Mia bangun lebih pagi dari biasanya. Hatinya sudah tak sabar ingin segera berjumpa dengan orang tuanya. Ah, tidak! Mia ingin berjumpa dengan ibunya. Pak Baskoro tak masuk dalam draft orang yang dirindukan. Semenjak menikah dengan Haji Hamid, kasih sayang seorang ayah yang dirindukan oleh Mia sudah hilang karena semua sikap dan perlakuan Haji Hamid. Suami yang tak pernah menodainya.
Betapa terkejutnya Mia ketika membuka matanya. Wanita itu mengingat kembali saat sebelum tidur. Seingatnya, Mia tidur ada saat masih mengerjakan tugas dari guru privatnya. Tapi ia terbangun dengan posisi tidur nyaman di atas ranjang empuk. Selimut yang menutupi tubuhnya dari rasa dingin itu, laptop yang sudah rapi, membuat Mia mengingat lebih keras bagaimana ia bisa tidur di sana.
"Teman curhatku?" ucap Mia. Segera terperanjat dan mencari buku kumal tempat wanita itu mencurahkan semua yang dilewati dan dirasakan dalam hari-harinya.
"Ah, ini!" Mia menemukan buku kumal itu di atas laptop yang sudah tersimpan rapi.
Tanpa memperjauh prediksi yang akan membuatnya pusing sendiri, Mia akhirnya segera membereskan rumah besar milik Haji Hamid itu. Dimulai dari kamarnya yang berukuran cukup besar, hingga ia membereskan ruang tengah dan nampak kamar Dev terbuka. Mia yang penasaran melihat ke kamar itu.
"Dev tidur di sini?" ucap Mia pelan.
Pasalnya kamar Dev hanya formalitas saja. Tak jarang Mia mendapati kamar itu kosong. Kemana lagi kalau Dev tidak tidur di kamar Haji Hamid. Untuk apa? Pasti untuk .... Ah, Mia segera menggeleng dan bergidik membayangkan apa yang terjadi saat Dev dan Haji Hamid bobok bareng.
Sudah jam enam pagi tapi Haji Hamid dan Dev belum keluar dari kamarnya. Mia sudah tak sabar untuk menanyakan acara hari ini. Rindunya yang menggebu membuat Mia merasa kalau satu jam terasa satu tahun. Lama sekali.
"Apa mungkin tidak jadi ya?" ucap Mia pelan sambil memasak untuk sarapan.
Ada rasa kecewa saat menduga kalau hari ini mereka tidak jadi ke rumah orang tuanya.
Tiba-tiba saja petir menyambar begitu keras dan membentuk kilatan yang cukup menakutkan di pagi ini. Mia segera menutup telinganya dan berjongkok. Tak lama hujan turun dengan begitu derasnya. Mia melihat ke arah jendela.
"Yaah, hujan. Ini pasti tidak jadi pulang ke rumah ibu. Maafkan Mia bu. Mia belum bisa menemui ibu." Dengan raut sedih Mia kembali memasak hingga jam tujuh pagi semuanya sudah selesai. Namun kedua pria belok itu belum ada yang keluar satu pun.
"Mereka kenapa sih? Tidak tahu apa, kalau Mia sudah rindu ibu?" Mia menghela napas dalam-dalam dan masuk ke dalam kamarnya kembali.
Baru saja sekitar sepuluh menit Mia tiduran di kamarnya, Haji Hamid memanggilnya.
"Mia," panggil Haji Hamid.
Dengan malas Mia menjawab panggilan Haji Hamid.
"Iya, Pak Haji. Masuk saja, tidak di kunci." Mia turun dari ranjangnya.
Tak lama Haji Hamid sudah masuk ke kamarnya dan siap dengan kemeja serta celana kainnya yang sangat rapi. Tak terlihat seperti pria berusia 47 tahun dan belok. Semenjak menikah dengan Mia, Haji Hamid terlihat tampil lebih fresh. Mungkin kasihan, agar Mia tidak malu mengakuinya sebagai seorang suami. Ya meskipun pada kenyataannya kalaupun Mia malu, bukan karena usianya yang sudah berumur. Namun malu karena sikap beloknya.
Namun nyatanya Mia selalu bersikap seolah tak ada apa-apa. Itu yang membuat Haji Hamid selalu bersyukur berada di samping wanita yang usianya selisih 30 tahun dengan dirinya.
"Kau belum siap?" tanya Haji Hamid saat melihat Mia masih mengenakan pakaian tidurnya.
"Memangnya jadi, Pak Haji?" tanya Mia dengan wajah ceria.
"Siapa yang bilang tidak jadi?" tanya Haji Hamid dengan mengerutkan dahinya.
"Ah, tidak! Tapi kan di luar hujan besar, Pak Haji," ucap Mia dengan melirik ke arah jendela kamarnya yang memperlihatkan air hujan turun begitu deras.
"Terus kalau hujan?" tanya Haji Hamid.
"Basah," jawab Mia.
"Apanya yang basah?" Tiba-tiba Dev masuk ke kamar Mia.
"Dev?" ucap Haji Hamid dengan penekanan pada ucapannya.
"Hujan Dev," ucap Mia sambil menunjuk ke arah jendela kamarnya.
"Oh, aku pikir ada apa." Dev keluar lagi setelah memastikan tak ada apa-apa antara Haji Hamid dan Mia.
"Cepat ganti baju. Kita naik mobil, jadi tidak akan kebasahan. Aku tunggu di meja makan," Haji Hamid keluar setelah cukup lama berdebat dengan Mia.
Mia menepuk dahinya pelan.
Kenapa aku sampai lupa kalau Pak Haji punya mobil? Pikiranku pulang ke rumah ibu naik ojek.
Dengan sangat senang, Mia segera mandi dan mengganti pakaiannya. Tak lama segera keluar dari kamarnya membawa tas dalam punggungnya.
"Mau kemana?" tanya Haji Hamid.
"Seperti mu ke gunung," ucap Dev dengan menahan tawanya.
"Ini aku bawa laptop dan buku catatan, takut ada tugas dadakan. Soalnya minggu depan ujian akhir, Pak Haji, Dev." Mia membuka tasnya dan menyimpannya di atas meja makan, kemudian mulai ikut sarapan bersama.
Dev dan Haji Hamid hanya tersenyum dan melanjutkan sarapannya. Ada rasa bangga saat melihat Mi belajar dengan sangat semangat. Tak sia-sia Haji Hamid menyekolahkannya.
Selesai sarapan, Mia ditemani oleh Haji Hamid dan Dev ke rumah orang tuanya. Dev ikut dengan alasan ingin tahu bagaimana kehidupan Mia sebelum menikah dengan Dev. Namun Mia lebih beranggapan kalau Dev cemburu saat Mia dan Haji Hamid pergi berdua ke rumah orang tua Mia.
Menikah sudah berbulan-bulan namun sampai saat ini, Mia masih belum terjamah. Sayangnya, tak ada yang tahu semua kenyataan itu. Tak sedikit ibu-ibu rumpi itu mencemooh Mia saat datang bersama Haji Hamid. Belum lagi Mia ke rumah orang tuanya ditemani Dev. Pria belok kekasih Haji Hamid itu, memang sudah berumur namun wajahnya sangat tampan. Ah, mungkin bagi Mia pria itu sangat cantik. Dalam hubungan terlarangnya itu, Dev lebih dominan sebagai seorang wanita meskipun tak menghilangkan sisi maskulinnya di beberapa tempat umum.
"Ibuuuuu..." Teriak Mia saat melihat ibunya sedang duduk di teras rumahnya bersama Pak Baskoro.
"Miaaa..." Bu Ningsih berdiri dan memeluk Mia yang ada di hadapannya. "Kau sehat Nak?" tanya Bu Ningsih.
Mia mengangguk dan segera mengusap sudut matanya yang mulai rembes.
Haji Hamid dan Dev mengikuti Mia untuk menyalami Bu Ningsih dan Pak Baskoro. "Siapa ini?" tanya Pak Baskoro.
"Ini Dev, Pak. Teman Pak Haji, teman Mia juga sekarang." Mia memperkenalkan Dev dengan cepat.
Mia tahu Haji Hamid sedikit gugup saat pak Baskoro menanyakan Dev. Mia yang sudah ancang-ancang dari rumah akhirnya bis menjawab pertanyaan menakutkan itu dengan santai.
Terima kasih Mia, kau masih mau menutupi aibku pada orang tuamu.
Haji Hamid tersenyum menatap Mia. Mia mengangguk dan tersenyum kembali pada Haji Hamid. Sedangkan Dev yang melihat kejadian itu malah kesal.
Apaan sih Mia. Aku ini pacar Hamid, bukan temannya. Hamid, kamu juga kenapa senyum-senyum ke Mia sih? Bikin kesel deh ih. Untung aku ikut. Kalau aku tidak ikut, pasti lebih dari ini.
Dev mendelik tak suka. Mungkin rasa cemburu itu tengah memburu hatinya untuk yang ke sekian kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Rahma Waty
hahahaah
2024-06-11
0
itin
mbak lekong cembokur 🤭😁😆 qiqiqiqi
2021-07-12
0
Irma Yani
hahahhaha Dave cuco deh
2021-07-09
0