Alina memandangi Arvin dengan heran. Ada apa dengan sikapnya ini. Tak biasanya Arvin bersikap seperti ini.
"Kak, kita mau ke mana?" suara Alina memecahkan keheningan.
"Ke kantor sebentar, ada beberapa hal yang mau aku urus dulu," ucap Arvin tanpa melihat Alina dan masih fokus dengan kemudinya.
"Kalau sibuk kenapa harus jemput?" ucap Alina asal. Dan Arvin hanya diam tak menanggapi Alina. Alina semakin heran dengan sikapnya yang tiba-tiba dingin. Alina mengingat-ngingat apa dia sudah berbuat salah sehingga membuat Arvin kesal.
Sepanjang perjalanan hanya terdiam tak ada satu katapun yang terucap antara keduanya.
Arvin memarkirkan mobilnya. Lalu membuka pintu diikuti dengan Alina. Arvin berjalan menuju lobi. Alina masih setia mengikutinya. Alina hanya menurut saja kemana Arvin melangkah. Sampai akhirnya tiba di ruangan Arvin. Arvin duduk di sofa diikuti Alina.
"Kak, ada apa? Apa ada masalah? Dari tadi cuekin aku. Kenapa sih kak?" tanya Alina memegangi tangan Arvin dengan lembut. Arvin menghela nafas sejenak. Memandang Alina dengan lekat. Tersirat diwajahnya sebuah kekesalan.
"Siapa cowok tadi?" tanya Arvin.
Alina kaget dan mengingat-ngingat apa yang dimaksud Arvin. Cowok apa? Mana? Apa mungkin Arvin sedang cemburu padanya. Karena mungkin Arvin melihat Alina bersama dengan cowok, dan Arvin tidak mengetahui kalau itu adalah kakak kandung Alina. Selama ini Alina belum cerita tentang keluarganya.
"Jadi, dari tadi diam aja cemburu toh?" tanya Alina sambil tertawa pelan.
"Tadi itu kakak aku yang baru pulang dari luar negeri kak. Aku kan tidak tinggal di rumah, jadi tidak tahu kalau dia sudah pulang dan akan menetap di Indonesia. Aku juga baru tahu tadi, dan belum sempat ngabarin kakak. Maaf ya kak..." jelasnya.
Arvin mencerna kata-kata Alina. Masih belum percaya dengan apa yang dikatakan Alina.
"Benarkah?" tanya Arvin memastikan.
"Iyalah, kan hanya kakak yang aku cintai. Mana mungkin aku berkencan dengan pria lain," ucap Alina dan mengembangkan senyumnya.
Arvin menatap Alina dengan lekat. Diraihnya pinggang Alina mendekat dan Arvin memeluknya dengan erat. Terlihat jelas bahwa Arvin sangat takut kehilangan Alina.
"Jangan pernah pergi meninggalkan aku Lin. Aku benar-benar mencintaimu. Aku sangat takut kalau kamu pergi dengan cowok lain," ujar Arvin yang masih memeluk Alina.
Alina tersenyum manis dan melepaskan pelukannya. Alina menatap Arvin dengan penuh cinta. Alina membelai pipi Arvin dengan lembut. Lalu mengecup sekilas bibir Arvin.
"Tidak akan kak. Aku tidak akan melepaskanmu. Bukankah kita sudah berjanji untuk itu?" ujar Alina meyakinkan Arvin. Arvin mengembangkan senyumnya dan mengecup punggung tangan Alina.
Arvin menuntun Alina duduk dipangkuannya. Alina hanya menurut saja. Arvin memeluk Alina dan membenamkan wajahnya di depan perut Alina. Arvin mengecup perut Alina sekilas dan menatap Alina. Alina membelai rambut Arvin dan tersenyum melihat tingkah manja Arvin. Arvin mendekatkan wajahnya dan ******* lembut bibir Alina. Cukup lama mereka berciuman. Lalu Arvin menyudahi ciumannya dan mengecup bibir Alina sekilas. Karena jika terus berlanjut, Arvin takut melakukan hal yang lebih dari itu. Alina turun dari pangkuan Arvin dan duduk di sampingnya.
"Aku ada rapat sebentar. Kamu tidak apa-apakan aku tinggal disini dulu?" tanya Arvin
"Iya kak..tenang saja," jawabnya
"Kalau ingin sesuatu tinggal panggil Ina saja. Dia sekretarisku," ucap Arvin sambil membenarkan dasinya. Dan hanya dijawab dengan anggukan saja. Arvin mengecup kening Alina sekilas dan pergi meninggalkan Alina. Setelah kepergian Arvin, Alina berjalan-jalan mengamati ruangan tersebut. Membaca beberapa buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Akhirnya Alina tertidur di sofa dengan buku yang masih berada di atas dadanya.
Saat Alina terbangun, ia merasa asing dengan ruangan tersebut. Alina mengerjap-ngerjap sambil mengingat kenapa ia berada di tempat itu. Tapi nihil, ia tak ingat. Alina mengambil posisi duduk dan bersandar pada bantal.
Klek
Suara pintu dibuka. Nampak Arvin dengan membawa nampan berisi makanan. Arvin tersenyum dan berjalan mendekati Alina. Ia duduk ditepi ranjang. Meletakkan makanannya diatas nakas.
"Ayo makan dulu. Sudah lapar kan?" tanya Arvin sambil membelai pipi Alina.
"Kak, ini di mana? Kok bisa aku ada di sini? Bukannya tadi masih di kantor ya?" tanya Alina berturut-turut.
"Di rumahku sayang... kamu tadi kelihatan capek, aku tidak membangunkanmu dan langsung membawamu pulang. Tidurmu pulas sekali sampai tidak bangun waktu aku gendong," ucap Arvin terkekeh.
Wajah Alina memerah karena malu. Masa iya, sampai segitunya. Alina menundukkan wajahnya dan tidak berkata apapun. Arvin menyodorkan sendok yang berisi makanan ke mulut Alina. Alina yang kaget langsung mendongak dan menatap Arvin.
"Kak, aku bisa makan sendiri kok," ucap Alina dan mengambil alih sendok tersebut. Namun Arvin menarik kembali sendoknya.
"Aku mau suapin kamu. Gausah protes, ayo buka mulutmu sayang," ujarnya sambil menyodorkan sendoknya kembali. Alina menurut dan makan dengan disuapi Arvin sampai makanan tersebut habis.
"Tinggalah di sini," pinta Arvin.
"Apa?" jawab Alina dan mengerutkan dahinya.
"Iya. Tinggalah di sini. Menemaniku setiap hari sayang... Aku mau kamu terus berada disisiku setiap hari. Gak boleh enggak. Dan gak ada penolakan," tegas Arvin
"Tapi kak, kita bahkan belum menikah. Gak bisa dong tinggal serumah seenaknya seperti ini," protes Alina.
"Ada bi Narsih dan pak Kariman juga kok. Kan gak tinggal berdua saja." sahut Arvin.
"Aku kan juga harus kuliah kak. Kita bisa ketemu setiap hari kok. Tapi gausah tinggal serumah ya? Pliiss.." Alina memelas memohon agar Arvin membatalkan keinginannya tersebut.
"Aku akan mengantarmu sayang... Aku gak mau ada bantahan lagi," ucap Arvin tegas
"Dasar pemaksa!" gerutu Alina lirih tetapi masih terdengar oleh Arvin.
Arvin menoleh ke arah Alina. Diraihnya tangan Alina dengan cepat dan langsung membaringkannya. Lalu Arvin menindih tubuh Alina. Alina terbelalak kaget.
"Kak, apa yang kamu lakukan?" ucapnya panik ketika Arvin mengecup leher Alina berkali-kali. Alina berusaha melepas pelukan Arvin namun gagal. Arvin menghentikan aktivitasnya dan memandang Alina.
"Kalau kamu tidak setuju, aku akan melakukan hal yang lebih sayang," ancamnya pada Alina.
"I-iya kak aku setuju, tapi jangan kaya gini. Lepas kak," pinta Alina dengan panik. Arvin tersenyum dan mengecup bibir Alina sekilas. Arvin bangkit dan duduk di tepi ranjang.
"Mandilah, aku akan menunggumu di bawah," ucap Arvin lalu ia mengambil nampan dan membawanya turun ke bawah. Alina duduk dan merapikan rambutnya asal. Kemudian bergegas menuju kamar mandi.
Arvin duduk di sofa sambil menyalakan tv. Jantungnya masih berdebar-debar. Arvin mengatur napasnya yang sempat terengah namun masih bisa ia tahan waktu di depan Alina. Sial, umpatnya dalam hati. Arvin memejamkan matanya.
"Ini kopi sama tehnya tuan," ucap bi Narsih dan membuat Arvin kaget.
"Terima kasih bi. Taruh di situ saja," ucapnya
Bi Narsih mengangguk dan pamit ke belakang. Sementara Arvin masih berusaha meredamkan nafsunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Reihan Reihan Azha
nikah dulu baru tinggal serumah ....
2021-07-31
0
Caroline Irawati
wouw... Arvin... nafsunya melonjak... ingat hubungan kamu belum dihalalkan...
2021-04-14
0
Heny Ekawati
tahan vin
halalin aj dulu
2020-12-31
0