Setelah sampai di rumahnya, Mia segera mencari Haji Hamid.
"Pak Haji..." teriak Mia.
"Apa?" jawab Haji Hamid.
"Eh, aku pikir tidak di sini," Mia tersenyum malu.
"Ada apa?" tanya Haji Hamid.
"Mia mau bilang terima kasih banyak. Kartu ATM uangnya banyaaaaak. Mia sampai pusing menghitung angka nolnya. heee" ucap Mia dengan polosnya.
Haji Hamid menggeleng. Tak habis pikir kalau ada manusia polos seperti Mia. "Ingat ya, uang itu untuk bayar kuliah. Kamu sudah bisa tarik tunai dan transfer?" tanya Haji Hamid.
Mia mengangguk. Bukan perkara sulit bagi Mia mempelajari hal seperti itu.
"Sudah, belajar sana!" ucap Haji Hamid.
Mia mengangguk dan segera masuk ke kamarnya. Sekali lagi, Mia membuka tasnya dan memgambil kartu ATM. Melihatnya dengan seksama. Kartu kecil dan tipis tapi berisi ratusan juta. "Sungguh ajaib," Mia berdecak kagum.
"Dev," panggil Haji Hamid saat melihat Dev baru masuk ke dalam rumah.
"Iya," jawab Dev.
"Kenapa baru masuk?" tanya Haji Hamid.
"Tadi ada telepon, aku mengangkatnya dalam mobil. Ada apa?" tanya Dev.
"Bagaimana Mia?" tanya Haji Hamid.
"Beres. Seperti yang kita tahu, dia anak yang cerdas. Aku hanya memberi tahunya satu kali, langsung bisa. Kau tenang saja! Aku jamin dia tak akan membuat darah tinggimu kumat lagi gara-gara kartu ATM." Dev terkekeh.
"Baguslah!" ucap Haji Hamid.
"Aku juga sudah pamit pada Mia. Kau tahu bagaimana tanggapannya?" tanya Dev.
Haji Hamid menggeleng.
"Dia sedih, sampai berkaca-kaca. Aku bahagia Hamid. Baru kali ini aku menemukan orang seperti Mia. Mia benar-benar menganggapku manusia." Dev tersenyum mengingat sikap Mia tadi.
"Apa kau menyukainya?" tanya Haji Hamid.
"Tentu," jawab Dev dengan sangat yakin.
"Sejak kapan?" tanya Haji Hamid dengan tegas.
Dev yang menyadari kesalah pahaman itu segera meluruskannya.
"Hamid, bagiku Mia adalah orang yang bisa mengerti kita. Kau sendiri tahu setiap orang yang tahu tentang kita, semua merasa jijik dengan keadaan kita. Hanya dia yang menerima kita. Percayalah, di sini hanya ada namamu. Tak ada yang lain." Dev menunjuk dadanya.
Haji Hamid tersenyum mendengar semua penuturan dev. Suami sah dari Mia itu menyadari, istrinya memang manusia titisan malaikat. Mau dijodohkan dengan pria tua seperti dirinya dan bertahan setelah tahu apa yang terjadi dengan keadaan suaminya. Matre? Tidak. Mia justru terkesan lebih hemat. Padahal Haji Hamid sudah memberinya fasilitas dengan bebas.
Keinginan Mia tak banyak. Hanya ingin sekolah dan membantu ibunya untuk berobat. Hanya itu saja. Tapi justru itu yang membuat Haji Hamid sangat beruntung memiliki Mia.
"Ya sudah, kau istirahat saja!" ucap Haji Hamid pada Dev.
"Tidak, aku ingin menghabiskan waktu ini bersamamu. Waktu kita tidak banyak, hanya seminggu lagi." Dev menggenggam tanga Haji Hamid.
Saling menggenggam dan saling menatap satu sama lain membuat suasana terasa sangat romantis. Sampai akhirnya DUAAARRRR..
Suara petir terdengar begitu keras dan memekik telinga. Mungkin itu pertanda kalau alam saja tidak ingin menyaksikan dua manusia itu salingb berbagi rasa.
Tak ada lagi adegan romantis. Keduanya merasa aneh, di cuaca yang cerah tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras.
"Mia?" ucap Haji Hamid.
"Ada apa dengan Mia?" tanya Dev.
"Dimana dia? Apa dia tidak takut mendengar petir itu?" tanya Haji Hamid.
"Ayo kita cek di kamarnya!" ajak Dev.
Haji Hamid dan Dev sangat terkejut melihat Mia. Anak itu sedang tidur.
"Benar-benar seperti bangkai anak itu." Dev tersenyum melihat kelakuan Mia.
Haji Hamid dan Dev kembali menutup pintu kamar Mia dan kembali ke sofa di ruang keluarga. Banyak hal yang mereka berdua bahas. Dari mulai mengenang awal rasa itu hadir, kemudian peristiwa pelik yang membuat mereka terpisah karena di usir. Sampai akhirnya mereka menemukan Mia, sebagai tumbal ide konyolnya untuk menutupi kebusukan mereka.
Bahasan baru muncul. Tanpa direncana dan sangat tiba-tiba. Ada rasa ingin tinggal bersama dengan bebas. Hanya berdua, tak ada Mia diantara mereka. Haji Hamid menyetujuinya karena memang rencana untuk menceraikan Mia sudah ada. Hanya menunggu waktu yang tepat saja.
Dev sangat bahagia saat Haji Hamid juga menginginkan hal yang sama dengan dirinya. Dev semakin yakin kalau perasaan Haji Hamid tak pernah berubah, meskipun statusnya adalah suami Mia.
##############
Hari terus berganti, waktu terus berlalu. Seminggu yang tak dinantikan ternyata harus mereka relakan. Dev akan kembali. Pergi dari rumah itu yang menyisakan Mia dan Haji Hamid.
Isak tangis dari keduanya mengiringi langkah Dev yang semakin menjauh. Perasaan sakit itu dirasakan oleh mereka semua. Bahkan Mia merasa sangat sakit. Rasanya ini sakit yang teramat. Belum pernah Mia merasa sesakit ini.
Lambaian tangan Mia membuat Dev tersenyum getir. "Selamat jalan Dev, sampai jumpa lagi lain waktu. Dadah dev, dadaaaaaah." Teriak Mia saat melihat Dev semakin menjauh.
Haji Hamid segera membungkam mulut Mia dengan tangannya.
"Jangan keras-keras. Malu tahu. Banyak yang lihat." Haji Hamid menatapnya kesal.
"Oh ya maaf Pak Haji, Mia lupa." Mia melihat ke sekelilingnya. Benar saja, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Mia menunduk merasa sangat malu.
Satu dari dua orang yang selalu menganggapnya sebagai manusia itu sudah pergi. Mia menatap Haji Hamid. Bagaimana jika suatu saat Haji Hamid juga akan meninggalkannya? Mau tidak mau Mia akan kembali pada orang tuanya. Bukan tidak mau, tapi kehadiran pak Baskoro hanya akan menyiksa dirinya lagi. Bukan hanya fisik, tapi psikisnya juga tersiksa.
Mia menelan ludahnya dengan sekuat tenaga. Sesak di dadanya semakin terasa kala mengingat pak Baskoro. Mia baru ingat kalau semalam pak Baskoro meneleponnya untuk meminta uang. Sempat menolak karena Mia tak mau seenaknya menggunakan uang pemberian Haji Hamid. Lagi pula, Haji Hamid selalu mengirim uang setiap bulannya pada pak Baskoro. Tapi selalu saja tidak cukup. Bahkan Haji Hamid mengancam akan menyiksa bu Ningsih kalau uang itu tidak segera di kirim.
Melihat Mia gelisah, Haji Hamid sempat merasa terbakar api cemburu. Sebegitu kehilangannya Mia saat Dev pergi meninggalkan mereka?
"Kau masih sedih ya karena ditinggal Dev?" tanya Haji Hamid.
"Sudah tidak, Pak Haji." Jawaban polos membuat Haji Hamid bingung.
"Lalu kenapa kau terlihat sangat gelisah seperti itu?" tanya Haji Hamid.
"Bapak, Pak Haji..." ucap Mia lirih.
"Ada apa lagi dengan bapakmu? Aku sudah mengirim uang bulanannya kemarin." Haji Hamid mendengus kesal.
"Benarkah baru kemarin?" tanya Mia.
"Iya. Ada apa memangnya?" tanya Haji Hamid.
"Pak Haji jangan bohong! Dosa tahu," ucap Mia.
"Siapa yang bohong?" tanya Haji Hamid.
"Pak Haji," jawab Mia dengan enteng.
Pak Haji sudah mulai geram.
"Aku bohong apa?" tanya Haji Hamid.
"Kirim uang ke bapak," ucap Mia.
"Dari mana kau menyimpulkan kalau aku berbohong?" tanya Haji Hamid.
"Kemarin Pak Haji tidak keluar rumah. Berarti Pak Haji tidak ke Bank atau ke mesin ATM. Ayo ngaku?" ucap Mia.
"Mia, aku mengirim uang lewat ponselku. Mobile banking," Ucap Haji Hamid menunjukkan ponselnya ke arah Mia.
Mia menatap Haji Hamid penuh tanya. Baru saja Mia tahu kalau kartu ATM itu meyimpan uang, sekarang Mia juga baru tahu kalau ponsel juga bisa mengirim uang. Melihat gelagat Mia yang tidak mengerti, Haji Hamid segera melanjutkan pembahasan tentang pak Baskoro. Haji Hamid tak ingin di tengah moodnya yang berantakan karena kepergian Dev, semakin amburadul karena pertanyaan dari Mia yang sulit di jawab oleh dirinya.
"Lupakan soal ponsel ini! Jadi bapakmu meneleponmu? Kapan?" tanya Haji Hamid.
Mia mengangguk. "Baru saja semalam bapak nelepon Mia minta dikirim uang. Kalau tidak dikirim, bapak ngancam mau menyiksa ibu, Pak Haji." Nada suara Mia yang bergetar membuat hati Haji Hamid ikht bergetar. Tak tega rasanya melihat Mia sedih seperti itu gara-gara pak Baskoro.
"Berapa yang dia minta?" tanya Haji Hamid.
"Satu juta," jawab Mia.
"Maruk sekali dia. Berikan saja padanya dan jangan kau pikirkan ancaman bapakmu itu. Aku akan menjamin semua itu." Haji Hamid meyakinkan Mia.
"Sungguh? Ah, terima kasih banyak Pak Haji." Mia terlihat sangat senang.
Haji Hamid mengangguk dan ikut senang melihat Mia yang sudah ceria kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Rahma Waty
jauhkan ibu mia dr suami tak tau diri
2024-06-11
0
UTIEE
3 anak manusia yang mengalami kekecawaan.. kepelikan hidup bersatu dalam rasa..
semoga masing2 mendapat kebahagiaan dengan cara yang benar dan diridhoi alam semesta
aamiin
🍀🌹🍀🌹🍀🌹🍀
2021-07-01
0
Siti Asmaulhusna
tp klo di kadih trus akan mengancam si Mia gmn itu si Baskoro
2021-06-19
0