"Mia, bangun." Dev mengguncang bahu Mia dengan cukup keras.
"Gempaaa...." teriak Mia dan bergerak brutal.
DUGGH.. Mia tersadar dan mengusap-ngusap kepalanya.
Gelak tawa dark Haji Hamid dan Dev membuat Mia tersipu malu.
"Lain kali kalau membangunkan perempuan itu, yang lebih lembut. Jangan begitu, Dev." Mia menggerutu dengan kesal dan segera keluar dari mobil.
Haji Hamid dan Dev yang ikut turun masih tertawa melihat semua tingkah Mia yang sangat konyol. Remaja kampung yang banyak digosipkan dan dihina oleh warga sekitar, padahal menyimpan segudang prestasi. Sikapnya yang polos juga sangat menghibur. Selalu apa adanya dan membuat nyaman orang yang berada di sekitarnya.
"Mia, tunggu dulu!" cegah Haji Hamid saat Mia akan masuk ke kamarnya.
"Apa? Pak Haji belum puas ngejek Mia? Menertawakan Mia?" ucap Mia dengan wajah yang cemberut.
"Tidak. Bukan itu, Mia. Ini!" ucap Haji Hamid menyerahkan sebuah kartu ATM.
Mia membolak balikan kartu ATM yang diberikan oleh Haji Hamid. "Kenapa?" tanya Haji Hamid.
"Kartunya mana?" tanya Mia.
"Ya itu kartunya. Pinnya maksud kamu?" tanya Haji Hamid.
"Ih, ini kartu kan?" tanya Mia.
"Ya kartu. Terus?" tanya Haji Hamid semakin bingung.
"Kartu baru?" tanya Mia.
"Iya," jawb Haji Hamid.
"Pantas Mia baru lihat. Tapi kartunya mana?" tanya Mia.
Ya Tuhan, sabarkanlah hamba dari godaan manusia ini.
Dengan sabar, Haji Hamid mencari tahu maksud pertanyaan Mia.
"Mia, itu yang kamu pegang adalah kartu." Haji Hamid menunjuk kartu ATM yang dipegang Mia.
"Hapenya sebesar apa kalau kartunya sebesar ini, Pak Haji?" tanya Mia polos yang masih melihat kartu ATM itu bolak balik.
"Miaaaaa," teriak Haji Hamid.
"Eh, Pak Haji kenapa?" tanya Mia dengan terkejut.
"Itu kartu ATM. Untuk mengambil uang, bukan untuk ponselmu." Haji Hamid kesal pada Mia.
"Oh, Mia pikir ini kartu ponsel terbaru Pak Haji. Adeknya telkomsel gitu. Pantas saja Mia cari todak ada kartu kecil untuk dimasukkan ke ponselnya. Maafin Mia ya Pak Haji. Mia kan tidak tahu." Mia dengan polosnya tersenyum menatap Haji Hamid.
Haji Hamid tak menjawabnya dan lebih memilih untuk pergi meninggalkan Mia karena takut darah tingginya kumat lagi.
"Pak Haji mau kemana?" tanya Mia.
"Tidur!" Haji Hamid menjawab tanpa melihat ke arah Mia.
"Terus kartunya?" tanya Mia.
"Masukin ponsel. Biar awet!" dengus Haji Hamid.
"Ya ampun, Pak Haji pundungan ih." Mia masih berharap Haji Hamid menjelaskan perihal kartu itu.
Namin nyatanya Haji Hamid terus berlalu menuju kamarnya dan tak merespon ucapan Mia. Mia juga masuk ke dalam kamarnya. Tubuhnya cukup lelah setelah seharian berada di mobil. Pulang pergi dari rumah Haji Hamid ke kampusnya membuat Mia merasa seluruh badannya pegal.
Dalam kamar, Mia memandangi kartu ATM yang diberikan oleh Haji Hamid. Mia masih berpikir bagaimana caranya sebuah kartu sekecil dan setipis itu bisa mengambil uang. Yang Mia tahu, untuk mengambil uang itu perlu menggunakan buku tabungan. Bukan kartu kecil begitu.
Ah, semakin dipikirkan membuat kepala Mia semakin sakit. Mia menyimpan kartu itu dan segera mandi. Tak lupa baju tidur doraemon menemani malam ini. Dengan aroma sabun yang segar, Mia segera tidur.
Sementara di kamar Haji Hamid, ada suara gerutuan yang membuat Dev tertarik untuk masuk ke kamar Haji Hamid.
"Kau kenapa?" tanya Dev.
"Dia membuatku darah tinggi Dev," ucap Haji Hamid.
"Mia?" tanya Dev.
"Hemmm, siapa lagi." Haji Hamid semakin kesal saat mendengar nama Mia disebut.
"Ada apa lagi?" tanya Dev.
"Dia itu pintar, tapi kenapa harus begitu norak? Dan itu membuat tekanan darahku menjadi naik," ucap Haji Hamid.
"Apa yang dia lakukan?" tanya Dev.
Setelah Haji Hamid menceritakan semua yang terjadi, Dev tak kuat menahan tawanya.
"Sudahlah, Hamid. Dia itu memang anak kampung. Tapi percaya padaku, sekali saja kau memberi tahunya maka dia akan langsung paham. Kau tak perlu marah seperti itu." Dev membujuk Haji Hamid.
"Besok, kau jelaskan padanya soal kartu itu. Aku takut besok kolesterolku yang naik," ucap Haji Hamid yang menarik selimutnya sampai menutupi perutnya.
Dev keluar dari kamar Haji Hamid karena sebenarnya Dev juga lelah. Ia butuh istirahat. Sampai di kamarnya, Dev menatap langit-langit kamarnya. Mengingat sebentar lagi ia harus pulang. Tapi Dev merasa sangat lega saat meninggalkan Haji Hamid. Ada Mia yang akan menjaganya. Mengenal Mia lebih dalam membuatnya sangat yakin dan percaya bahwa Mia tidak akan merebut Haji Hamid. Ketulusan Mia bisa dirasakan oleh Dev.
"Mia, kau sangat polos."
Ucapan pengantar tidur itu keluar sesaat Dev sebelum benar-benar tidur.
###############
Mentari menelisik ke setiap celah rumah Haji Hamid, cahayanya menembus gorden yang masih tertutup rapat. Kehangatannya dapat dirasakan oleh setiap orang yang sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Mia yang sedang sibuk memasak, Dev masih sibuk mengatur jawdal pulangnya, sedangkan Haji Hamid sudah berkutat dengan beberapa berkasnya.
Haji Hamid kepikiran apa yang diucapkan Dev, perihal keinginannya agar bisa bercerai dengan Mia. Mungkin suatu saat nanti kalau waktunya sudah tepat, semuanya pasti akan terjadi. Haji Hamid menyiapkan beberapa asetnya sebagai harta gono gini agar setelah bercerai dengannya, Mia bisa hidup mandiri dan lebih baik.
"Dev?" ucap Haji Hamid yang melihat Dev muncul tanpa mengetuk pintu kamarnya.
"Kau terganggu?" tanya Dev.
"Sama sekali tidak. Ada apa?" tanya Haji Hamid.
"Seminggu lagi aku pulang. Aku merasa tenang walaupun kau berdua dengan Mia. Aku sudah mengenal Mia." Dev duduk di teli ranjang Haji Hamid. Sementara Haji Hamid sendiri masih duduk di kursi kerjanya.
"Kenapa secepat itu?" tanya Haji Hamid.
"Ada pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan, Hamid." Dev terlihat sedih.
"Ya sudah, nanti setelah urusanmu selesai, kau boleh ke sini lagi. Kapanpun kau mau, rumah ini selalu terbuka untukmu." Meskipun sedih, tapi Haji Hamid tak ingin memberatkan Dev untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Apa yang kau kerjakan?" tanya Dev yang melihat beberapa berkas berjejer di meja kerja Haji Hamid.
"Ini, persiapan pembagian harta gono gini buat Mia. Benar katamu, aku akan menceraikan Mia setelah dia lulus kuliah. Berbekal ilmu dan ini," Haji Hamid menunjukkan berkas itu pada Dev. "Aku yakin dia bisa bertahan dan lebih baik lagi," lanjut Dev.
"Maafkan aku jika permintaanku salah, Hamid." Dev merasa bersalah. Tak tega rasanya membayangkan Mia akan menjadi janda di usianya yang masih muda.
"Tidak. Kau tidak salah Dev. Mia berhak bahagia. Mia berhak merasakan jatuh cinta dan dicintai." Haji Hamid meyakinkan Dev agar Dev tidak merasa bersalah.
Dev mengangguk dan tersenyum senang memdengar jawaban Haji Hamid.
"Oh iya, masalah kartu itu gimana?" tanya Dev.
"Dev, jangan rusak moodku pagi ini," ucap Haji Hamid geram.
##############
Likenya jangan lupa... Yang mau vote juga terima kasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Ani_iskandar0421👻
hahhaahahaha gegara kartu aku
ngakak anjirrrr🤣🤣
2021-08-14
0
Bunda'y Zahra
kocak bngtttt
2021-07-15
0
Snow Kim Barbie
LAGI² PAK HAJI HAMID DI BIKIN DARAH TINGGI SAMA MIA, SEKARANG SOAL KARTU ATM 😅😅😅😅😅
2021-06-30
0