Sesampainya di rumah Haji Hamid, Dev masih punya unek-unek yang belum ia tuntaskan.
"Hamid, kapan kau akan menceraikan Mia?" tanya Dev.
"Apa?" tanya Haji Hamid.
"Kenapa? Kau keberatan? Kau mulai nyaman bersama dia?" Dev sudah tak sabar menahan semua kecemburuannya.
"Dev, mengertilah..." ucap Haji Hamid lirih.
"Kau yang tak mengerti aku. Aku benci semua ini." Dev lari meninggalkan Haji Hamid.
Rasa kesalnya pada Haji Hamid membuat Dev membanting pintu kamarnya sekencang mungkin, membuat Haji Hamid menatap pintu kamar yang sudah tertutup rapat itu.
"Kau tak berubah Dev," gumam Haji Hamid.
Lamanya hubungan yang terjalin diantara mereka membuat Haji Hamid tahu persis bagaimana kebiasaan Dev..
Bukan waktu yang tepat jika Haji Hamid harus membujuk Dev. Dev akan bersikap normal kembali jika emosinya sudah stabil. Dan hanya dirinya sendiri yang bisa mengembalikan moodnya.
Haji Hamid memilih untuk beristirahat di kamarnya, tanpa mengganggu Dev. Namun sebelum ke kamarnya, Haji Hamid mendekat ke arah kamar Dev dan mengetuk pintunya.
"Selamat malam dan selamat tidur, Dev." Haji Hamid berlalu meninggalkan kamar Dev.
Dev yang mendengar ucapan itu dari Haji Hamid tersenyum. "Kau masih sama seperti dulu, Hamid." Dev mengingat hubungan yang sudah selama ini terjalin. Sangat indah jika dibayangkan. Begitu banyak lika likunya, namun karena mereka selalu saling menguatkan, mereka bisa bertahan sampai saat ini.
Dalam kamar itu, Dev menerawang. Mengingat semua kebaikan dan kepolosan Mia. Meskipun dia tahu kalau dirinya hanya dimanfaatkan dalam pernikahan itu, tapi remaja cantik itu tak pernah menuntut ini dan itu. Dia juga tak pernah sekalipun menggoda Haji Hamid. Mia benar-benar menempatkan dirinya sebagai orang yang harus melayani Haji Hamid untuk kebutuhan fisiknya saja. Tak ubahnya Mia menganggap dirinya sendiri sebagai pembantu di rumah itu.
Semua yang dilakukan Mia adalah murni sebagai ucapan terima kasihnya pada Haji Hamid yang sudah menyekolahkannya dan memperbaiki rumah orang tuanya. Tak ada t tuntutan ini dan itu lagi.
Sebenarnya Mia terlalu baik untuk dijadikan bahan kecemburuannya pada Haji Hamid. Karena sumber cemburu itu berasal dari pak Baskoro, bapaknya Mia. Tapi bagaimanapun juga, jika semua ini dibiarkan, Dev takut Haji Hamid Hamid akan terpengaruhi dan mulai mencintai Mia.
Bukan hal yang sulit untuk mencintai wanita sebaik dan setulus Mia. Apalagi jika sudah mengenalnya lebih dekat. Akan mudah merasa sangat nyaman jika bersama dengan Mia. Mia selalu menjadi apa adanya dirinya. Tak pernah berlaku pura-pura baik, pura-pura suka, pura-pura ramah, atau segala bentuk kepura-puraan yang lainnya.
Wanita berusia 17 tahun itu sebentar lagi akan genap berusia 18 tahun lagi. Dev membayangkan, bagaimana kondisi mentalnya saat baru berusia 18 tahun, ia harus sudah menjadi janda? Ah, seegois apapun Dev, ia tak bisa menganiaya gadis polos seperti Mia.
Kepalanya sakit, perang batin membuatnya tak bisa tidur. Di satu sisi, ia percaya pada Mia. Merasa tak mungkin jika wanita itu bisa mengkhianatinya. Namun di sisi lain, keberadaan pak Baskoro bisa jadi boomerang untuk hubungannya. Bukan tidak mungkin jika pak Baskoro akan terus membujuk Haji Hamid agar menyentuh Mia.
Ah! Dev tidak suka membayangkan hal seperti itu. Ia tak ingin dikhinati lagi. Ia yakin akan meminta Haji Hamid untuk menceraikannya setelah Mia selesai kuliah. Itu sudah cukup untuk bekal Mia melanjutkan hidupnya jika berpisah dari Haji Hamid.
Ya, Dev akan menceritakan semua itu pada Haji Hamid besok. Dan mau tak mau, Haji hamid harus setuju dengan semua keputusannya. Soal Mia, itu urusan mudah. Mia pasti akan mengerti semua ini.
Dev mencoba untuk menyingkirkan semua pikiran buruknya. Ia berusaha untuk memejamkan matanya. Meskipun sulit, namun akhirnya Dev terlelap juga.
Sementara di rumah orang tuanya, Mia masih mengerjakan tugas-tugasnya. Berkat kecerdasan Mia dalam menyelesaikan semua tugas dengan nilai yang memuaskan, seminggu lagi Mia akan melakukan ujian.
Mia belajar dengan semangat. Mia ingin segera mendapat ijazah. Ingin melanjutkan kuliah. Seperti yang dijanjikan Dev, Mia harus kuliah setelah ia mendapat ijazah paket C itu.
Lama Mia berkutat dengan laptopnya. Padahal ibu dan bapaknya sudah tidur sejak tadi. Mia yang merasa takut karena suasana malam semakin dingin dan sunyi, segera menutup laptopnya. Membereskannya semua perlengkapan belajarnya dan naik ke atas ranjang. Tidur di samping ibunya yang sudah nyenyak dari tadi. Mia membuka informasi di ponselnya mengenai tempat kuliah yang bagus tapi murah.
Murah? Tentu, karena Haji Hamid punya yang tak ada habisnya, namun Mia tetaplah Mia. Remaja yang sederhana. Tak suka hura-hura menghabiskan uang yang bukan miliknya. Mia sudah mendapat beberapa kampus yang akan Mia tunjukkan pada Haji Hamid nanti. Lama Mia memainkan ponselnya, membuat matanya cukup lelah. Mia menyimpan ponselnya. Memeluk ibunya dan memejamkan matanya. Tak lama, akhirnya Mia tidur dengan nyenyak.
###########
Mentari pagi mulai menghangatkan tubuh Dev dan Haji Hamid di kamarnya masing-masing. Mereka mandi dan membersihkan diri. Kemudian mereka bertemu di meja makan. Seperti dugaanya, Dev sudah kembali membaik.
"Sepi ya tidak ada Mia di sini?" ucap Dev.
"Kenapa? Karena tak ada sarapan?" goda Haji Hamid.
"Bukan hanya itu, Mia selalu ramai. Rumah ini jadi lebih berisi ketika ada Mia." Dev melihat ke arah kamar Mia yang tertutup rapat.
"Sudahlah, sarapan dulu. Nih roti!" Haji Hamid memberikan sebuah roti yang sudah diberi selai coklat kesukaan Dev.
Dev menerima roti itu dan mulai memakannya sambil berpikir, kapan waktu yang tepat untuk menceritakan semua yang ada di kepalanya. Ah nanti dulu! Kini pikirannya bertolak belakang dengan hatinya. Apakah mungkin kalau Dev benar-benar menginginkan Mia bercerai dengan Haji Hamid? Siapkah dia dengan rumah yang sepi itu? Hidup hanya berdua dengan Haji Hamid? Kemudian di gerebeg dan diusir lagi dari kampung itu? Seperi saat itu? Rasanya ia tak sanggup.
"Dev, ada apa?" tanya Haji Hamid yang membuyarkan lamunannya.
"Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa Mia harus segera pulang." Dev menghentikan sarapannya dan menengok ke arah jendela.
Sudah terang dan cuaca juga cerah. Siapa thu Hamid mengerti apa maksudnya. Layaknya batin yang sudah saling terikat, Haji Hamid paham maksud Dev.
"Nanti siang aku jemput Mia, Dev. Kau tenang saja, makan saja dulu!" ucap Haji Hamid.
Dev tersenyum senang, kemudian mengangguk dan melanjutkan memakan rotinya. Sebenarnya, bahagia itu bukan karena Haji Hamid akan menjemput Mia. Tapi bahagia itu karena Haji Hamid bisa mengerti apa yang dimaksud oleh Dev tanpa mengucapkannya. Dev bahagia karena merasa Haji Hamid masih tetap seperti dulu. Begitu perhatian dan sangat peka pada dirinya.
############
Yuk likenya jangan lupa.
Terima kasih kakak2 baikssss
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Wardah Juri
semoga kalian kembali ke jalan yg benar
2022-09-14
1
mintil
aku gak pernah rela ada laki2 suka laki2
2021-08-21
0
Siti Balkis
jgn pake hji trus thor
..awalan nya jd risih baca ny jga
2021-07-05
0