Suasana di acara pesta sangat ramai. Seluruh tamu undangan mengucap kagum dengan pasangan pengantin ini. Sungguh pasangan yang sempurna, pikirnya. Briant memasuki ruangan dan langsung menuju ke tempat Arvin berada. Akhirnya, sahabatnya kini menikah juga.
Arvin masih larut dalam kesedihannya. Menyesali semua yang ia lakukan pada Alina. Tak berdaya, iya, dirinya memang tak berdaya jika di bawah kendali papanya.
Briant memberikan ucapan selamat kepada Arvin dan memeluknya. Menepuk bahu Arvin serasa turut bahagia. Padahal, ini adalah hari yang menyedihkan baginya dan hari yang paling ia benci seumur hidupnya. Tak lupa Briant berjabat tangan dengan Erika memberikan ucapan selamat yang serupa.
Hari semakin sore, sang surya pun mulai menyembunyikan diri. Acara pesta pun selesai. Semua tamu undangan berhamburan meninggalkan lokasi.
Arvin menatap sendu dirinya dari pantulan cermin di kamar mandi salah satu kamar hotel yang telah papanya siapkan untuk menginap. Merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa membahagiakan Alina seperti janjinya. Arvin mengacak rambutnya frustasi. Membenci dirinya sendiri.
Arvin keluar kamar mandi yang sudah memakai baju tidurnya bersiap untuk istirahat . Erika yang sedari tadi sudah membersihkan diri terlebih dahulu dan merebahkan dirinya di tempat tidur, sontak terbangun dan duduk di tepi ranjang. Arvin menatap tajam Erika yang membuat Erika semakin ketakutan. Erika menggenggam jemarinya, tubuhnya bergetar.
"Kenapa menatapku seperti itu kak. Aku adalah istrimu sekarang," gumam Erika dalam hati yang seolah mengetahui bahwa Arvin sangat membencinya saat ini. Seolah paham bahwa Arvin tidak menginginkan kehadiran Erika di sini.
Bugh
Arvin melempar selimut ke arah Erika. Erika terkejut dan reflek berdiri.
"Kak, apa yang kamu lakukan? Kenapa melempar selimut kepadaku?" tanya Erika yang tak mengetahui maksud Arvin.
"Kupikir kau sudah tahu. Aku nggak mau berbagi tempat tidur denganmu. Terserah mau tidur di mana asalkan jangan tidur satu ranjang denganku. Oh iya, lebih jauh lebih baik. Atau sekalian cari kamar lain," ucap Arvin dingin dan menaiki tempat tidur. Membaringkan tubuhnya yang lelah seharian.
Erika tak percaya dengan apa yang diucapkan Arvin. Sungguh menyedihkan, di malam pertamanya setelah menikah, suaminya bahkan mencampakkannya. Erika berjalan menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Berusaha memejamkan mata untuk beristirahat.
"Aku tahu kak, kamu masih mencintai Alina. Tapi aku adalah istrimu sekarang. Setidaknya kamu memperlakukanku semestinya. Aku bahkan tidak pernah mengadu ke ayahku atas semua sikapmu ini," gumam Erika dalam hati sambil berusaha memejamkan matanya yang lelah.
"Aku ingin mencintaimu tanpa melukai siapapun kak. Aku ingin kau menjadi milikku tanpa ada orang-orang yang tersiksa. Termasuk kak Arvin dan Alina," gumamnya lagi.
Arvin maupun Erika tak ada yang bisa tidur nyenyak malam itu. Mereka masih berkutat dengan pikiran masing-masing. Arvin bahkan tak pernah membayangkan kalau kisah cintanya akan kandas dengan tragis.
"Tunggu aku Alina, setelah aku memastikan semua baik-baik saja. Aku akan menjemputmu dan tak akan melepaskanmu pergi dari sisiku," yakin Arvin dalam hatinya.
_ _ _ _ _ _ _
Lain Arvin, lain Alina. Alina memantapkan diri untuk pergi ke luar negeri dan memilih melanjutkan studinya di sana. Alina hanya ingin segera melupakan kisah cinta menyedihkan ini dan hidup seperti biasa. Ia tak ingin terperangkap oleh cinta masa lalunya yang harus ia hapus dari ingatannya.
Kenangan memang menyebalkan. Semakin berusaha melupakan justru semakin membayangi. Alina harus bisa melewati semua ini. Meskipun hatinya berteriak tak ingin kehilangan Arvin.
Rasa cinta berubah menjadi benci. Dirinya bertekad mengubur cintanya dalam-dalam. Meski hatinya tak ingin melangkah pergi. Akan semakin luka jika Alina masih berada di sini.
Membayangkan Arvin menemuinya saja membuatnya sesak. Apalagi dengan status barunya sebagai suami. Cih, kalau dia sudah memilih yang lain, ya sudahlah. Harus belajar ikhlas kan. Mungkin Alina memang bukan yang ditakdirkan untuk Arvin.
Alina mulai mengemas pakaiannya. Pergi sejauh mungkin agar Arvin tidak menemukannya. Lebih jauh lebih bagus. Dibantu dengan kakaknya yang sudah mengatur keberangkatannya. Menjadi lebih mudah baginya. Alina dikirim oleh Briant ke Jepang. Karena di sana juga ada papanya yang mengurusi bisnisnya. Jadi Briant tak perlu terlalu khawatir.
Tok...tok..tok..
"Dek, boleh kakak masuk?" tanya Briant dari balik pintu.
"Masuklah kak, tidak dikunci," balas Alina.
Briant membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Memandangi Alina yang dirasanya aneh sejak beberapa hari ini. Meski hubungan mereka tak sedekat yang seharusnya karena lamanya Briant di luar negeri, tetapi Briant harus memastikan Alina baik-baik saja.
"Ada apa kak?" suara Alina memecah keheningan. Yang sedari tadi Alina fokus dengan mengemas barang.
"Apa kau ada masalah? Ayolah, aku ini kakakmu.. Ceritalah kalau ada masalah," tanya Briant.
"Tidak kak.. Alina hanya ingin seperti kak Briant, melanjutkan studi ke luar negeri," ucapnya yang masih fokus mengemas pakaian.
"Baiklah... Jika tidak mau berbagi cerita ke kakak. Aku juga tidak bisa maksa kan," ujar Briant dan tersenyum tipis. Menatap adik tersayangnya. Meskipun ia sangat yakin kalau Alina ada masalah. Dirinya juga tidak bisa memaksa Alina untuk bercerita padanya.
"Baiklah, lanjutkan semuanya besok. Istirahatlah lebih awal," ujar Briant sembari menepuk bahu Alina. Ia bergegas meninggalkan kamar Alina.
Setelah kepergian Briant, Alina menjatuhkan dirinya di tepi ranjang. Terduduk, memang sulit bersikap sok tegar dihadapan orang lain. Menyembunyikan luka, agar hanya dirinya sendiri yang menanggungnya. Bulir-bulir air matanya kembali jatuh tanpa ia sadari. Baru sehari, rasanya seperti setahun. Kerinduan yang tiba-tiba menghampiri tanpa permisi. Cih, dasar hati yang tak tahu diuntung. Sudah disakiti masih saja merindui.
"Kak.. Aku kangen. Sedang apa ya kak Arvin sekarang. Apa sedang bermesraan dengan istri barunya? Bolehkah aku merindukanmu dalam diamku?" gumam Alina pilu.
"Bahkan sampai sekarang aku belum berani datang ke rumah kamu untuk mengambil barangku kak. Aku takut, tidak bisa melepaskanmu untuk kali ini," gumamnya lagi.
Alina merebahkan tubuhnya dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Memejamkan matanya.
Sedih boleh, tetapi jangan sampai terus-terusan terpuruk. Sambut hari esok dengan senyum ceria dan lupakan segala kesedihan hati.
Katanya, hati yang gembira adalah obat yang paling mujarab. Lupakan kegundahan hati dan bangkitlah, karena dunia masih membutuhkanmu.
Biarpun hatimu terluka, biarpun hatimu merana. Dunia tak perlu tahu akan deritamu. Simpan dan lupakan. Biarkan waktu yang akan mengikis semua kenangan. Biarkan takdir berperan sebagaimana semestinya. Ini adalah awal, di mana kamu harus tetap tegar. Senyummu masih sangat berharga, sehingga kau tak perlu bersedih karenanya.
Tunjukkan pada dunia bahwa kau mampu melewati semua ini. Intinya tetaplah tersenyum dan jangan membebani hati. Harus kuat menghadapi kenyataan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Heny Ekawati
gitu dong move on lah
2020-12-31
0
LAILI 27-12-07
Aku ngerasa sakit juga ya padahal cuma baca ceritanya aja.............
2020-09-19
0
Lia Trienda
kenapa hrs ada pertemuan????kalau akhirnya.....
2020-06-28
0