Alina turun dan menyusul Arvin, kemudian duduk di sampingnya. Mengambil teh dan meminumnya sedikit.
"Kak, kakak tinggal sendirian?" tanya Alina.
"Ada bi Narsih sama pak Kariman sayang.." jawab Arvin santai.
"Lalu, orang tua kak Arvin ke mana? Kok enggak tinggal bareng?" Selidiknya karena dari tadi tidak melihat orang tua Arvin. Hanya pembantu dan sopirnya saja.
"Aku sudah lama tidak tinggal sama mereka sayang. Aku ingin mandiri, itu saja, memangnya kenapa?" Kini Arvin memandang Alina sambil menopang dagunya.
"Yaa...gak apa-apa sih kak, tanya aja," ujarnya sambil tersenyum. Arvin pun membalas senyuman Alina.
"Nikah yukk!" ajak Arvin dengan serius.
Alina terkejut. Seketika tawa Alina pecah. Merasa lucu jika tiba-tiba membicarakan hal itu. Alina menganggap Arvin sedang mengacau.
"Kok malah ketawa. Aku serius sayang," ujar Arvin agak kesal. Alina menyeka matanya yang sedikit berair.
"Habisnya, tiba-tiba ngajak nikah sih. Lagian nih ya, nikah tu gampang apa? Alina masih muda kak. Juga masih kuliah kan, semester satu lagi. Masih jauh banget," jelasnya.
"Memangnya gak boleh ya kalau masih kuliah terus nikah?" tanya Arvin.
"Ya boleh kak..tapi kenapa tiba-tiba banget kak. Kita aja masih berapa bulan sih pacaran. Aku aja masih 18 tahun. Aku takut gak bisa ngurus keluarga dan membagi waktuku untuk kuliah," jelas Alina dengan hati-hati.
Takut bila Arvin tersinggung dan marah. Arvin hanya diam. Pikirannya menerawang, apakah benar Alina memang mencintainya. Namun, ketika Arvin mengajaknya melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi, mengapa Alina menolaknya. Arvin semakin tak mengerti. Harusnya, kebanyakan wanita inilah hal yang ditunggu. Kekasihnya melamarnya dan ingin menikahinya. Tetapi, Alina berbeda.
Arvin berdiri dan pergi meninggalkan Alina. Ia tak mengatakan sepatah katapun. Sepertinya Arvin kesal karena niat baiknya ditolak Alina. Alina yang merasakan hal ini langsung menyusul Arvin. Arvin masuk ke kamarnya dan mengunci pintunya.
"Kak, buka pintunya dong... Jangan marah gini kak," pintanya sambil mengetuk pintu kamar Arvin. Namun Arvin hanya diam tak menyahut.
"Kak... Maafin Alina. Kita bicarakan pelan-pelan ya. Alina gak mau buru-buru nikah dulu kak. Tolong ngertiin Alina juga. Alina sayang sama kak Arvin. Tolong jangan kaya gini kak," ucap Alina, matanya berkaca-kaca.
Arvin yang mendengar penjelasan Alina langsung membukakan pintunya. Alina memeluk Arvin dengan erat dan Arvin membalasnya.
"Ya sudah kalau gak mau sekarang, aku tetep nunggu kok. Tapi kamu harus tinggal disini ya.. Yang ini gak boleh nolak," ucap Arvin manja dengan tangannya yang masih memeluk Alina.
Alina hanya menghela napas. Tak tahu lagi bagaimana cara menolak permintaan Arvin. Sebenarnya, Alina sangat bahagia saat Arvin menyatakan keinginannya untuk menikahinya. Tetapi, Alina merasa belum siap jika harus menikah muda. Untuk sementara, Alina akan tinggal di sini dan pelan-pelan memberikan pengertian ke Arvin. Alina merasa tak tenang, tinggal satu atap dengan Arvin mengingat statusnya kini pacar Arvin.
"Kok melamun? Jawab dong, mau kan?" ujar Arvin membuyarkan lamunan Alina. Alina tersadar dan tersenyum cantik dihadapan Arvin.
"I-iya..tapi kak, kita tidak tidur satu ranjang kan?" tanya Alina hati-hati.
"Boleh juga itu idenya," balas Arvin dan menyengir. Alina memukul pelan dada Arvin.
"Kalau gitu aku gak setuju," balasnya sambil melipat tangannya di depan dada.
"Hehe... Kita tidur sendiri-sendiri. Apa kamu percaya padaku? Aku gak bakal macam-macam kok, janji!! Tapi beda lagi kalau...." ujar Arvin dan memutar bola matanya.
"Kalau apa?" tanya Alina penasaran.
"Kalau kamu yang minta kita tidur bareng, dengan senang hati aku mau," ucap Arvin berbisik di dekat telinga Alina yang membuat Alina geli.
"Ih... Apaan sih, jangan harap ya. Awas saja kalau berani," ucap Alina. Arvin terkikik melihat tingkah Alina yang was-was. Dirinya memang suka menggoda Alina. Karena itu terlihat lucu dan menggemaskan.
"Aku tinggal sebentar ya sayang. Mau cek beberapa dokumen di ruang kerja. Ga apa-apa kan?"
"Gak apa-apa kak..ya sudah sana," balas Alina dan mendorong Arvin agar beranjak pergi.
Arvin menuruti Alina dan langsung menuju ruang kerjanya. Alina bingung harus ngapain. Akhirnya ia memutuskan untuk menonton televisi. Alina merebahkan tubuhnya di sofa. Menikmati teh dan camilan yang sudah disiapkan oleh bi Narsih. Tiba-tiba ia teringat besok masih ada ujian. Alina harus belajar. Dan sialnya, Alina tak membawa bukunya. Alina kebingungan, ingin meminta tolong kepada Arvin untuk mengantarnya ke kost. Tetapi Arvin masih sibuk.
Alina tak ingin mengganggunya. Alina mengambil ponselnya dan menghubungi Dewi. Alina meminta Dewi mengantarkan buku untuk mata kuliah besok. Karena Alina belum bisa pulang ke kos. Untungnya, Dewi tak curiga dan menanyakan hal lain pada Alina. Dewi bergegas menuju alamat yang sudah dishare oleh Alina. Beberapa saat kemudian, suara bel berbunyi. Bi Narsih yang ingin membukakan pintunya dicegah oleh Alina dan Alina sendiri yang membukanya. Bi Narsih hanya mengangguk dan tersenyum sopan. Lalu pergi ke arah dapur menyelesaikan tugasnya.
Klek
Alina membuka pintunya. Dewi sudah berdiri di luar membawakan buku yang diminta tadi. Alina tersenyum dan mengambil buku tersebut. Dewi melihat sekeliling yang nampak asing. Karena ini bukan rumah Alina. Dewi menatap Alina dengan tatapan penasaran yang seolah meminta penjelasan. Alina yang mengerti bahasa tubuhnya meminta Dewi untuk masuk ke dalam. Namun Dewi menolaknya dan memilih duduk di teras rumah Arvin. Alina mengiyakan dan ia mengambil minum untuk mereka berdua.
"Rumah siapa Lin?" tanya Dewi.
"Mmm... A-anu.. I-itu." Alina tampak gugup dan menggigit bibir bagian bawah. Ia tak mungkin memberitahu Dewi bahwa ini rumah Arvin dan Alina akan tinggal bersamanya. Alina memutar bola matanya seolah mencari jawaban. Dewi menatap Alina dengan heran dan mengernyitkan dahinya.
"Rumah sepupu aku kok, hehe," ucap Alina gugup.
"Ya sudah, aku pulang dulu ya Lin. Keburu malam nih. Lumayan jauh juga dari kost. Kalau ada apa-apa hubungi aku lagi," pamit Dewi.
"Yahh... Kok pulang sihh. Hati-hati ya, maaf sudah ngrepotin," balas Alina.
Dewi hanya mengangguk. Ia memutar motornya, menyalakan dan pergi meninggalkan rumah Arvin. Alina menghela napasnya. Alina berbalik ingin masuk ke rumah, dan ternyata Arvin sudah berada di belakangnya dan..
Bugh
Alina menabrak Arvin. Alina terkejut dengan kedatangan Arvin.
"Auw.." Alina mengusap-usap dahinya yang agak sakit.
"Siapa tadi?" tanya Arvin sambil membantu mengusap dahi Alina.
"Teman aku kak. Tadi mengantar buku. Aku mau belajar dulu, besok kan UAS," terang Alina.
"Oh... Aku temani ya," ucap Arvin dan mengarahkan tangannya mengalungkan ke pundak Alina.
Alina memutar-mutar bola matanya. Ingin menolak tapi tidak enak dengan Arvin. Seketika Arvin mengecup pipi Alina dan sontak membuat Alina terkejut.
"Lain kali jangan pakai ekspresi ini lagi. Aku gak bisa nahan buat gak cium kamu sayang," ujarnya sambil terkekeh.
"Kakak aja yang begitu nafsu. huh!" balasnya dengan jutek dan pergi meninggalkan Arvin. Arvin mengikuti Alina di belakang.
Arvin hanya bisa duduk diam memandangi Alina yang tengah sibuk membaca bukunya. Dan sesekali Arvin memainkan ponselnya. Alina masih fokus dengan pelajarannya. Arvin sangat bosan. Keputusannya untuk menemani Alina belajar sedikit disesalinya. Bukannya bisa menggoda Alina malah dicuekin dan tidak dipedulikan oleh Alina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Heny Ekawati
namax abg labil
2020-12-31
0
Laras Kasih
alina diajak nikah malah gak mau, disuruh tinggal 1 atap tanpa status resmi malah mau..nih yg gesrek sapa yak 😆😂😂
2020-11-13
3
Aminuddin Ginting
Arfin main nyosor mulu jijik gua masak baru pacaran udah cium kan nggak muhrim
2020-09-24
5