Pasrah

Setelah mengarungi mimpi indahnya bersama kasur dan bantal yang sudah lama ditinggalkan Nana terbangun dengan wajah malasnya.

"Hmmm sudah sore ternyata, mandi dulu baru sholat nanti" ujarnya pada diri sendiri.

"Hmmm dimana ya si manusia aneh dan pemaksa itu, apakah rombongan hulk itu sudah pergi ?" narasi Nana kembali.

Lantas setelah merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian gantinya, Nana berjalan menuju kamar mandi yang juga ada di kamarnya.

Rasa letih seakan hilang terbawa aliran air yang menuju pembuangan mengangkut sisa koyoran dan busa sabun mandi dari tubuh gadis itu.

Selesai dengan ritual mandi dan perawatannya Nana berjalan ke luar dengan mengenakan baju panjang dan hijab. Takut jika nanti ada orang lain di rumah mereka karena saat siang begini selalu saja ada orang berkunjung entah siapa itu.

Dengan langkah pasti Nana segera menuju dapur dan mendapati Umi yang tengah memasak di daerah kekuasaannya.

"Umi, lagi masak apa Mi ?" tanya Nana sambil menggelayuti pundak wanita yang telah melahirkannya itu.

"Ini masak daging kurma, sayur capcay dan beberapa lauk kampung untuk makan malam nanti" jawab Umi sembari tangannya masih sibuk berkutat dengan bumbu dapur.

"Kok banyak banget Mi, memang ada yang mau datang ya Mi. Siapa Mi ?" tanya Nana beruntun.

"Subhanallah Nak..., kalo nanya itu satu-satu lo, Umi bingung jawab yang mana dulu" omel Umi yang disambut cengiran anak gadisnya.

"Hehe maaf Umi" ujar Nana yang langsung sigap mengaduk caycap yang masih di atas kompor.

"Itu lo Nak, kan tamunya bareng sama kakak tadi datangnya. Nak Faz dan pegawainya masih disini, mereka ada di rumah samping" jelas Umi.

"Hah ? ngapain mereka disini Mi ?" tanya Nana bingung.

"Ya bertamu Nak, katanya ada urusan yang mau diselesaikan" jelas Umi.

"Iya, tapi kenapa harus di rumah kita Mi. Mereka kan bisa tinggal di hotel, kenapa Umi biarkan mereka nginap disini ?" tanya Nana yang tidak terima.

"Ya Allah, anak gadis yang sabar dong. Mbok ya dikawal emosinya. Ya tidak apa mereka nginap disini toh rumah kita juga bisa digunakan. Lagian kalo nginap di hotel kan harus ke kota dan Nak Faz urusannya disini. Kasihan sayang, kita harus saling membantu. Mana tau dia bakal jadi bagian dari rumah ini toh" goda Umi yang langsung dijawab kerutan dahi Nana.

"Yasudah, jangan dilipat-lipat gitu dahinya, makan dulu sana nanti bantu Umi masak lagi" titah Umi yang langsung dilaksanakan putrinya itu.

Selesai dengan makanannya Nana bergegas ke dapur dan ikut serta dengan Umi dan Uni yang sudah duluan berkecimpung di dapur. Dengan sigap Nana melakukan apa yang seharusnya ia lakukan tanpa harus mendapat instruksi dari Umi.

Memang kedua anak perempuan itu sudah terbiasa memasak sedari dulu karena mereka tidak menggaji orang untuk memasak hanya untuk urusan bersih-bersih dan mencuci serta menyetrika baju. Selebihnya mereka kerjakan sendiri bersama-sama.

Kini semua masakan sudah selesai dan tinggal di plating dan dihidang. Karena waktu magrib sudah hampir dekat, mereka memutuskan membersihkan dapur dan kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap sholat.

Seperti biasa, para lelaki memilih sholat ke mesjid yang berada di dekat rumah Nana sementara yang perempuan sholat berjamaah di rumah yang kali ini diimami oleh Nana.

Selesai sholat dan tadarus mereka menyantap makan malam yang sudah disusun dan dihidangkan dengan cantik sehingga menambah selera makan mereka yang ada di sekelilingnya.

Dengan penuh khidmat mereka diam menikmati, hanya ada denting sendok dan garpu dengan piring hingga makanan penutup dihidangkan barulah mereka mulai membuka mulut untuk berbincang ringan.

Selesai makan malam bertepatan dengan masuknya waktu Isya sehingga mereka kembali ke mesjid sementara yang wanita sholat di rumah. Jangan lupakan juga trio Herman yang sigap membersihkan meja makan dan mencuci semua peralatan makan yang kotor.

Malam yang sungguh berbeda dengan keadaan timur tengah memaksa Faz dan rombongannya beristirahat untuk menyesuaikan waktu dan tubuh sementara Nana dibawa orang tuanya masuk ke kamar gadis itu untuk berbincang hal yang penting.

"Nana, ada yang mau Abi dan Umi bicarakan dengan kakak" buka Abi yang sudah duduk di kursi belajar Nana dan menempatkannya di depan putri dan istrinya yang duduk di tepi ranjang.

"Ada apa Bi, kenapa serius sekali ?" tanya Nana yang sudah mulai was-was.

"Ada pinangan yang datang untuk kakak dari lelaki yang baik Nak" kata itu keluar dari mulut Abi sehingga membuat Nana sepersekian detik terpaku.

"Pinangan, terus kenapa Bi. Bukankah selama ini Abi dan Umi juga selalu menolak mereka ?" tanya Nana yang agak bingung.

"Kali ini berbeda Nak, dia lelaki yang baik agamanya, baik akhlaknya dan juga baik keluarganya" jelas Abi pada putri keduanya.

"Tapi Bi, Kakak belum siap Bi. Kakak..." ujar Nana yang bingung apakah harus menceritakan kisah silamnya yang terus membebani hati atau haruskan memendamnya sendiri dan menerima apapun keputusan orang tuanya.

"Katakan Nak, apapun itu kakak yang akan menjalaninya nanti. Tetapi dari apa yang Abi dan Umi lihat, dia sungguh lelaki yang baik. Umi rasa dia sangat cocok dengan kakak" sambung Umi yang membuat Nana kicep dan menarik kembali kalimat yang hendak keluar dari mulutnya.

"Kakak tidak tau Abi, Umi. Saat ini kakak sangat bingung dan kakak juga tidak tau lelaki itu siapa ?" jawab Nana yang membuat kedua orang tuanya tersenyum penuh arti.

"Lelaki itu Nak Faz sayang, dia yang melamar kakak tadi bersama kedua orang tuanya. Meskipun ayah dan ibunya tidak bisa berhadir tetapi kami sudah berbincang dan dapat Abi lihat mereka orang yang baik" jelas Abi dengan nada menyenangkan.

"Benar sekali kak, bahkan mereka begitu merasa tidak enak karena anaknya harus pergi melamar sendiri karena ingin segera menghalalkan kakak, sementara keduanya masih harus menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan di negaranya" sambung Umi yang begitu antusias.

"Kenapa Abi dan Umi bisa berpikir bahwa mereka orang yang baik, terutama Faz" telusur Nana.

"Sayang, Abi bisa lihat kesungguhan di mata Nak Faz. Dia sangat ingin menghalalkan kakak karena dia tertarik dan menyukai kakak. Nampak sekali binar cinta dimatanya untuk kakak, apalagi saat ia bercerita tentang kakak. Lelaki yang baik dia akan meminta kepada orang tua si gadis bukan malah mengajak pacaran dan kesana kemari dengan menggandengnya. Mereka akan mencari jalan yang sudah diatur dalam agama kita Nak" jelas Abi.

"Nak Faz juga lelaki yang gentle yang segera berniat baik menghalalkan bukan hanya menggantung suatu hubungan dengan dalil agama lantas menikah dengan orang lain" sambung Abi yang membuat Nana serasa tertohok. Ia sangat yakin Abi tidak tau masalah ini tetapi kenapa tiba-tiba pembicaraan itu keluar dari mulut Abinya.

"Benar sekali kak, banyak sekali pemuda yang melakukan hal itu sekarang. Tidak seharusnya menggantung hati perempuan. Jika sekiranya belum cukup mampu dalam berumah tangga lebih baik berpuasa dan memantaskan diri bukan malah memberi janji palsu" tambah Umi yang ikut menyambung pembicaraan Abi.

"Yasudah Abi Umi, kakak serahkan saja yang terbaik bagi Abi dan Umi. Kakak yakin Abi dan Umi akan memberikan yang terbaik untuk kakak. Kakak pasrah saja" akhirnya kalimat itu yang menjadi penutup pembicaraan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!