pukul 20.00
Alina baru tiba di rumah Arvin. Awalnya tadi, Arvin menawari untuk menjemputnya, tetapi Alina menolak. Arvin menuruti Alina dan menunggunya di rumah.
Klek
Alina membuka pintu dan masuk ke dalam. Dilihatnya nampak Arvin yang tengah duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Alina menghampiri dan duduk di sampingnya. Arvin meraih pinggang Alina dan langsung memeluknya dengan erat seakan tidak mau melepasnya. Alina menatap Arvin dengan heran.
"Ada apa?" tanya Alina lembut dan mengusap punggung Arvin.
"Kangen," seru Arvin dan makin mengeratkan pelukannya.
"Bukankah setiap hari kita selalu bersama? Kenapa? apa ada masalah di kantor?" tanya Alina lagi.
"Tidak ada," balas Arvin.
Arvin menyudahi pelukannya dan menatap Alina dengan lekat. Membelai-belai rambut Alina dan tersenyum tipis. Memajukan wajahnya dan mengecup bibir Alina lama. Seolah ia tidak mau kehilangan Alina. Alina hanya diam dan membiarkan tingkah Arvin. Arvin masih menatap lekat Alina.
"Sudah ya kak... Aku mau mandi dan istirahat," serunya seraya mendorong pelan Arvin agar menjauh darinya.
"Kamu janji kan? gak bakal ninggalin aku apapun yang terjadi nanti?" tanya Arvin melembut. Alina mengerutkan dahinya tak mengerti kenapa Arvin bersikap seperti ini hari ini.
"Iya, janji kak!" seru Alina dan tersenyum tipis. Tak seperti biasanya, Arvin yang sehariannya ceria dan bahagia. Tetapi, hari ini ia mendadak lebih banyak diam daripada menggoda Alina. Alina hanya berpikir mungkin karena Arvin lagi capek dengan pekerjaannya sehingga ia bersikap manja dan posesif terhadap Alina.
Alina bergegas ke kamarnya dan bersih diri. menghilangkan penatnya dengan mandi. 30 menit kemudian, ia sudah wangi dan berjalan menuruni tangga menghampiri Arvin yang sudah menunggunya di meja makan.
Baru sampai disamping Arvin dan akan duduk, tiba-tiba lampu padam dan sontak Alina berteriak lalu memeluk Arvin dengan erat. Arvin sedikit terkejut, tetapi ia senang Alina memeluknya. Alina takut gelap, itu sebabnya ia reflek memeluk Arvin. Bi Narsih yang mendengar teriakan Alina berjalan menghampiri dengan hati-hati karena keadaan rumah yang gelap.
"Bibi akan carikan lilinnya tuan, tunggu sebentar," ujar bi Narsih sambil meraba-raba tempat di mana lilin itu disimpan.
"Tidak usah bi, bibi istirahat saja. Biar Arvin sendiri yang cari," ujar Arvin. Bi Narsih hanya menuruti dan pergi ke kamarnya untuk istirahat. Arvin hanya ingin berlama-lama berpelukan dengan Alina. Ia sengaja menyuruh pembantunya agar tidur saja.
"Jangan takut, ada aku sayang," ujar Arvin dengan lembut di dekat telinga Alina. Namun Alina malah semakin mengeratkan pelukannya. Arvin hanya pasrah. Arvin menuntun Alina berjalan menuju sofa untuk mengambil ponselnya. Dengan hati-hati karena suasana benar-benar gelap.
Tanpa sengaja kaki Arvin menyandung sofa dan mereka jatuh tepat di atas sofa. Posisi mereka kini Arvin berada di bawah dan Alina berada di atas tubuh Arvin. Alina buru-buru beranjak dari tubuh Arvin, namun Arvin menahannya agar tidak mengubah posisinya ini. Alina malu dan pipinya merona, karena ini yang pertama kalinya ia dan Arvin dalam keadaan seperti ini.
"Biarkan seperti ini sebentar saja," bisik Arvin.
"Tapi kak, aku gak nyaman seperti ini," protes Alina.
"Sebentar saja sayang..." seru Arvin lagi.
Alina mengangguk pelan dan membiarkan tubuhnya berada di atas tubuhnya Arvin. Arvin mendekap Alina. Jantungnya berdegup kencang begitu juga dengan Alina. Arvin merasakan sensasi yang berbeda pada tubuhnya. Tangan Arvin menahan tengkuk Alina dan ia mengecup bibirnya pelan. Ciuman Arvin semakin menuntut. Alina semakin tak kuasa mengimbangi ciuman Arvin. Alina berusaha menyudahi karena ia takut terjadi hal lebih. Alina memberontak, tubuhnya menggeliat ingin melepaskan diri.
Bugh
Alina dan Arvin jatuh, karena ulah Alina yang tak bisa diam. Kini keadaannya berbalik. Arvin semakin tak terkendali. Dirinya telah dikuasai oleh nafsunya. Suhu tubuhnya semakin panas dan membuat gerah keduanya. Tiba-tiba lampu menyala kembali. Alina terkejut begitu juga dengan Arvin. Arvin menyudahi ciumannya dan menatap Alina dengan lekat.
"Kak, jangan seperti ini," pinta Alina dan tubuhnya bergetar seolah menahan tangisnya. Arvin tersadar dan beranjak duduk. Mereka duduk di sofa dengan canggung. Arvin merasa bersalah, tak seharusnya ia melakukan hal itu. Untung saja lampunya segera menyala. Jika tidak entah apa yang terjadi nanti.
"Maaf," ucap mereka bersamaan.
Keduanya tersenyum kikuk. Arvin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mengusap tengkuknya menghilangkan gugupnya. Alina hanya berpaling dari Arvin. Tak berani menatapnya. Alina sungguh malu.
"Maaf sayang... Aku gak bisa menjaga diriku sendiri," ucap Arvin merasa bersalah.
"Kakak padahal sudah janji gak macam-macam loh.." balas Alina.
"Maaf..." ujar Arvin sambil mengatupkan tangannya.
"Iya kak. Aku juga salah kok.. Jangan kaya gini lagi," ujar Alina.
Arvin tersenyum tipis dan mengiyakan pinta Alina. Mereka bergegas ke kamar masing-masing. Arvin menenangkan dirinya dengan mengguyurkan air ke tubuhnya. Sedangkan Alina mempelajari materi yang akan diujikan besok.
drrt...drrt...
Ponsel Alina berdering. Alina menatap layar ponselnya dan tertera nama kakak dilayarnya. Alina terkejut. Kenapa kakaknya tiba-tiba telepon, padahal tadi sudah bertemu di rumah.
"Halo kak. Ada apa?" ucap Alina sedikit gugup.
"Dimana? Aku di depan kostmu, tapi temanmu bilang, kamu sudah beberapa hari ini gak pulang ke kost," tanya Briant, kakak Alina.
Alina menepuk jidatnya. Kenapa dia bisa ceroboh begini. Alina tak mungkin jujur kalau ia tinggal bersama Arvin. Tetapi, alasan apa yang akan ia katakan kepada kakaknya agar kakaknya percaya.
"Mmm...itu, sebenarnya Alina menginap di rumah teman kak. Alina ada tugas tambahan dari dosen jadi harus segera dikerjakan. Kebetulan tugasnya agak sulit. Jadi selesainya malam. Aku gak berani pulang, makanya menginap" ucap Alina.
Alina menggigit bibir bawahnya. Berharap kakaknya percaya dengan apa yang ia ucapkan tadi.
"Kenapa tidak dikerjakan di rumah saja. Kakak bisa bantu kok. Kamu jarang pulang ke rumah lagi. Apa tidak kasihan pada mama?" tanya Briant lagi.
Alina semakin merasa bersalah. Seharusnya ia pulang ke rumah dan menemani mamanya. Tetapi ia juga tidak bisa mengingkari janjinya pada Arvin. Yang terlanjur mengiyakan saat diminta tinggal di rumahnya.
"Liburan Alina pulang kok kak... Kakak jangan cemas ya. Mm...Alina lagi belajar, sudah dulu ya kak.." ucap Alina dan langsung mematikan teleponnya.
Alina semakin kepikiran dan tak tenang. Bahkan Alina tak bisa fokus dengan belajarnya. Alina takut jika nanti kakaknya tahu kalau dia tinggal satu atap dengan laki-laki yang bukan keluarganya. Pastinya mama dan kak Briant akan marah besar, begitu pula papanya. Alina menyudahi belajarnya, menutup bukunya dan memasukkan ke dalam tasnya. Dan mencoba menenangkan pikirannya dengan memejamkan matanya.
Arvin berniat menemani Alina belajar. Namun, sesampainya di kamar Alina ternyata Alina sudah terlelap tidur. Mungkin dia lelah, pikir Arvin. Arvin menyelimuti Alina dan berbaring di sampingnya. Arvin memandang wajah Alina yang terlihat polos saat tidur. Sangat cantik dan imut. Arvin memejamkan matanya dan tidur bersama Alina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Caroline Irawati
Jangan sampai ada setan diantaramu lho Vin... bisa bahaya tuh...
2021-04-14
0
Heny Ekawati
kmu juga alin mau aj dikadalin sama cowok lagian ya kmu polos banget
2020-12-31
0
Laras Kasih
gerammm sama sikapnya alina, tegas kek jgn mau tinggal serumah gitu, gak takut apa di apa2 in sama arvin, aku yg baca aja takut..ngeriii ihh gaya pacaran gitu 😤😂😂🙏
2020-11-13
1