Bagi kebanyakan orang malam pertama merulakan malam yang penuh kebahagiaan dan pengharapan. Puncak dari penantian hingga akhirnya menjadi kekasih halal di mata Sang Pemilik Janji.
Namun, tidak demikian bagi Nana. Pesta mewah yang usai membawa keresahan tersendiri bagi hatinya. Sebenarnya keyakinan itu yang belum sepenuhnya ada bagi gadis itu.
Gelapnya malam mengantarkan beberapa orang yang telah lelah seharian beraktifitas. Seharusnya malam menjadi sahabat bagi istitahat panjang akantetapi justru menjadi beban bagi Nana.
Jika seandainya boleh, ia meminta untuk hari ini saja tidak ada malam atau setidaknya bisa sedikit ditunda. Tapi apa daya, bumi terus berotasi pada porosnya yang berakibat salah satunya membelakangi matahari sehingga menjadi gelap.
Nana sadar betul akan tanggung jawab, kewajiban dan hak seorang istri. Seiring ijab qabul di pagi hari tadi maka saat itu pula sepenuhnya Nana akan menjadi tanggung jawab suaminya dan hak serta kewajiban itu sudah langsung menyertai status barunya.
Dengan gelisah gadis itu pergi ke kamar Abi dan Umi setelah membersihkan diri tapi malah diusir dengan berbagai nasehat tentang kewajiban seorang istri pada suami.
Begitu juga saat ia pergi ke kamar Uni malah mendapatkan usiran halus dari iparnya. Bahkan saat ke kamar adeknya pun yang ada malah disana dipenuhi oleh para pemuda sepupu mereka yang membuat Nana mau tak mau menyingkir.
Segala cara ia coba lakukan agar tidak segera masuk ke kamar yang ada Faz di dalamnya. Hingga akhirnya Nana berakhir di mushala rumah mereka dan menumpahkan segala keluh kesahnya.
Sesungguhnya ia sangat mengerti dan paham akan segala tanggung jawab, hak dan kewajiban seorang istri tetapi hatinya yang terus meronta meminta keyakinan hati.
Ini bukan perkara mudah baginya. Apakah harus ia yakin meyerahkan harta berharga yang menjadi harga diri tertingginya sebagai wanita. Hal yang sudah dijaganya semenjak lama, suatu kebanggaan bagi wanita yang belum menikah.
Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka setelah ini. Apakah jika ia sudah menyerah pada suaminya semua akan baik-baik saja. Apakah lelaki itu akan tetap mencintainya atau malah mencampakkannya setelah mereguk manisnya madu pada dirinya.
Segala pikiran berkecamuk terasa menghimpit kepalanya dan berakibat sesak pada dada. Nana sadar betul ia harus menyerahkan diri sepenuhnya, suka atau pun tidak, rela ataupun paksa. Statusnya sebagai istri sudah mengiringi hal itu, malah dosa yang akan ia terima jika abai akan hak suaminya.
Lama ia bermunajat pada Sang Khalik, meminta keyakinan dan keikhlasan hati dalam menerima takdirnya hingga ia dapati tangan kekar mengusap pundaknya lembut.
Nana tau betul itu siapa, wangi yang terasa asing menusuk hidungnya dan juga jemari besar yang terselip cincin pernikahan yang belum genap sehari itu menjadi petunjuk akan sosok yang berjonggok di belakangnya.
"Ayo baby, kita sholat sunah berjamaah dua rakaat" napas hangat terasa menusuk gendang telinganya meninggalkan gelenyar aneh pada saraf sekitar leher.
Faz langsung mengambil posisi depan sebagai imam yang mau tak mau diikuti oleh Nana dibelakang.
Nana sangat paham sholat apa yang kini tengah mereka lakukan. Dengan hati yang bergemuruh Nana menjadi makmum diiringi oleh suara merdu nan jernih suaminya.
Air mata terus mengalir dari pipi putih bak pualam itu. Meski sedari tadi bermunajat hatinya masih tetap berat dan belum bisa menerima seutuhnya kehadiran pria itu.
Selesai salam, berdzikir dan berdo'a Faz kembali menghadap istrinya yang berusaha menutupi wajah cantik itu. Satu tangannya terulur meminta Nana untuk menyalimnya sementara ia mencium pucuk kepala yang masih terbungkus mukena putih itu.
Tidak sampai disana, Faz meletakkan kembali tangannya di kepala Nana sembari tangan yang satu terangkat bermunajat pada Sang Khalik meminta kebaikan atas istrinya dan dirinya.
Saat selesai berdo'a Faz dengan perlahan membelai wajah halus itu dengan tangan besarnya. Seakan wajah itu bisa terbungkus dengan satu telapak tangannya.
Dengan hati-hati Faz mendekatkan wajahnya sembari membelai bibir ranum dengan warna merah cerry yang terlihat sedikit basah.
Faz mencoba memupus jarak antara ia dan istrinya hingga beberapa centi lagi yang terjadi begitu mengecewakan dirinya.
Nana mengangkat kepalanya dengan tiba-tiba dan menoleh pada arah belakang sehingga yang terjadi kepalanya membentuk hidung mancung Faz dan membuat lelaki itu meringis menahan perih.
"Ah maaf, aku tidak sengaja" ujar Nana sembari menangkup tangannya di depan wajah.
"It's okay sayang, ayo sekarang kita pindah ke kamar" sergah Faz yang kini mulai mengambil tangan Nana yang juga langsung dihindari gadis itu.
"Ah kamu duluan saja, aku akan mengambil kompresan dulu" sergah Nana yang langsung melipat mukena secepat mungkin.
Gadis itu berjalan tergesa menuju dapur dan menyibukkan diri disana. Nana sengaja mengulur waktu agar ia tidak harus berduaan dengan suaminya.
Apapaun dia lakukan di dapur, dari mencuci piring yang sudah bersih, mengelap semua permukaan dapur, menyapu, menghangatkan makanan, hingga membuat minuman teh chammomile untuk dirinya sendiri agar lebih tenang.
Sudah hampir dua jam Nana berada di dapur. Berharap suaminya akan segera tidur dan selanjutnya mungkin ia akan tidur di mushola dengan alasan ketiduran. Itulah rencana yang terpikirkan saat ini oleh otaknya.
"Ehm, ehm.. baby, berapa lama lagi kamu akan berada di dapur, bukankah tadi kamu mengatakan akan mengambilkan kompresan tapi sampai hidungku membaik kompresannya tak kunjung datang" seru suara bariton yang tiba-tiba mengagetkan Nana yang tengah menyeduh teh nya.
"Astaghfirullah..." kaget Nana yang mendapati lelaki itu tengah berdiri tepat di belakangnya.
"Ma.. ma.. maafkan aku, aku begitu terhanyut saat mendapati dapur yang begitu kotor hingga tanpa sengaja terus membersihkannya sampai lupa waktu" tunduk Nana yang menunduk menghindari kontak mata.
"Sudahlah, ayo sekarang kita ke kamar. Aku akan membawakan teh ini jika tidak kamu akan beralasan lagi" ujar pria yang kini mati-matian meredam kekesalannya.
Dengan terus merunduk Nana diikuti langkah suaminya menuju kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa. Sangat romantis dengan wangi bunga mawar dan hiasan dua angsa yang membentuk tanda hati.
Beberapa karangan bunga cantik juga tersusun rapi di sudut ruangan dan di atas meja sofa sehingga semakin lengkap suasana romantis yang diciptakan.
"Duduk" titah Faz yang diikuti oleh Nana masih dengan wajah merunduk.
"Lihat aku" satu kalimat tegas yang keluar dari mulut Faz yang membuat Nana tidak bergeming dan terus menunduk.
"Husna Az Zahrah Hamdan, angkat kepala dan lihatlah suamimu" kali ini suara Faz lebih tegas dan membuat Nana terperanjak kaget.
Mau tak mau Nana mengangkat perlahan kepala yang terasa berat seakan terhimpit berton karung besar. Dengan gerakan samar ia menyusut air mata yang tanpa diminta jatuh dari mata indahnya.
Melihat raut ketakutan dan tubuh istrinya yang bergetar bahkan beberapa kali tetesan air bening terus jatuh dari mata istrinya membuat Faz akhirnya terenyuh dan menyurutkan segala amarah dan kekesalan yang sedari tadi bercokol dihatinya.
"Heyyy sayangku, my baby, istriku tercinta ssssttth. Maafkan suami ini, maafkan sayang. Bukan maksud hatiku untuk berkata keras tetapi aku hanya menahan kekesalan sedari tadi menunggumu. Maafkan suami yang telah membuat air mata mu berderai bahkan di hari pertama kita menikah" lembut Faz sembari meraup wajah yang kini terlihat merah dan menghapus air mata yang terus jatuh tanpa permisi.
"Sayang..., look at me. Please sayang, tolong lihatlah mata ku. Aku sangat ingin menyelam di telaga bening dan tersesat di dalamnya" lembut Faz sembari mendekatkan wajah mereka dan menatap dalam pada bola mata jernih istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Lesmiaw Amoi
Nana.., maafkan aku yg iri dgn nasibmu.. 😔🙏
ditunggu lanjutan nya ya thor.. mangatz 💪🌹
2021-10-09
0