Mia sudah terbangun dari tidurnya. Lehernya terasa sedikit sakit karena posisi tidurnya duduk. Ia melihat ke arah tv. Mati? Ah, mungkin mati lampu. Mia melihat ke arah kamar Haji Hamid. Masih sama. Tertutup rapat. Mia terlihat cemberut, merasa sedih karena Haji Hamid tak juga menemuinya.
"Sabar ya bu! Mia akan berusaha untuk melepaskan ibu dari bapak. Mia janji bu!" gumam Mia.
Mia masuk ke dalam kamarnya. Sebenarnya Mia ingin sekali mengetuk pintu kamar Haji Hamid, dan bertanya tentang rencana Haji Hamid. Namun sayangnya, Mia tak punya keberanian untuk itu. Hatinya ciut, Mia tak ingin disebut sebagai orang yang terlalu banyak menuntut. Apalagi Mia sudah diberi kartu ATM dengan nominal yang fantastis. Belum lagi kebaikan Haji Hamid pada kedua orang tuanya. Masih berani Mia meminta sesuatu pada Haji Hamid? Ah, Mia menyesal sudah Memint hal itu pada Haji Hamid. Pantas saja Haji Hamid sampai semarah itu padanya.
Mia meraih buku kumal yang selalu menemaninya. Menceritakan semua hal yang membuat perasaannya kacau. Seperti saat ini, Mia menulis semua penyesalannya karena permintaan konyolnya.
Hari sudah semakin gelap. Mia kelaur dari kamar. Matanya kembali mengamati kamar Haji Hamid. "Masih tertutup rapat," ucap Mia.
Pikirannya sudah kacau. Mia menjadi semakin bersalah. Namun tak bisa berbuat apa-apa. Mia duduk di meja makan. Perutnya sudah lapar, namun rasanya enggan untuk memasukkan makanan apapun ke dalam perutnya.
Beberapa kali ia melihat ke arah kamar Haji Hamid. Mata Mia mulai berkaca. Seandainya Mia memiliki keberanian untuk mengetuk pintu kamar Haji Hamid, Mia akan tahu apa yang dilakukan oleh Haji Hamid.
Tidak seperti yang Mia pikirkan, Haji Hamid sebenarnya tidak ada di kamarnya. Sejak siang tadi Haji Hamid sedang ke luar, untuk bertemu dengan pak Baskoro. Sesuai permintaan Mia, Haji Hamid sedang bernegosiasi agar pak Baskoro mau menceraikan Mia.
"Apa tujuanmu?" tanya Haji Hamid yang tersinggung saat mendengar permintaan Haji Hamid.
Bukan Haji Hamid namanya jika tak bisa mengatasi kematrean pak Baskoro.
"Mia selalu murung, dia selalu ingin tinggal bersama dengan ibunya. Tidak mungkin kan jika kau mau tinggal bersamaku? Bagaimana nasib rumah baru yang aku buat?" bujuk Haji Hamid.
Pak Baskoro sempat beberapa kali menolak. Namun setelah Haji Hamid memperlihatkan cek senilai satu milyar, tak ada lagi penolakan dari pria matre itu. Bagi Pak Baskoro apa artinya Bu Ningsih jika dibandingkan dengan rumah baru yang cukup besar dan uang senilai satu milyar. Pria matre itu berpikir kalau dengan semua hadiah dari Haji Hamid, ia bisa menikah lagi dengan wanita yang lebih muda. Bukankah itu menyenangkan hatinya? Tentu saja.
Setelah menandatangani kesepakatan dan perjanjian itu, Haji Hamid pulang dengan sangat gembira. Meskipun sebenarnya, hati kecilnya merasa tidak enak karena telag ikut campur urusan rumah tangga orang. Namun benar kata Mia, semua itu demi kebaikan bersama. Kasihan Bu Ningsih jika harus menghabiskan sisa usianya dengan pria seperti itu.
Dengan sebuah map coklat berisikan selembar kertas, Haji Hamid melenggang memasuki rumahnya. Kedatangannya disambut oleh pelukan dari Mia. Haji Hamid sangat terkejut. Ada apa dengan Mia?
"Pak Haji," ucap Mia sambil menangis.
"Kau kenapa lagi?" tanya Haji Hamid. Rasanya sangat melelahkan menghadapi Mia, baru saja ia merasa kalau sudah berhasil membuatnya bahagia dengan surat perjanjian itu. Tapi saat ini, Mia malah menangis. Apa ada permintaan yang lain lagi? Kepala Haji Hamid mulai sakit.
"Mia mau minta maaf Pak Haji. Maafin Mia ya! Mia janji tidak akan meminta apapun lagi. Mia janji. Tapi Pak Haji jangan kabur begitu," ucap Mia disela tangisnya.
Haji Hamid mengerutkan dahinya.
"Siapa yang kabur?" tanya Haji Hamid yang merasa bingung.
"Pak Haji. Mia pikir Pak Haji ada di kamar. Ternyata Pak Haji seharian ini ke luar rumah. Apa namanya kalau tidak kabur?" tanya Mia.
"Aky memang lergi dari rumah, tapi aku tidak kabur." Haji Hamid semakin kesal.
"Lalu apa namanya kalau ke luar rumah tapi tidak bilang dulu? Mia kan mikirnya Pak Haji kabur," ucap Mia.
"Miaaaaa, bagaimana aku pamit padamu kalau kau tidur dengan nyenyak di depan tv, hah?" ucap Haji Hamid.
"Jadi Pak Haji pergi dari tadi?" Mia melihat ke arah dinding. Telunjuknya terangkat untuk menghitung berapa angka yang dihabiskan oleh Haji Hamid saat ke luar rumah.
Belum selesai Mia menghitung angka-angka pada jam dinding itu, Haji Hamid segera menepis tangan Mia. "Sudah, hentikan. Pusing aku melihat semua kelakuanmu. Ini!" Haji Hamid menyerahkan sebuah map coklat itu pada Mia.
"Untuk Mia, Pak Haji?" tanya Mia yang terlihat binging.
"Iya, masa untuk tetangga?" ucap Haji Hamid kesal.
"Apa ini?" tanya Mia.
"Donat. Kau buka saja sendiri. Aku cape mau istirahat. Jangan menggangguku. Aku tidak mau kopi, teh hangat, ataupun makan malam. Aku sudah KENYANG. Kau dengar Mia?" ucap Haji Hamid dengan penuh penekanan. Tak lupa telunjuk Haji Hamid yang menunjuk hampir kena di hidung Mia membuat Mia mengannguk dengan cepat.
Haji Hamid segera masuk ke dalam kamarnya. "Alhamdulilaaaaah, akhirnya bebas juga dari Mia." Haji Hamid mengelus dadanya beberapa kali.
Sedangkan Mia masih mematung sampai melihat pintu kamar Haji Hamid tertutup dengan suara yang cukup keras. Mia melihat map yang ada di tangannya. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepalanya. Untuk menjawab rasa penasarannya, Mia segera masuk ke kamarnya untuk membuka isi map itu.
Mia membaca kata demi kata yang tertulis di atas selembar kertas itu. Air matanya tak bisa bendung saat melihat tanda tangan Pak Baskoro di atas sebuah materai.
Pak Haji, maafkan Mia. Mia sudah berburuk sangka. Mia tidak menyangka Pak Haji melakukan ini semua untuk Mia. Mia janji akan melakukan apapun untuk Pak Haji. Mia janji.
Mia memeluk kertas itu dengan sangat bahagia. Rasa syukurnya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mia segera menghubungi Bu Ningsih. Basa basi menanyakan kabar ibu dan bapaknya, kemudian bertanya keberadaan bapaknya. Saat Bu Ningsih memberi tahu kalau Pak Baskoro tidak ada di rumah, membuat Mia sangat senang. Mia segera memberi tahukan apa yang dilakukan oleh Haji Hamid. Bahagia yang sama ternyata dirasakan oleh Bu Ningsih.
"Sampaikan rasa terima kasih ibu yang sangat besar pada Pak Haji ya Mia," ucap Bi Ningsih.
"Iya Bu. Nanti Mia sampaikan." Mia menutup teleponnya.
Mia kembali mematap kertas perjanjian itu. Sampai Bu Ningsih pun tidak tahu tentang semua ini? Apa imbalan yang diberikan oleh Haji Hamid sampai Pak Baskoro dengan mudahnya menandatangani surat perjanjian ini?
Mia memijat kepalanya yang terasa sedikit sakit, namun akhirnya Mia tersenyum kembali saat melihat kertas itu. Dengan segera Mia memasukkan surat itu ke dalam map dan menyimpannya di tempat yang sangat aman. Jika saja Mia memiliki brangkas, maka sudah pasti Mia akan menyimpan surat itu di sana. Bagi Mia, itu adalah benda yang sangat berharga. Itu adalah bukti kebabasan ibunya dari setiap tekanan dan penjajahan Pak Baskoro.
Mia membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya. Menarik selimutnya dan menutup matanya. "Terima kasih, Pak Haji."
################
Tap Like jangan lupa ya Kak..
Terima kasih..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Snow Kim Barbie
TERIMA KASIH PAK HAJI HAMID 😂😂😂
2021-06-30
0
hafizh ikhwansyah
pak haji Hamid sadarlah sebelum ajal menjemput...kamu orang baik
2021-06-13
0
zheky coy
ceritanya unik,aq suka
2021-06-09
0