Ane dan Jesica kini berada di dalam sebuah ruangan yang gelap hanya ada obor di beberapa bagian dinding. Ruangan itu sama sekali tidak memiliki jendela dan hanya memiliki satu pintu kayu terlihat jelas itu ruang
bawah tanah.
Baju yang Ane dan Jesica kenakan sedikit berantakan khusus Jesica jubahnya robek di beberapa bagian. Namun di bagian tudung sama sekali tidak tersentuh. Ane yang memakai baju berwarna putih tampak sobek dan memerah tanda bahwa ada luka yang mengeluarkan darah dibalik bajunya.
Kedua tangan gadis itu dirantai di sisi dinding batu yang dingin dan saling berhadapan satu sama lain. Dari bekas luka luka mereka
terlihat jelas itu bekas cambukan.
KRIET
Suara decitan pintu cukup keras terdengar untuk suasana ruangan yang sangat sunyi itu. Dua orang pemuda masuk kedalam ruangan
salah satunya adalah Alex. Satunya lagi pemuda berambut pirang dan memakai
topeng berwarna hitam yang menutupi hampir seluruh bagian wajahnya.
Baju berwarna putih di padu celana berwarna hitam yang dipakainya memiliki ciri khas baju seorang bangsawan terhormat. Di tangannya
memegang sebuah cambuk. Ane dan Jesica menatap orang itu dengan tatapan
ketakutan.
"Apa kalian sudah mengerti sekarang? Apa
perlakuanku kemarin terlalu lembut?"
"Ya.. ka.. kami menger... ti... ketua."
Jesica menjawab takut takut. Terlintas kembali ingatan dimana tuan mereka melayangkan cambuknya ke tubuhnya. Sangat menakutkan
sekaligus menyakitkan. Sedangkan Ane tidak menjawab dirinya larut dalam pikirannya sendiri.
"Alex lepaskan mereka. Aku tak mau tau jika
sampai ini terulang kembali aku benar benar akan membunuh mereka berdua."
Pemuda pirang yang di sebut tuan itu pergi begitu saja. Namun ia berhenti tepat di depan pintu dirinya bersemirk mengerikan dan
menolehkan kepalanya" Dan untukmu Ane bisa saja aku mengembalikan mu pada keluargamu jika aku mau." Setelah itu dia benar benar pergi.
Ane menegang seketika mendengar ancaman dari tuannya itu. Tubuhnya melemas bahkan dirinya tak memiliki tenaga untuk hanya sekedar berdiri meskipun bertumpu pada dinding dan dibantu Jesica. Alex dan Jesica
menatap iba pada Ane.
"Maafkan aku Ane, Jes hanya ini yang bisa
kulakukan untuk kalian berdua. Tuan memang benar benar keras kepala."
"Cukup Alex. Aku dan Ane tidak akan menyalahkan mu. Kami pun tau posisimu disini."
Jesica kembali menenangkan Ane. "Ane tenanglah. Jangan takut Alex dan aku akan selalu bersamamu." Memang diantara mereka
bertiga Ane lah yang paling menderita saat hidup bersama keluarganya.
Terbukti ancaman dari ketua mereka mampu membuat keringat dingin membanjiri tubuh Ane. Jesica mengerti akan ketakutan yang di
alami Ane dan untuk saat ini sia sia ia membujuk Ane.
"Alex. Bisa bantu?"
Alex menutup matanya lalu menghela nafas pelan. Dirinya menghampiri Ane dan Jesica. Digendongnya Ane ala bridal stayle.
"Kau jalanlah duluan Jes, lukamu perlu di
obati"
Jesica mengangguk dirinya sendiri berjalan dibantu seorang pelayan wanita dan Alex mengikuti di belakangnya.
"Hiks... hiks.. Alex.. aku... benar.. be.. benar.. tak.. mu... pulang."
"Aku... aku... hiks... aku.. takut... hiks."
"Sssh ketua hanya menggertak. Kau dan Jesica sudah seperti saudaraku takkan kubiarkan kalian kembali ke neraka. Sekarang tidurlah."
Ane menangis di gendongan Alex sampai akhirnya tertidur.
'Andai kalian tau ketua sebenarnya sangat menyayangi kalian terutama kau Ane. Dia takkan pernah membiarkanmu kembali ke orang tuamu.'
☆☆☆
Tok
Tok
Tok
Berlin mengetuk pintu kamar Arianda. Kemarin Arianda mengajaknya berkeliling dan minum teh bersama. Awalnya Berlin ingin menolak
namun ia merasa tak enak karena akhir akhir ini dirinya mengabaikan keberadaanvsepupunya itu karena terlalu sibuk dengan Serena.
Pintu terbuka dan menampakkan Arianda yang memakai gaun santainya dengan wajah yang berseri seri. Matanya berbinar melihat
kedatangan Berlin.
"Kakak datang. Apa kakak benar benar akan
menemani Ria sekarang?"
"Tentu saja. Sekalian kakak mau minta maaf karena akhir akhir ini kakak selalu mengabaikan Ria."
"Tidak tidak. Harusnya Ria yang minta maaf
padahal seharusnya kakak sedang menjaga Serena sekarang. Dan aku malah egois
meminta kakak menemaniku."
"Tak apa Ria. Sekarang ibu yang sedang menjaga Serena. Ibu ingin waktu bersama Serena. Kalau begitu ayo kita pergi."
Berlin mengulurkan tangannya dan disambut riang oleh Arianda. Ketika mereka berdua bersenang senang lebih tepatnya hanya Arianda, dilain tempat seseorang sedang menangis.
Ya! Kini duchess Charon entah untuk yang ke berapa kali meneteskan air matanya untuk putri bungsunya itu.
"Serena ibu sangat merindukanmu tolong bangunlah sayang. Jangan siksa ibu seperti ini."
Arianda dan Berlin sedang berada di taman bunga. Berlin berlutut di depan hamparan kebun mawar. Wajah cantiknya tertutup
beberapa helai anak rambut yang ditiup angin. Hidung kecil nan bangir miliknya asik menikmati aroma mawar yang dibawa oleh angin.
Arianda memandangnya dengan tersenyum. Sungguh ia menginginkan kasih sayang keluarga ini. Dirinya sedari kecil selalu mendapatkan apa yang ia mau termasuk kasih sayang dan perlakuan baik dari semua orang
dengan menjadi anak yang manis dan penurut.
Namun saat ia datang ke ibukota dan bertemu bahkan tinggal dengan Serena semua berubah. Serena selalu di sayang orang di
sekitarnya bahkan tanpa harus bersikap manis seperti dirinya.
Dia terlihat dapat melakukan sesuatu dengan baik tanpa usaha yang keras sedangkan dirinya, dirinya harus berusaha dengan keras.
Dia benci. Arianda benci dengan semua yang ada pada Serena.
"Arianda lihatlah mawar mawar ini sangatlah
cantik. Mereka tumbuh dengan subur dan mekar menjadi bunga yang cantik karena
kasih dan sayang para tukang kebun."
"Kakak benar dan bau harum bunganya sangat
menyegarkan."
"Aku sangat berharap Serena tumbuh baik seperti mawar-mawar ini dan kamu juga Ria."
Ria tersenyum dihadapan Berlin tapi tangannya mengepal dengan kuat hingga buku jarinya memutih.
'Kenapa? kenapa semua tentang Serena. Kenapa? Apa lebihnya Serena dari aku.'
☆☆☆
Gelap
Sunyi
Sejauh mata memandang hanya kegelapan yang tercipta. juga tidak ada satupun suara yang menyapa pendengarannya sedari tadi.
"Dimana ini?" Serena bertanya pada siapa saja yang kiranya sudi menjawab pertanyaannya dengan cuma cuma.
Serena kini tengah berdiri entah dimana dirinya pun tak tau dimana dia berada sekarang. Saat ia melihat kanan, kiri, atas dan bawah
semua hanya kegelapan.
Hingga setitik cahaya muncul. Cahaya itu makin lama makin membesar dan terang. Serena reflek melindungi matanya dengan tangan dan menutup matanya karena silau.
"Buka matamu Serena."
"Ha! Si... si.. apa?"
Serena merasa mengenal suara itu namun dirinya sedikit ragu. Suara yang sangat familiar dan dirindukannya. Serena membuka matanya
dengan sedikit keraguan. Cahaya itu perlahan memudar dan menampakkan sesosok
gadis yang amat dirindukannya.
"Lama tak jumpa Serena."
"Ba... bagai.. mana... bi... sa... Mo.. Momo."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Sri Aisyah
lo tanya kenapa ? emang lo siapa 😠😠😠😠😠😠💀💀💀💀
2022-10-14
0
Lenha oks
🆙🆙🆙🆙🆙
2020-01-20
1