Sementara Mia melepas rindu dengan Bu Ningsih, Pak Baskoro nampak mendekati Haji Hamid. Dev yang takut dicurigai sengaja menjauhkan diri dari Haji Hamid dan membiarkan Pak Baskoro bercerita banyak hal dengan pria yang dicintainya itu.
Berpura-pura memainkan ponsel, Dev menguping apa yang mereka bicarakan. Matanya membulat sempurna saat Pak Baskoro mengajukan pertanyaan yang membuatnya sesak. Bibirnya bergetar, rasanya Dev ingin menampar Pak Baskoro yang sudah bicara seenaknya. Namun Dev harus berusaha sekuat tenaga untuk meredam emosinya. Dev tak mau jika semua rahasinya terbongkar di sana.
Apapun yang terjadi, Dev ingin hanya Mia yang tahu kisah asmaranya dengan Haji Hamid. Dev berusaha sekuat tenaga menahan rasa kesalnya namun sayangnya, stok sabarnya tak cukup untuk mendengarkan ocehan gila dari pak Baskoro.
Dev akhirnya memutuskan untuk menemui Mia dan Bu Ningsih. "Mia, boleh ikut gabung?" tanya Dev saat melihat Mia dan bu Ningsih sedang asyik bercerita.
"Boleh, Dev. Sini!" ucap Mia.
Dev mendekat dan duduk di dekat bu Ningsih.
Mia melanjutkan ceritanya dengan bu Ningsih. Berbeda dengan pak Baskoro, Mia hanya membicarakan tentang sekolahnya. Terlihat raut bahagia dari wajah Mia saat menceritakan bagaimana kisahnya saat mengikuti pembelajaran online. Bahkan Mia menunjukkan beberapa tugas di laptopnya pada bu Ningsih. Meskipun bu Ningsih tidak mengerti, namun fmterkigat mengangguk-angguk seolah paham dengan semua yang diucapkan oleh anaknya.
Dev terharu melihat kedekatan antara ibu dan anak itu. Ah, Dev jadi ingat ponsel baru yang akan diberikan pada ibunya Mia. Dev permisi untuk keluar dulu. Tak lama Dev datang kembali membawa sebuah jinjingan kecil.
"Mia, ini hadiahku buat ibumu." Dev menyerahkan jinjingan itu pada Mia. Malu rasanya jika Dev memberikan ponsel itu pada Bu Ningsih. Meskipun bu Ningsih adalah orang yang baik, tapi Dev belum begitu kenal dengan ibunya Mia.
"Wah, Dev. Terima kasih banyak ya!" ucap Mia dengan sangat girang.
Mia menyerahkan ponsel barunya pada bu Ningsih. Tak lupa ia mengajarkan bagaimana cara untuk melakukan panggilan dan menerima panggilan. Agak lama memang, namun Mia menyadari kalau ibunya sudah tak muda lagi. Susah mungkin untuk mengerti bagaimana cara penggunaan ponsel canggih itu.
Dengan sangat sabar, Mia mengajarkan bu Ningsih. Sampai akhirnya ibunya bisa menelepon dan mengangkat telepon dari Mia.
"Nak Dev, terima kasih banyak ya! Kamu baik sekali sama ibu." Bu Ningsih mengusap bahu Dev.
Tak tahu apa yang terjadi. Namun Dev merasa sentuhan di bahunya mampu menggetarkan hatinya. Perasaan terharu begitu besar menyelimuti dirinya. Tulus, penuh ketulusan. Begitulah rasa yang bisa Dev rasakan dari sentuhan Bu Ningsih.
"Ibu berterima kasih sama Mia saja. Itu hadiah yang Mia minta karena dia berhasil mendapat nilai bagus hasil dari belajarnya." Dev melempar senyum pada Mia.
Wajah cantik Mia membalas senyum Dev dengan sangat tulus. "Dev, kau sangat baik. Semua orang tahu itu," ucap Mia.
Dev tersipu. Ternyata dua wanita ini memiliki hati dan sikap yang sama. Begitu lembut dan sangat tulus. Berbeda dengan Pak Baskoro. Dev jadi ingat cerita Mia.
Pantas saja sifatnya beda. Bibitnya juga beda. Kalau Mia sih bibit unggul. Tapi kok tega ya tuh bule Jerman menyia-nyiakan anak secantik Mia.
Dev memperhatikan Mia dan bu Ningsih kembali. Gelak tawa dari pak Baskoro dan Haji Hamid mengalihkan konsentrasinya. Ia kembali mengingat pertanyaan dan bahasan yang didengarnya tadi. Matanya mendelik tak suka dengan kedekatan mereka berdua. Keakraban yang terjalin antara mertua dan menantu itu sukses membuatnya cemburu.
Waktu yang terasa begitu lama, namun terasa sangat singkat untuk Mia. Hari sudah semakin sore, hujan memang sudah reda. Namun gerimis masih ada.
"Bu, sudah sore. Mia mau pulang dulu ya!" Mia izin pulang pada bu Ningsih. Raut wajah sedih bu Ningsih membuat Mia harus menenangkan ibunya. "Nanti aku ke sini lagi ya bu! Pokoknya Mia akan lebih sering mengunjungi ibu. Lagipula ibu kan punya itu," ucap Mia menunjuk ponsel yang ada di genggaman tangan ibunya.
Bu Ningsih melihat ponselnya dan tersenyum. Mia sangat bahagia melihat senyuman ibunya. Tak lama pelukan hangat menjadi pemandangan yang sangat menyejukkan hati Dev.
"Mia, kau boleh menginap di sini dulu sementara waktu. Bukan begitu, Hamid?" tanya Dev pada Hamid.
Sebenarnya Haji Hamid tak ingin Mia menginap di rumah orang tuanya. Ada rasa takut dalam hati Haji Hamid, jika saja Mia bercerita pada bu Ningsih tentang apa yanv terjadi sebenarnya. Namun Dev yang terus mendesak dan tak tega melihat Mia yang masih rindu pada bu Ningsih, membuat Haji Hamid mengiyakan keinginan Mia.
Haji Hamid dan Dev pulang. Langkah Haji Hamid yang berat karena ketakutan itu tak lantas sirna, berbanding terbalik dengan perasaan Dev. Langkahnya sangat ringan dan terlihat sangat Bahagia. Akhirnya Dev punya waktu leluasa dengan Haji Hamid. Ada banyak hal yang harus Dev bahas.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Dev bisa lebih santai untuk bercerita pada Haji Hamid. "Aku tidak suka dengan pak Baskoro," ucap Dev memulai percakapan.
"Sama. Tak ada yang suka pada pria itu. Bapak macam apa yang bisa menjual anaknya sendiri. Ya, meskipun aku tahu kalau Mia bukan anak kandungnya. Tapi semua kelakuannya pada Mia itu benar-benar keterlaluan. Mia tidak sekolah dan harus bekerja dari pagi sampai si--" ucapan Haji Hamid terhenti saat Dev memotong.
"Cukup Hamid. Kau keterlaluan. Kau sudah janji akan menjadikan Mia hanya sebagai alat untuk menutupi hubungan kita," ucap Dev dengan nada yang cukup tinggi.
"Iya, memang itu kenyataannya. Apa yang salah?" tanya Haji Hamid.
"Yang salah adalah mulutmu yang selalu memuji dan memuja Mia. Aku tahu Mia itu anak naik. Aku tahu tanpa kau ceritakan semua itu padaku. Aku membaca catatan Mia yang ingin mengubah perasaan kita. Apa maksudnya, coba? Dan sekarang, aku dengar dari bapaknya yang songong itu. Dia minta cucu. Permintaan macam itu?" Dev berapi-api mengungkapkan semua kekecewaan dalam hatinya.
"Tolong, Dev. Mengertilah. Kau tahu apa maksudnya. Dia hanya ingin warisan. Dia butuh hartaku. Kau tahu dia matrenya sudah tingkat internasional." Haji Hamid berusaha menenangkan Dev.
Namun nyatanya Dev belum mereda. Aku jijik mendengar pak Baskoro bertanya bagaimana rasa anak gadisnya? Sudah sampai mana? Ah, aku menyesal mendengar semua itu. Aku benci pak Baskoro." Dev memlingkan wajahnya menatap jalan yang dilaluinya saat gerimis.
Dev sedih, biasanya ketika suasana seperti ini menjadi sangat romantis. Tapi kali ini, rasa kecewa membuat romantis itu beruba menjadi dramatis. Dev sakit hati ketika mengingat semua obrolan pak Baskoro dan Haji Hamid.
Haji Hamid yang paham bagaimana sifat Dev, tak ingin berdebat. Tangan kirinya memegang lembut tangan Dev. Melihat tak ada reaksi, Haji Hamid merengkuh bahu Dev. Layaknya gadis yang sedang marah dan berhasil di bujuk, Dev akhirnya menyandarkan kepalanya pada bahu Haji Hamid.
Mereka berani melakukan semua itu dengan bebas karena kaca mobilnya gelap. Jadi tak ada yang bisa melihat perbuatan mereka yang menjijikkan itu.
#############
Monmaaf, jangan bully mimin ya! Mimin juga nulisnya sambil bergidik bekalikaliii... 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Mbu'na Denok
Aku sih pengen ktwa plus pengen muntah bacanya 🤣🤣🤣 tp bagus thorr 👍👍👍
2023-01-07
0
Imam Aja
Geli sih tpi dulu ada juga itu 4 q om" sama om🤦🤢😅😅
2021-11-12
0
Irma Yani
ko w yg geli ya 😂😂😂😂
2021-07-09
0