nyonya!” Jim menyeringai.

Di saat Farrell merasa tak berdaya, dia melihat sosok putih kecil melayang di atas. Gizmo, si burung hantu, terbang mendekat. Dia melintas rendah. Secara reflek, Jim dan Joe menunduk untuk menghindar. Farrell segera berlari menjauh.

“Kamu nggak akan ke mana-mana, Farrell!” seru Denise.

Farrell menyesal menoleh ke belakang pada Denise. Dia melihat Denise mengulurkan tangan padanya. Sebuah gelombang asap hitam muncul di telapak tangannya ditemani suara mendesis. Seolah hidup, asap tersebut menggumpal dan meluncur padanya bagai lembing. Kalau tak segera menghindar, serangan itu pasti mengenainya. Tapi, mendadak Farrell merasa tubuhnya oleh. Dirinya terdorong menjauh. Tahu-tahu dia sudah terjatuh ke tanah. Ketika menoleh untuk melihat apa yang sebenarnya baru terjadi, dia merasakan darah terpercik ke pipinya.

“Christo?” Christo berdiri di depannya. Farrell tak begitu memahami kejadiannya, yang pasti Christo berhasil menghindarkannya dari bahaya. “Christo!” panggil Farrell. Ada ketakutan dalam hatinya kalau Christo terkena serangan itu ganti dirinya.

Christo tak menjawab. Pundaknya naik turun seolah sedang terengah-engah.

“Hei—” Farrell belum menyelesaikan kalimatnya. Dia mendengar suara mendesis lain. Suara mendesis tepat seperti yang didengarnya bersama serangan Denise.

“Lari!” seru Christo.

Christo berbalik dan menarik lengan Farrell, sebuah paksaan agar Farrell mengikutinya. Christo berlari ke bagian belakang ruang makan. Farrell tak punya pilihan selain ikut.

Mereka tidak sendirian. Farrell menoleh ke belakang. Serangan Denise ada di belakangnya. Untungnya, serangan ini hanya membentuk garis lurus. Denise harus menerima kalau serangannya malah menghantam dinding ketika mereka berbelok. Selain itu, masih ada Jim dan Joe ada di belakangnya. Jarak mereka tak terpaut jauh. Kedua orang itu cukup gesit dibanding dengan ukuran tubuh mereka.

Farrell menghadap depan lagi. Dia melihat sosok Christo tak jauh di depannya. Namun, dalam kegelapan lorong, sedikit sulit melihatnya dengan jelas. Hanya jas hijau neon membantunya mengikuti rute pelarian. Lorong di depan berangsur makin gelap. Cahaya lampu mulai tertinggal jauh di belakang mereka. Cahaya hanya bisa mereka dapat dari sisi kanan di mana jendela membentang sepanjang lorong.

Sesekali, ada serangan susulan dari belakang. Benar dugaan Farrell, kedua pria itu juga bisa sihir. Hempasan angin terpusat melayang mendekat. Tapi, serangan itu selalu meleset. Farrell yakin kalau Denise di belakangnya, serangan itu pasti sudah kena sasaran. Untungnya, Jim dan Joe tidak pandai membidik.

Christo meninggalkan lorong tersebut dan berbelok ke kanan sebentar, lalu ke kiri. Farrell masih mengikuti di belakangnya. Namun, tak akan lama sampai dia kehilangan Christo. Lorong ini gelap gulita. Farrell bahkan tak sanggup melihat tangannya. Ketika pendengarannya menajam, Farrell mendengar suara tawa kecil bayi dan hembusan angin sepoi di sisi kanan. Ada pula suara kepakan di atasnya. Lalu, suara klik pelan disusul suara derak samar di kejauhan.

Berikutnya, Farrell merasakan lantainya berubah jadi turunan tajam. Kakinya terpeleset. Dia pun kehilangan keseimbangan. Tangannya berontak, berusaha menggapai sekeliling. Namun hanya udara saja berhasil masuk dalam genggamannya. Kulitnya merasakan hawa dingin datang dari bawah. Farrell pun pasrah, membiarkan dirinya jatuh ditelan kegelapan.

Terpopuler

Comments

dyz_be

dyz_be

Dag dig dug
😰😰😰😰😰

2022-08-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!