Mia turun dari mobil Haji Hamid saat mobil berhenti di depan sebuah rumah besar yang sangat besar. Orang terkaya sekecamatan. Mia mengikuti langkah bapak tua itu.
"Masuklah! Ini kamarmu Mia." Haji Hamid membuka sebuah kamar yang sangat besar.
"Terima kasih Pak Haji," ucap Mia sambil masuk ke dalam kamar itu.
Sementara Haji Hamid malah berlalu meninggalkan Mia sendirian di kamar itu. Mia menatap pintu kamarnya yang sudah tertutup.
Mia bingung, meskipun tidak pernah pacaran tapi setahunya kalau sudah menikah itu mereka akan tidur satu kamar. Ya paling tidak seperti yang dilakukan oleh orang tuanya.
Mia membuka tas yang di bawa dari rumahnya. Merapikannya kemudian menyimpannya dalam sebuah lemari yang ada di sana. Selesai beres-beres, Mia duduk di depan cermin. Menatap wajahnya yang dipantulkan oleh cermin itu. Mencoba memaksa bibirnya untuk tersenyum. Mia mengikat rambutnya yang berantakan.
"Malam ini aku akan melepas harta paling berhargaku. Hartaku satu-satunya pada Pak Haji?" gumam Mia. Bergidik, mungkin karena jijik atau bahkan tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya nanti malam.
"Mia," panggil Haji Hamid.
"Iya, Pak Haji." Mia segera keluar dari kamarnya dan menghampiri Haji Hamid.
"Kamu bisa memasak?" tanya Haji Hamid.
"Bisa, Pak Haji mau saya buatkan apa?" tanya Mia.
"Apa saja asal jangan ditambah racun saja. Cari bahannya di kulkas. Besok kau belanja ke pasar ya untuk kebutuhan mingguan."
"Hehe, mana mungkin Mia meracuni masakannya. Mia tidak membawa racunnya Pak Haji." Mia mencoba mencairkan suasana hatinya. "Iya Pak Haji, besok Mia belanja ya!" lanjutnya kemudian berlalu menuju dapur untuk memasak.
Haji Hamid memperhatikan Mia yang sedang memasak. Tangan cekatannya membuat Haji Hamid tersenyum. Dalam pengamatan pria tua itu, Mia memang wanita yang sangat tulus. Tak ada beban dan air mata yang terlihat ada wajah cantik Mia. Dan Haji Hamid menyukai itu.
"Mia, kenapa kau mau menikah denganku?" tanya Haji Hamid dan mendekat pada Mia yang sedang memasak.
Mia sempat menghentikan acara memasaknya saat mendengar pertanyaan Haji Hamid, yang tak lain sudah menjadi suaminya.
"Mia, jawab!" desak Haji Hamid.
"Hidup Mia, sepenuhnya untuk membahagiakan orang tua Mia Pak Haji."
"Apa kau bahagia menikah denganku?" tanya Haji Hamid.
"Mia tahu Pak Haji baik, buktinya Bapak milih Pak Haji buat jadi suami Mia. Itu artinya, Pak Haji yang terbaik buat hidup Mia. Jadi tidak ads alasan untuk Mia tidak hidup bahagia."
Haji Hamid diam mendengar jawaban Mia. Meskipun pernikahan mereka sangat terpaksa, tapi setidaknya Mia masih bersikap sangat sopan padanya.
"Mia, kau mau minta warisan apa dariku?" tanya Haji Hamid.
"Pak Haji ini apa-apaan? Tidak baik membahas warisan, Pak Haji." Kenyataannya Mia memang tidak tertarik untuk harta yang dimiliki Haji Hamid.
"Lalu apa yang kau butuhkan dariku?"
"Mia minta Pak Haji membiayai biaya berobat Ibu. Mia ingin Ibu sembuh," ucap Mia tersenyum pada Haji Hamid.
Haji Hamid tersenyum. Mengamati setiap kata demi kata yang terucap dari mulut Mia. Anak yang berusia baru tujuh belas tahun, namun pemikirannya sangat dewasa. Remaja cantik yang hangat dan sangat tulus.
"Silahkan, Pak Haji. Semoga suka ya!" Mia menyiapkan hasil memasaknya di atas meja makan.
Haji Hamid menatap masakan yang dibuat oleh Mia. Tersenyum melihatnya, mencoba mencicipinya. Suapan demi suapan Haji Hamid nikmati sampai tak terasa menyisakan piring kotor.
"Masakanmu enak, Mia. Kau pintar sekali memasak. Belajar dari mana?"
"Lihat ibu kalau lagi masak Pak Haji."
Banyak hal yang mereka bicarakan dalam meja makan. Haji Hamid bertanya banyak hal tentang hidup Mia. Tanpa ragu dan menutup-nutupi, Mia lebih memilih untuk sangat terbuka pada Haji Hamid. Bagi Mia, suaminya berhak tahu semua yang terjadi padanya.
Haji Hamid mengangguk dan sangat mendengarkan kejujuran Mia.
"Apa kau mau sekolah lagi Mia?" tanya Haji Hamid.
"Emang bisa Pak Haji?" tanya Mia dengan sangat antusias.
"Kalau kamu mau, kenapa tidak bisa?"
"Mau Pak Haji, mau. Bayarnya mahal tidak?"
Haji Hamid menatap wanita polos itu. Padahal Mia tahu bagaimana kekayaan Haji Hamid, namun masih saja Mia bertanya biaya untuk sekolahnya. Seolah Mia takut tidak sanggup untuk membayarnya.
"Gratis, nanti kamu ikutan paket C ya!" ucap Haji Hamid.
"Mia maunya paket A, Pak Haji. Biar bagus dan super. Itu juga kalau bayarnya tidak mahal," ucapnya pelan.
"Hahaa... Kau ini, paket C itu adalah penyetaraan agar kau bisa mendapat ijazah SMA." Haji Hamid tertawa keras saat mendengar ucapan Mia yang sangat polos.
"Oh, maafkan Mia Pak Haji. Mia tidak tahu."
"Sudahlah. Kau istirahat ya! Jangan tidur terlalu malam!" ucap Haji Hamid yang mengusap kepala Mia dan meninggalkan Mia untuk masuk ke kamarnya.
Mia masih diam, melihat Haji Hamid sampai tubuhnya tak terlihat lagi. Mia mengusap kepalanya. Merasa sangat hangat, bukan antara sentuhan pria dan wanita. Tapi Mia merasa ada sentuhan kasih sayang yang belum pernah didapatkan dari pak Baskoro.
Mungkin karena usianya sudah tua, hingga Mia lebih menghormati Haji Hamid seperti menghormati ayahnya. Meskipun pada kenyataannya, sayang dan ketulusan Mia pada pak Baskoro bertepuk sebelah tangan.
Mia menarik napas dalam saat mengingat ayahnya. Air mata yang sudah berlinang itu, segera ditepisnya. Mia segera bangun dan membereskan meja makan. Mencuci piring itu hingga dapurnya kembali bersih.
Mia masuk ke dalam kamar. Sepertinya tubuhnya meminta untuk beristirahat. Mia masih bingung dengan sikap Haji Hamid yang tidak mengajaknya tidur sekamar. Tapi jujur saja, hatinya bersorak riang karena terlepas dari pria tua itu.
Namun Mia sengaja tidak mengunci pintu kamarnya. Jaga-jaga saja kalau Haji Hamid akan ke kamarnya ketika malam semakin larut. Apapun yang terjadi, Mia sudah ikhlas jika memang Haji Hamid adalah pria yang akan mengambil harta berharganya.
Sebelum tidur, Mia mengambil sebuah buku yang selalu menjadi temannya. Tak lupa cerita tentang pernikahan dan kehidupannya sebagai seorang istri, ditulisnya di sana.
Tangannya cukup pegal menulis apa yang diceritakannya dalam buku itu. Mia menyiman kembalj buku itu kemudian berbaring di atas ranjang empuk dan sangat besar itu.
"Selamat tidur, Bu!" ucap Mia sebelum tidurnya.
Mia menarik sebuah selimut untuk menutupi tubuhnya sampai batas perut. Membaca doa sebelum tidur, kemudian menutup kelopak matanya.
Tak menunggu lama, akhirnya Mia tidur dengan nyenyak. Bibirnya yang tipis itu sedikit terbuka dan menganga. Suara dengkurannya yang pelan, menemani malam Mia di rumah barunya. Dengan status yang baru, namun tidak mengubah gaya tidurnya. Mia masih bisa tidur bebas dan lebih leluasa di ranjangnya yang lebih besar dari ranjang di rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Sery
semoga pak haji baik
2022-06-03
0
Irma Yani
mudah"an pak haji nya baik
2021-07-09
0
Snow Kim Barbie
PAK HAJI HAMID BAIK SAMA MIA, BUKAN BUAYA DARAT KAH 🤔🤔🤔
2021-06-30
0