Pagi-pagi Alina sudah bangun dan membantu bi Narsih di dapur. Ia sengaja bangun pagi karena ingin menyiapkan sarapan untuk Arvin.
"Biar Alina aja yang masak bi," ucap Alina sambil mengambil alih pekerjaan itu.
" Tidak apa non. Ini sudah pekerjaan bibi. Non Alina duduk saja biar bibi yang masak," balas bi Narsih sambil mengembangkan senyumnya.
"Satu kali ini aja bi. Yaa...," ujar Alina memelas. Berharap bi Narsih mengizinkan Alina masak untuk sarapan pagi. Alina tidak enak jika hanya diam dan duduk-duduk saja. Alina disini menumpang. Tak baik jika malas-malasan. Meskipun Arvin tidak mempermasalahkan hal itu.
Arvin setelah bersiap diri, turun menuju meja makan. Melihat Alina yang memasak pagi ini membuatnya ingin menggoda Alina. Namun Alina tak menyadari kedatangan Arvin karena sibuk dengan masakannya. Arvin mendekati Alina dan tiba-tiba memeluk Alina dari belakang. Mencium tengkuk Alina sekilas. Alina terkejut dengan perlakuan Arvin yang semakin berani saja.
"Kak, jangan seperti ini. Aku lagi masak.. Nanti gosong loh," ujarnya agar Arvin melepas pelukannya.
"Tidak mau," rajuknya.
"Ya sudah, kalau sampai gosong aku gak mau nanggung. Sarapan saja sama makanan gosong," ancam Alina.
Arvin hanya terkikik melihat Alina. Sungguh kebahagiaan tersendiri bagi Arvin melihat Alina berekspresi seperti itu. Sarapan sudah jadi. Alina menata masakannya di atas meja makan. Diikuti Arvin dari belakang yang dari tadi mengikuti Alina kesana kemari seperti anak kecil yang minta digendong. Alina hanya tersenyum, dan mengabaikan Arvin.
Mereka duduk dan menikmati makanannya. Walaupun hanya nasi goreng tetapi bagi Arvin ini masakan terenak yang pernah ia coba. Bagaimana tidak, yang memasak langsung dari kekasihnya. Tentunya terasa nikmat.
"Sayang, nanti pulang kuliah aku jemput ya. Jangan kemana-mana," ucap Arvin memecah keheningan.
"Kak, boleh gak nanti aku pulang dulu ke rumah. Aku mau menjenguk mama dan kakakku. Aku sangat merindukan mereka," pinta Alina
"Aku antar sayang... Setelah pulang ke kantor ya," balas Arvin dan tersenyum pada Alina
"Tidak usah kak. Aku janji bakal balik lagi kesini. Kak Arvin sibuk saja dengan pekerjaannya. Aku hanya sebentar kok," ujar Alina.
Arvin menimang-nimang apa yang dikatakan Alina sebelum memberikan izin. Haha, lucu saja. Mereka masih pacaran tetapi seolah mereka sudah menikah dan menjadi suami istri. Yang ke mana-mana harus minta izin dulu.
"Ya sudah, kamu hati-hati ya sayang.. Kalau ada apa-apa kabarin kakak," jelasnya dan mengelus punggung tangan Alina. Alina mengangguk paham. Mereka melanjutkan sarapannya. Setelah selesai, Alina bergegas ke kamar dan bersiap diri untuk kuliah.
30 menit sudah. Alina telah siap. Alina menuruni tangga dan menghampiri Arvin yang tengah duduk di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Lalu mereka berpamitan pada bi Narsih dan Arvin melajukan mobilnya ke kampus Alina.
Jarak rumah Arvin dengan kampus lumayan jauh juga. Tetapi Arvin tidak pernah mengeluh bahkan merasa sangat senang bila bisa mengantar Alina setiap hari. Sesampainya di kampus, Alina membuka pintu mobil dan keluar. Sebelum itu, ia sudah berpamitan pada Arvin. Arvin menancapkan gasnya dan melaju menuju kantornya.
Di kantor
Setibanya di kantor, Arvin langsung menuju ruangannya. Hari ini ia lumayan sibuk. Harus menandatangani beberapa dokumen dan bertemu dengan beberapa kliennya. Saat memasuki ruangannya, Arvin terkejut karena papanya sudah berada di dalam sedang menunggunya.
"Papa...sedang apa disini?" tanya Arvin sedikit heran. Karena papanya tidak akan pernah ke kantor Arvin kalau tidak ada hal yang sangat penting.
"Dasar anak tidak tahu diuntung! Sudah cukup bermain-main belum, hah?" ucap papa Arvin yang sedang marah kepada Arvin.
"Maksud papa?" tanya Arvin karena ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan orang tuanya.
"Siapa gadis itu? Apa kamu sudah lupa dengan janjimu? Apa papa perlu mengingatkanmu lagi, Arvin Alvaro Mahardika?" ucap papanya dengan geram. Arvin terkejut, bagaimana bisa papanya tahu mengenai Alina. Apa selama ini papanya sudah memata-matai mereka. Ck, kenapa Arvin sampai tidak menyadarinya.
"Arvin tak pernah lupa pa. Tapi Arvin mohon jangan sentuh gadis yang Arvin cintai. Papa tenang saja," balasnya dengan menahan emosinya. Karena Arvin tahu, tidak akan pernah bisa menang melawan papanya.
"Cih. Papa akan urus semuanya. Sampai waktunya tiba, kamu hanya perlu meninggalkan gadis itu atau papa yang akan melenyapkannya untuk selamanya. Pilihan ada ditanganmu," ancam papanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Arvin, papanya bergegas meninggalkan ruangan Arvin. Arvin mengepalkan tangan kanannya dan menggertakkan giginya. Arvin ingin marah, tetapi itu hanya percuma saja. Papanya sungguh keras kepala dan memiliki banyak cara bila Arvin tak menuruti perkataannya. Apa yang ditakutkan Arvin selama ini menjadi kenyataan. Meskipun Arvin sudah berusaha menggagalkan rencana papanya, tetapi itu hanya sia-sia. Arvin terlanjur jatuh cinta kepada Alina. Hatinya bergemuruh, mengingat ancaman dari papanya tadi.
Arvin duduk dan menyenderkan kepalanya di sofa. memijat dahinya memikirkan cara agar Arvin tidak harus menuruti rencana papanya. Semakin memikirkan, Arvin semakin emosi. Dan tanpa sadar, tangannya bergerak membanting vas bunga yang ada di depannya.
Ina, sekretaris pribadi Arvin terkejut mendengar suara yang berasal dari ruangan atasannya. Ina bergegas menuju ruangan Arvin dan bertanya apa yang sudah terjadi. Namun, Arvin hanya diam dan memejamkan mata. Tak ingin mengganggu bosnya, Ina tak berkata lagi dan langsung membersihkan pecahan vas bunga yang sudah dibanting Arvin.
"Setelah ini, batalkan semua pertemuan dengan klien. Kamu atur dan kosongkan jadwalku hari ini. Aku tidak mau diganggu," suruhnya pada Ina. Dan ina mengangguk paham.
Di kampus
Alina sedang mengerjakan tugas. Ia mengerjakan dengan tenang dan santai. Tiba-tiba, ia kepikiran Arvin. Tetapi tidak mungkin menghubunginya karena Alina beranggapan bahwa Arvin sibuk dengan pekerjaannya.
"Woi..malah melamun," buyar Sinta yang dari tadi memperhatikan Alina.
Alina tersadar dan menyengir ke arah Sinta. Kemudian melanjutkan mengerjakan tugas. Beberapa jam kemudian, Alina sudah selesai dan bergegas keluar kelas. Dewi dan Sinta menghampiri Alina yang tampak gelisah.
"Ada apa? dari tadi melamun terus?" tanya Dewi khawatir. Alina hanya diam tak menjawab pertanyaan Dewi.
"Kalau ada masalah cerita dong sama kita. Apa gunanya sahabat coba?" ketus Sinta.
Alina tersenyum mendengar ucapan Sinta. Alina meyakinkan pada mereka bahwa ia baik-baik saja. Alina bahkan tak tahu juga, kenapa ia merasa sangat gelisah. Mereka berjalan menuju kantin. Karena sudah lama tak kesana bertiga semenjak Alina berpacaran dengan Arvin. Namun, Dewi dan Sinta tak mempermasalahkan hal itu. Maklum, namanya juga lagi jatuh cinta. Pasti lupa segalanya, termasuk sahabatnya, Haha.
Setelah acara kangen-kangenannya selesai, Alina pamit pergi dulu karena sudah lama tidak pulang ke rumah. Alina sangat rindu dengan mama dan juga kakaknya itu. Namun sebelum pulang ke rumah, Alina mampir ke kost terlebih dahulu. Mengambil beberapa buku dan referensi. Ia tak mau merepotkan sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Samudra Rohul
bapak nya Arvin blom tau ajja sia
2022-08-18
0
Caroline Irawati
wah... bahaya.. hubungan Arvin dan Aline bisa terganggu nih...
2021-04-14
0
Lily
seharusnya arvin maksa alina aja trus buat nikah klau mank takut kehilangan alina
2020-04-18
1